Khilafah termasuk kata yang belum dicatat sebagai kosa kata dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sampai 15 Juni 2017. Entahlah jika kemudian hari, bila kata tersebut diadopsi menjadi kosa kata Indonesia, akan menjadi kosa kata dalam KBBI. Meski demikian, kosa kata itu sudah begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia karena sering disebut dan ditulis dalam pemberitaan-pemberitaan umum. Dengan mengklik kotak "CARI" setelah mengetikkan khilafah pada kotak putih laman kbbi.we.id, ditampilkan: Maaf, tidak ditemukan kata yang dicari. Anda mencari kata khilafah dalam huruf kapital KHILAFAH.
Lalu, dengan mengetikkan khilafah di kolom pencari Google, mengklik, ditampilkan beberapa situs. Kuklik ini, ditampilkan Khilafah (bahasa Arab: ), adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia, untuk menegakkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia, imamah, biasa juga disebut kekhalifahan. Ia merupakan satu bentuk pemerintahan Islam. Pemimpin atau ketua pemerintahannya dinamakan khalifah, imam, atau amirul mukminin.
Dari titik pemaknaan seperti itu, menurut pendapatku, kaum Muslimin Indonesia tidak boleh berafiliasi ke suatu sistem khilafah, karena para pendiri bangsa Indonesia sudah menyepakati bahwa NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) bukan negara agama sekaligus bukan negara sekuler. NKRI adalah negara Demokrasi Pancasila yang mengakui keberagaman pulau, suku, budaya, agama, dan lain-lain. Semua unsur yang berbeda-beda itu, bersatu-padu menjadi NKRI yang utuh. Semua agama dan kepercayaan leluhur Indonesia mempunyai hak hidup di NKRI. Sementara sistem khilafah menghendaki hukum dasar yang berlaku adalah syariat Islam.
Dari segi jumlah penganut agama di Indonesia, benar bahwa penganut Islam berjumlah dominan sejak ketika meraih kemerdekaan bangsa. Tetapi, adalah sudah menjadi kesepakatan bangsa yang diwakili oleh para pendiri Indonesia, NKRI menganut keberagaman namun tetap satu jua (bhinneka tunggal ika). Bahwa seluruh elemen bangsa mempunyai hak hidup dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Tiap elemen bangsa tidak saling menjajah, melainkan saling menghormati, saling bekerja sama, saling menolong dalam membangun bangsa untuk bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Kupikir, apabila kaum Muslimin Indonesia tergoda mewujudkan sistem ke-khalifah-an, itu sama artinya mengingkari cita-cita para pendiri NKRI, mengingkari ke-bhinneka-an. Per definisi terkutip di atas, ke-khalifah-an tidak mengenal kemajemukan. Ke-khalifah-an menghendaki Syariat Islam menjadi hukum dasar berbangsa dan bermasyarakat, yang tidak mungkin diterapkan kepada penganut Agama-Non-Islam. Padahal, sejak pendirian NKRI, para pendiri sudah sepakat mengukir cita-cita bersama dan dicantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat Pancasila:
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." (Pembukaan UUD 1945).
Maka dari itu, kupikir, khilafah kadalauarsa atau tidak, tidak sesuai untuk NKRI, tidak pantas ditimbang-timbang menjadi anutan masyarakat yang mengakui, mengalami, dan menghargai ke-bhinneka-an. NKRI itu terdiri dari banyak pulau, banyak suku, beranekaragam budaya, beranekaragam agama/kepercayaan, dan lain-lain. Menginginkan penghilangan kemajemukan dari berbagai komponen yang beraneka itu, berarti mengingkari cita-cita pendiri NKRI, searti dengan membubarkan NKRI.
Salam bhinneka tunggal ika
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H