Mohon tunggu...
henry sugiharto hernadi
henry sugiharto hernadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Hukum Universitas Katolik Parahyangan

Saat ini saya berprofesi sebagai wirausahawan dan juga mahasiswa magister hukum fakultas hukum Universitas Katolik Parahyangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyoal AI dalam Perspektif Hak Cipta dan Hak Paten

25 Juni 2024   15:00 Diperbarui: 25 Juni 2024   15:01 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu diketahui bahwa hanya Australia dan Negara Afrika yang menganggap bahwa AI dapat dinyatakan sebagai Inventor sehingga sebagai Inventor dia berhak memegang Paten. Namun logika dari pernyataan tersebut menurut analisis Penulis tidak lah tepat. Selain bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UU Paten, kita bisa menjelaskan dengan logika bahwa AI adalah hasil dari pemograman yang di mana hasil karya AI bukanlah suatu karya invansi yang murni melainkan dari hasil logaritma pemrograman. Sehingga bertentangan dengan UU Hak Paten yang di mana sesuatu yang dapat dipatenkan adalah suatu karya yang murni hasil pembaharuan atau Invansi danbukanlah hasil dari sesuatu yang diisi dengan algoritma program yang membuat AI mampu menciptakan inovasi produk. AI tidak dapat dinyatakan sebagai Inventor tentunya karena hal ini meskipun terdapat kontroversi dari Negara Australia tersebut.

G.Kesimpulan
Berdasarkan pendapat hukum yang telah dikemukakan di atas terhadap kasus pertama yatu apakah AI bisa menjadi pemegang Hak Cipta, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan setelah kita melihat ketentuan dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2014 tentang hak cipta, dijelaskan secara rinci dalam Pasal 1 ayat (2) Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.  Artinya bahwa dengan dasar hukum ini dinyatakan bahwa yang diakui sebagai seorang pencipta menurut Undang-Undang Hak Cipta subjek hukumnya adalah seseorang atau beberapa orang. Ai bukanlah subjek hukum dan tidak dapat menjadi subjek hukum. Sedangkan ciptaan dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Hal ini menjelaskan bahwa AI adalah suatu ciptaan dari manusia. Meskipun AI nantinya dapat menciptakan karya cipta namun pada prinsipnya AI dapat beroperasi karena diisi dengan suatu program yang dapat menjalankan AI untuk menghasilkan ciptaan. Artinya unsur sebagai pencipta tidak terpenuhi, maka kesimpulan yang ada adalah jika unsur pencipta tidak terpenuhi tentunya AI tidak dapat dinyatakan sebagai pencipta dan tidak dapat menjadi pemegang hak cipta akan hasil yang dibuat oleh AI, melainkan pemegang hak cipta jatuh kepada Pencipta dari AI itu sendiri.
Mengenai kasus kedua yaitu Perusahaan Allen yang memandang AI dapat menjadi seorang inventor. Kita telah melihat ketentuan dalam Undang-Undang Paten dinyatakan bahwa inventor adalah orang atau beberapa orang, yang artinya AI tidak memenuhi subjek hukum yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) bahwa hanya oranglah yang dapat dijadikan sebagai inventor. Oleh sebab itu tidaklah mungkin AI memegang Hak Paten melainkan Pemegang Hak Paten adalah orang atau seseorang atau sekelompok orang yang membuat program AI itu sendiri. Logika bahwa AI adalah hasil dari pemograman yang di mana hasil karya AI bukanlah suatu karya invansi yang murni melainkan dari hasil logaritma pemrograman. Sehingga bertentangan dengan UU Hak Paten yang di mana sesuatu yang dapat dipatenkan adalah suatu karya yang murni hasil pembaharuan atau Invansi danbukanlah hasil dari sesuatu yang diisi dengan algoritma program yang membuat AI mampu menciptakan inovasi produk. AI tidak dapat dinyatakan sebagai Inventor
H.Saran
Saran untuk masalah menyoal AI dalam perspektif Hak Cipta dan Hak Paten bahwa sekiranya apa yang sudah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undnag-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten bahwa subjek yang dapat menjadi Pemegang Hak Cipta dan juga Hak Paten tidaklain dan tidak bukan adalah Manusia, sehingga saran Penulis dalam hal penafsian mengenai subjek pemegang Hak Cipta dan Hak Paten tidak perlu diperdebatkan lagi. Sekiranya penafsiran dilakukan dengan logika yang benar, mengenai AI adalah hasil ciptaan manusia, sehingga jika AI menghasilkan karya cipta ataupun menghasilkan invansi/pembaharuan maka pemegang Hak Cipta dan Hak Paten adalah orang atau seseorang yang membuat algoritma AI itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan:

Indonesia. Undang-Undang  Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Indonesia. Undang-Undang  Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten
Diktat:
C.Ria.Budiningsih. Diktat Kuliah Hukum Kekayaan Intelektual. Universitas Katolik Parahyangan. 2020
Jurnal:
Syifa' Silvana. Reformulasi Pengaturan Hak Cipta Karya Buatan Artificial
Intelligence Melalui Doktrin Work Made For Hire. Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran. 2016
Endang Purwaningsih. Artificial Intelligence (AI) Sebagai Inventor
Menurut Hukum Paten Dan Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Galuh Yustisi Fakultas Hukum Universitas Galuh; 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun