Keterkaitan antara Coaching, Pembelajaran Berdiferensiasi, dan Pembelajaran Sosial dan Emosional di Sekolah *)
(Sebuah tulisan tentang Koneksi Antar Materi pada Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik)
Â
*) Syaiful Rohman
CGP Angkatan 6_SMAN 1 Sampang, Madura
Â
Pendahuluan
Coaching adalah hubungan kemitraan dengan klien, dalam suatu percakapan yang kreatif, dan memicu pemikiran untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional klien. Dalam konteks guruan, coaching menjadi salah satu proses "menuntun" belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya. Sebagai seorang "pamong", guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya. Hal ini sesuai dengan pentingnya proses coaching, yaitu proses untuk mengaktivasi kerja otak murid, pertanyaan-pertanyaan refelektif yang dapat membuat murid melakukan metakognisi, dan pertanyaan-pertanyaan yang membuat murid berpikir secara kritis dan mendalam sehingga murid dapat menunjukkan potensinya.
Pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching mendorong coachee (murid) berpikir secara kritis dan mendalam, yang bermuara pada pada coachee (murid) agar dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara konsisten dan berkelanjutan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan guruan itu "menuntun" tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh karena itu, keterampilan coaching perlu dimiliki oleh para guru untuk "menuntun" segala kodrat (potensi) agar murid mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia dan anggota masyarakat.