Mohon tunggu...
Heru Susetyo Nuswanto
Heru Susetyo Nuswanto Mohon Tunggu... Dosen - Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.M.Ag. Ph.D - Associate Professor Faculty of Law Universitas Indonesia

Associate Professor at the Faculty of Law University of Indonesia and Human Rights Attorney at PAHAM Indonesia. Studying Human Rights toward a degree (LL.M) at Northwestern Law School, Chicago, and Mahidol University, Bangkok (Ph.D. in Human Rights & Peace Studies). External Ph.D. researcher in Victimology at Tilburg University, Netherlands. Once a mountaineer, forever a traveler...and eager to be a voice for the voiceless people. Twitter : @herususetyo FB : heru.susetyo@gmail.com; e-mail : heru@herususetyo.com; IG : herususetyo2611

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Halmahera Selatan : Surga yang Belum Dirindukan

15 Desember 2015   08:56 Diperbarui: 15 Desember 2015   12:21 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Bila surga boleh hadir di permukaan bumi,  boleh jadi Halmahera Selatan adalah salah satunya.  Kabupaten yang berlokasi di Propinsi Maluku Utara dengan jarak tempuh sekitar tiga jam setengah terbang dari Jakarta via Ternate ini, indeed, adalah salah satu surga di belahan timur Indonesia. Sayangnya,  tidak banyak orang mengetahuinya.  Ketika bicara kedahsyatan panorama alam Indonesia Timur,  lazimnya khalayak Indonesia akan menoleh ke Bunaken di Sulut, Wakatobi di Sultra, Taman Laut Banda di Maluku, ataupun Raja Ampat di Papua Barat.   Halmahera Selatan?  dimana tuh?

Alih-alih mengetahui keindahan alam Halmahera Selatan (Halsel),  sisi yang lebih populer dari kabupaten yang belum lama terbentuk ini justru adalah 'Batu Bacan'.   Batu Bacan adalah batu mulia yang berasal dari Halmahera Selatan, tepatnya di Pulau Kasiruta, pulau kecil di sisi barat Pulau Bacan.  Pulau Bacan sendiri, disamping Pulau Obi, adalah dua pulau terbesar di Kabupaten Halmahera Selatan.  Labuha, ibukota Halmahera Selatan, adalah juga berlokasi di Pulau Bacan.   Bagi pecinta batu akik atau batu mulia, pastinya mengetahui apa itu Batu Bacan. Warnanya yang khas, hijau gelap, hijau lumut, hingga varian lain yang berwarna hijau tosca.   Penikmat batu Bacan tergila-gila akan batu ini karena kekhasannya yang dapat berproses secara periodik hingga mencapai warna hijau tertentu secara penuh. 

Namun, sejatinya Halmahera Selatan bukan hanya Batu Bacan.  Dan bukan hanya Pulau Bacan.   Di dalamnya ada tebaran keindahan panorama alam, ada warisan sejarah masa silam,  ada variasi kuliner yang tak ditemukan di tempat lain,  hingga ragam kesenian khas yang  membuktikan bahwa daerah ini adalah juga ‘sesuatu.’

Sebutlah keindahan Pulau Widi yang gugusan atol dan keindahan pantai-nya mengingatkan orang akan Maldives. Lalu pulau Guraici dan Lelei di gugusan Kepulauan Kayoa, Pulau Sali di sisi timur pulau Bacan berdekatan dengan Pulau Halmahera, lalu tebaran hutan tropis di Pulau Bacan lengkap dengan danau-danau dan air terjun-nya serta  habitat khusus untuk monyet dan kupu-kupu khas Halmahera Selatan.

Di Pulau Bacan juga terserak peninggalan budaya kolonial maupun warisan Kesultanan Islam Bacan.   Masih di dalam Kota Labuha, terletak Benteng Bernaveld, peninggalan Portugis, yang kini telah direstorasi ulang oleh Pemkab Halsel.  Juga ada Kedaton Bacan dan Masjid Kesultanan Bacan, yang menandai bahwa Kesultanan Bacan masih eksis sampai hari ini  (Sejarah Kesultanan Bacan sendiri dapat dirunut hingga abad 13 Masehi dimana ketika itu eksis empat kesultanan besar masing-masing Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan yang lazim disebut Kie Raha).

Kuliner khas Bacan adalah kekhasan Halmahera Selatan yang lain.  Kearifan lokal penduduk dalam  memproduksi kerupuk ikan dan 19 varian sambal yang berbeda jenis namun sedap rasa, adalah salah satu faktor yang mewajibkan para pelancong untuk mencatat Halmahera Selatan  dalam daftar rencana kunjungan wisata mereka (wish list).

Sayangnya,  segala macam keindahan bumi Halsel dan warisan sejarah dan kultural-nya tidak banyak diketahui orang luar.  Ia bak surga yang belum dirindukan.    Transportasi menuju Bacan juga tidak banyak dan moda angkutan yang tersedia juga terbatas,  Akibatnya, turis harus merogoh kantong lebih dalam bila hendak menuju Bacan dari Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia. Fasilitas pendukung pariwisata, semacam akomodasi, jaringan selular-internet, serta ketersediaan informasi pariwisata baik fisik maupun berupa digital , juga masih harus dikembangkan.

Maka, demi memfasilitasi pengembangan pariwisata Halsel dan membuat dunia lebih akrab dengan surga di belahan timur Indonesia ini, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) Universitas Indonesia, melakukan program riset sekaligus pengembangan pariwisata Halsel, dalam skema Community Engagement Grants (CEGs), pada tahun 2015.

Tim riset DRPM UI untuk Halsel terdiri atas dua pengajar FTUI, seorang pengajar FHUI dan seorang pengajar FIA UI.  Selama tahun 2015, tim kecil ini telah melakukan kunjungan lapangan, observasi, wawancara hingga FGD dengan para pemangku kepentingan pariwisata di Halsel.  Keluaran dari riset ini adalah pembuatan dan pengembangan laman pariwisata Halsel dengan tekanan pada aspek community-based tourism, serta asistensi untuk pengembangan promosi pariwisata Halsel.   Semoga, nantinya, Halsel lebih  tidak hanya dikenal sebagai Batu Bacan belaka… 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun