Mohon tunggu...
Hasan Nur Aminudin
Hasan Nur Aminudin Mohon Tunggu... Insinyur - Just Look Around 🌏

Geography UI 2009, Mapping Officer at PT. Jaya Real Property, A Husband, A Father, and A Man who trying to do the right thing in life

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cerita Kelahiran Anakku, Lahir Vakum sampai Rawat NICU

20 Mei 2017   21:19 Diperbarui: 24 Desember 2018   20:09 16285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diarka saat Aqiqah (usia 10 hari)

Sekitar 15 menit di IGD, istri saya dibawa ke ruang persalinan di lantai 4. Ketika akan dibawa ibu saya sempat menanyakan ke suster apakah ini akan di Caesar. Susternya jawab, “nggak kok bu, masih bisa normal”. Saya yg mendengar itu langsung reflek mengucap “Alhamdulillah”. Tapi dalam hati mikir juga,” apa bisa normal?, kan istri saya sudah tidak bisa mengejan”. Tapi saya pikir dokter lebih mengerti lah tindakan yang terbaik.

Di ruang bersalin istri saya kembali diperiksa. Saya langsung disodorkan form-form persetujuan tindakan. Salah satunya persetujuan tindakan Vakum. Saya langsung bertanya kepada susternya, “apa nggak masalah bu suster kalo divakum gini?”. “ya nggak lah pak, kan sudah sering prosedur vakum gini, selama ini nggak ada masalah”, kata susternya. Namanya saya orang awam, ya terang saja saya khawatir. Tapi ya Bismillah saja lah. 

Tidak lama setelah itu mulai lah proses persalinan istri saya. Saya mendampingi disampingnya. Ada tiga suster/bidan dan satu dokter yang menangani. Prosesnya tidak lama, hanya 5-10 menit kalo saya tidak salah.

Tepat pukul 03.50 akhirnya anak kami terlahir ke dunia ini. Tangisannya pecah memenuhi ruangan dan lorong-lorong di lantai 4. Setelah lahir anak kami langsung dibersihkan. Kemudian setelah rapih dokter menyarankan ke saya untuk langsung mengazankan saja. Saya pun langsung mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya. Selesai dari situ saya tidak tahu lagi apa yg terjadi karena saya bergantian jaga dengan ibu saya (yg mendampingi hanya boleh 1 orang). 

Sekitar pukul 04.30, saya dipanggil lagi oleh suster untuk segera mengurus administrasi di lantai 2. Suster juga memberitahukan bahwa anak saya sudah dibawa ke NICU untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Tentu saya kaget karena yg saya tahu NICU kan seperti ICU tetapi yg untuk bayi. Tapi suster tidak menerangkan lebih lanjut, hanya menyuruh untuk langsung ditanyakan ke dokternya saja di ruang NICU.

Saya kemudian ke bagian administrasi untuk mengurus kamar. Ada banyak berkas yg harus dilengkapi dan form yg harus di tandatangani. Saya tidak mengecek satu persatu karena pikiran saat itu sedang kalut. Belum lagi ada masalah pada berkas anak saya karena ia belum punya BPJS. Jadilah dia tercatat sebagai pasien umum selama belum punya BPJS. 

Saya saat itu agak ketar ketir juga, sebab biaya perawatan di NICU hampir 3 juta per harinya. Padahal hari itu BPJS tutup karena sedang pilkada. Yang saya khawatirkan kalau baru bikin BPJS besoknya dan tidak bisa sehari jadi ya makin banyak biaya yg dibebankan ke kami. Sebab bagian administrasi bilang BPJS baru bisa dipakai setelah kartunya jadi.         

Setelah itu saya ke ruang NICU di lantai 5. Dokter langsung menjelaskan perihal kondisi anak kami. Kira-kira begini percakapan saya dengan bu dokter yg menangani anak kami.

Sy           : Gimana bu dokter kondisi anak kami?

Dok        : Jadi begini pak, anak bapak ketika lahir ketubannya sudah hijau. Hijaunya itu karena pupnya si bayi. Mestinya kan kalau di dalam kandungan bayi belum pup. Tapi kalau sampe pup bisa jadi karena sudah kelamaan atau bisa juga si bayi sudah stress di dalam. Si ketuban hijaunya ini beracun pak, kemungkinan sudah ada yg terminum atau terhirup oleh si dede bayi.

Sy           : Kayaknya pas waktu lahir kelihatan sehat-sehat aja dok?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun