Mohon tunggu...
Duta 'co Henk' Angkasa'4927
Duta 'co Henk' Angkasa'4927 Mohon Tunggu... profesional -

"Quod Volimus Credimus Libinter "

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok Hanya Satu Orang Indonesia dan Tidak Istimewa

30 September 2014   20:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:55 5242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik




Apa lantas saya menjadi KAFIR, lalu sholat dan syahadat yang saya bisikkan dalam hati saya serta merta dianulir Allah, hanya karena menjadikan Ahok sebagai contoh "bukan GUBERNUR biasa ?
Untuk pertanyaan tersebut, tentunya akan banyak tafsir, yang jumlah tafsirnya sebanyak jumlah kelompok yang AKTIF sekali menentang seorang AHOK, bahkan penafsiran tentang itu bisa sebanyak jumlah pemeluk Islam. Ada tafsir kulit yang dangkal, ada tafsir daging yang kenyal, ada tafsir yang sampai pada tulang yang keras dan kaku. BAHKAN ada tafsir yang seluruh penafsirannya seperti tulang dan ada yang seluruhnya seperti daging.
Semua dibuka pintunya oleh Islam. La ikraha fiddin......tak ada paksaan dalam agama, HANYA ALLAH YANG BERHAK menjadi HAKIM SEJATI.

Kedaulatan adalah hak permanen publik. Ia TIDAK IDENTIK dengan MAYORITARIANISME.
Artinya, kedudukan mayoritas suatu kelompok -secara politik, etnis, agama, atau apapun- tidak berarti bahwa kedaulatan berada sekaligus di tangan kelompok itu. Kedaulatan tidak dapat dikuantifikasi karena ia adalah prinsip yang justru dimaksudkan untuk mencegah demokrasi menjadi hak eksklusif mayoritas.
"DEMOS" pada demokrasi BUKAN soal JUMLAH JIWA, melainkan KUALITAS AKAL SEHAT.
Jadi pada demokrasi: KEPENTINGAN PUBLIK adalah hasil transaksasi akal sehat. BUKAN KEHENDAK MAYORITAS.

MAYORITAS hanya FAKTA SOSIOLOGI, yang mestinya dijadikan instrument negara untuk keperluan pelayanan publik. Tapi, fakta sosiologi itu TIDAK MEMBERI HAK Istimewa apapun padanya, untuk memiliki hak-hak eksklusif.

JUSTRU, demokrasi - lah yang  MENYEDIAKAN KEISTIMEWAAN kepada kelompok minoritas/marginal berupa 'affirmative action' agar kelompok ini tak terhalang hak publiknya HANYA karena "AHOK" minoritas.
Saya melihat banyak orang dari berbagai agama, etnis, mungkin ada yang tidak beragama, yang memberikan dukungan HANYA PUBLIK yang TIDAK MEMERINTAH.

Karena publik itu memang TIDAK MEMERINTAH.

DIAKUI ATAU TIDAK, Publik adalah SUMBER LEGITIMASI ETIS dari suatu pemerintahan. Demokrasi itu selalu MENGANDALKAN PARTISIPASI PUBLIK.
Tapi BUKAN pada ASPEK KETERWAKILAN, melainkan pada ASPEK PERDEBATAN KEBIJAKAN. ( Diskursus Rasional)

Artinya, selalu ada kontra argumen di luar parlemen yang MENJAMIN setiap warganegara dapat MENGAWASI pemerintah secara langsung.

Silahkan anda telaah semua kajian tentang keterwakilan, maka yang anda temukan adalah bahwasannya "KETERWAKILAN itu SELALU berpotensi OLIGARKIS karena selalu ada KECENDERUNGAN POLITIK untuk berada di ruang - ruang privat kepentingan antar wakil.

Pada kondisi itu, kepentingan publik lenyap. Karena itu, demokrasi menghidupkan perdebatan rasional untuk mencegah oligarki menjadi permanen.
Dan sebagai orang yang BERBEDA ETNIS dan AGAMA dengan AHOK, saya hanya melihat; tindakan AHOK keluar dari partai GERINDRA dan menentang upaya penerapan Pilkada tidak langsung, adalah sebagai TEMBAKAN "PERINGATAN" & "PENGINGAT" bahwa SESUNGGUHNYA; " kedaulatan rakyat TAK AKAN PERNAH ia serahkan kepada parlemen".
Soal kau anggap cara pandangku ini sekuler karena kedaulatan rakyat dan seorang ( baca; satu orang ) AHOK yang etnis Tionghoa adalah manifesto kedaulatan rakyat yang berada di ruang publik, wilayah publik itu BUKAN zona yang sakral tapi adalah wilayah yang bebas dari doktrinasi.
Jika menurut anda AHOK adalah MUSUH yang sekaligus KAFIR bagi anda dan kelompok anda, sikap itu juga tidak dapat membuat saya merubah pandangan saya tentang SATU orang AHOK.
Bukankah KARAKTER UTAMA Muhammad SAW adalah kelembutan ? Ketika beliau berkirim surat kepada raja yang kafir, beliau TIDAK menulis Kepada Yth Raja Kafir bahkan beliau juga BERSEDIA tidak mencantumkan gelar RASULULLAH dan HANYA mencantumkan "Muhammad bin Abdullah".
Katakanlah AHOK memang tetap kau dan kelompokmu pandang sebagai MUSUH, lalu bagaimana dengan  Firman Allah, " jadilhum billati hiya ahsan" perlakukanlah musuhmu dengan sebaik - baiknya. (?)
BAHKAN, IBLIS SETAN menyatakan dalam AL QUR'AN sesungguhnya mereka TAKUT kepada ALLAH, sehingga mereka juga punya potensi untuk memperoleh penghormatan.
Semoga kita tidak terjebak dengan " kesombongan dalam KEMASAN SORBAN KESALEHAN ".
AHOK memang etnis Tionghoa
AHOK memang BUKAN Islam
AHOK memang MINORITAS
AHOK hanya "SATU" ORANG INDONESIA dan TIDAK ISTIMEWA ; tapi INSYA ALLAH akan menjadi BUKAN GUBERNUR biasa.
Salam INDONESIA !!!
DUTA ko henk ANGKASA' 4927

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun