Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Telah "Kepaten Obor"?

14 April 2022   02:33 Diperbarui: 14 April 2022   02:41 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah Indonesia telah "kepaten obor"?

Indonesia dalam sejarahnya, sejak merdeka kita telah mengenal tokoh-tokoh kharismatik yang sanggup menyatukan bangsa. Para pahlawan banyak kita kenal karena perjuangan mereka demi bangsa. Mereka barangkali lebih kental rasa kerekatannya satu sama lain. Mereka memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan menyatukan rakyat untuk membangun bersama. Obor nampak menyala-nyala di seluruh Indonesia. Nilai-nilai kehidupan sosial masih koheren.

Menghadapi era reformasi, banyak sistem mengalami pergeseran. Membuka nilai-nilai baru yang lebih cair dan lebih rasionil. Nilai demokrasi berusaha kita kenali dan kita tuntut untuk diberlakukan pada banyak segi kehidupan. Nilai-nilai sebelum reformasi terurai sedikit demi sedikit. Sistem hukum, perundangan, birokrasi, dan tata negara mengalami perombakan besar.  Diperbarui agar lebih rasionil, hemat waktu, beaya, tempat dan tenaga.

Kita belum "kepaten obor", tapi sinarnya makin meredup. Banyak orang tak bisa melihat lagi dari kejauhan. Mereka tak terundang untuk ngumpul. Mereka canggung atau ragu dengan acuan nilai-nilai yang akan dipakai sebagai sarana untuk ngumpul. Referensi nilai bersifat cair bahkan bertentangan.

Saling hujat, saling hina, saling fitnah, kata-kata makian diucapkan tanpa risih oleh tokoh-tokoh yang seharusnya jadi panutan.  Dulu tokoh-tokoh yang kita hormati, kini mengalamai degradasi dan lebih cair.  Tokoh spirituil dijadikan olok-olok. Nilai-nilai sakral jadi barang dagangan. Ideologi jadi bahan jualan yang menggiurkan.

Media sosial menerobos nilai-nilai tabu, sakral yang sebelumnya kita jaga dan sembunyikan rapat-rapat.  Semua bisa ngomong sama semua. Tidak ada lagi atau makin menipis sekat-sekat sosial atau status ekonomi. Presiden bisa dimaki, kyai bisa dihujat, guru bisa dipukuli, anak-anak dicabuli, kekerasan dipuji, kejahatan dilindungi, korupsi tidak apa jika peduli. Cari uang tidak harus lewat lembaga struktural resmi, tapi bisa lewat monetisasi. Jadi youtuber, tiktoker adalah cita-cita generasi muda saat ini. Sibuk mikirin konten daripada kontemplasi atau katarsis pada nilai-nilai kesepakatan sosial bersama.

Nilai-nilai yang menjadi kesepakatan bersama di masa lalu, kini makin terpilah-pilah. Bahkan ada usaha-usaha untuk menggantinya secara total nilai-nilai itu lewat revolusi. Secara berangsur mengikis pondasi nilai-nilai kesepakatan bersama yang diperjuangkan sebelumnya.

Kita belum "kepaten obor". Mungkin saja obor itu kini dalam proses ganti bahan bakar agar kelak bisa menyala lebih terang. Simpang siur keadaan politik saat ini mungkin hanya riak yang makin gemuruh menjangkau tepian demi  kesibukan sosial dan ekonomi. Pemerintah bekerja dengan diam dan menyiapkan landasan masa depan.

Kita tak mungkin kepaten obor. Dan tak mungkin diganti dengan obor lain. Tidak ada figur yang cukup berwibawa dan kharismatik untuk membawa obor baru. 

Mereka sibuk saling tikai dan hujat. Nilai-nilai yang mereka tawarkan tanpa sadar mereka pertentangkan, dicairkan, dan menuju kekacauan. Tidak ada pegangan dan tinggal menunggu waktunya untuk tumbang atau ceker-cekeran.  Obor lama masih kita pegang dan berusaha kita jaga nyalanya dalam dada. Siap menyala saat tiba waktunya secara serentak dan serta merta. *** (HBS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun