Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nyimak Nama Ibu Kota Baru "Nusantara", Setujukah?

19 Januari 2022   02:28 Diperbarui: 19 Januari 2022   02:35 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Gunawan Kartapranata

Mencari asal usul nama sebuah kota atau desa memang tidak mudah. Harus menarik panjang sejarahnya ke belakang. Bahkan nama itu jarang atau tidak terdapat di artefak-artefak peninggalan masa lalu. Namun bila dilihat sepintas, langka sekali ada sebuah nama kota yang mempunyai arti harafiah secara jelas.  Arti nama kota lebih sering diambil dari cerita legenda atau sejarah masa lalu yang kadang tidak secara langsung bisa dikaitkan.

Kalau bisa diartikan secara harafiah, biasanya dikaitkan dengan nama-nama lokal yang punya arti sejarah.  Misalnya Surabaya (Suro dan boyo) atau Banyuwangi (banyu dan wangi).

Dalam cerita-cerita rakyat, biasanya ada narasi-narasi yang mencoba mencari jawab asal-usul nama sebuah desa atau kota. Namun asal muasal nama itu kebenarannya masih dipertanyakan keotentikkannya, terbuka untuk ditelusuri sejarahnya lebih lanjut.

Namun yang jelas, nama-nama desa atau kota itu biasanya amat khas. Jarang terdapat dalam kamus yang bisa diartikan sebagai sebuah benda atau figur tertentu.  Sepertinya nenek moyang kita enggan namanya dipakai untuk nama sebuah kota atau desa. Mungkin cuma nama jalan yang boleh memakai namanya. Itupun tidak persis benar dengan namanya.

Memberi nama untuk sebuah kota atau desa tidak sama dengan memberi nama untuk anak. Dalam nama seorang anak, orang tua menaruh harapan, masa depan yang baik bagi anaknya sesuai nama yang diberikan. Tapi nama sebuah kota atau desa jauh lebih sederhana. Jarang yang punya arti akan harapan di masa depan yang muluk-muluk. Paling artinya, "ramai", "subur", "tentram" dan seterusnya.

Tapi ada kesamaan dalam keduanya, yakni pemberian nama itu dipilih yang se-khas mungkin untuk membedakan dengan yang lain. Nama umum seperti: Bambang, Agus, Budi, Ani, Tatik, Endang, dan sejenisnya mulai ditinggalkan. Yang membuat nama-nama umum itu menjadi khas adalah nama belakangnya. Nama anak-anak jaman milenial saat ini banyak yang unik, baik nama depan, belakang atau nama tengahnya.

Demikian juga nama khas sebuah kota atau desa. Jika menuliskan nama desa atau kota di mesin pencarian Google akan kita dapatkan hasil pencarian yang banyak akuratnya.  Karena nama kota atau desa itu memang tidak ada nama keduanya atau nama yang menyerupai.

Karena asal nama sebuah kota memang khas. Misalnya Jakarta (Xacatara, Jaketra, Jacatra), Semarang (Asem Arang), Pekalongan (tapa ngalong), Malang (Malangkucecwara), Madiun (memedi berayun), Bandung (dua perahu yang diikat), Yogyakarta (Ayogya), Mojokerto (Mojojejer, Japan), dan nama-nama lain. Asal usul nama sebuah kota atau desa lebih banyak bersifat hipotesa dari pada kebenaran sejarah yang bisa ditelusuri keasliannya?

Nusantara

Baru-baru ini nama ibukota baru yang diperkenalkan dengan nama "Nusantara" banyak diperdebatkan di media sosial. Banyak yang pro dan banyak pula yang kontra dengan masing-masing alasannya.

Nama "Nusantara" memang bagus. Sebuah kata yang sudah kita tahu sejak lama. Nama Nusantara memberi kita konteks sejarah bangsa Indonesia yang luas wilayahnya dan membuat kita semua bangga.

Tapi dalam sebuah nama yang sudah dikenal dan terkenal itu bisa mengandung konsekwensi lain. Bila kita sebut Nusantara, orang akan mengasosiasikan dengan negara kepulauan kita. Dengan nama ibukota Nusantara, seolah negara kepulauan itu diperkecil maknanya.

Bila bila kita ketik kata "Nusantara" dalam mesin pencarian Google, maka yang kita dapat adalah pengertian negara archipelago wilayah Indonesia. Ini bisa membingungkan orang-orang yang tidak mengerti konsep nusantara. 

Turis asing yang hendak berkunjung ke Indonesia dan bila mencari "Nusantara" maka ia akan disuguhi berbagai uraian sejarah bangsa kemaritiman Indonesia bukan cuma nama ibukota. Nama "Nusantara" tidak mengandung keunikan atau kekhasan yang bisa dengan mudah diidentifikasikan/diasosiakan dengan kota/ibukota.

Salah satu data yang muncul ketika kita ketik "Nusantara".

The concept Nusantara is derived from two Sanskrit words: nusa meaning 'island' and antara meaning 'in between' or 'including'. It made its way into old Javanese texts, where nsntara can be translated as 'other islands'.

Kenapa tidak dinamakan dengan sesuatu yang mengandung kekhasan? Misalnya nama pendesaign arsitektur kotanya "Nuarta". Bukankah ini menunjukan itikad atau sikap (presendence) negara yang baik mau menghargai jasa atau prestasi seorang atau individu terhadap negara meski orangnya masih hidup? Kita sebagai bangsa masih banyak kekurangan dalam hal menghargai atau memuji jasa seseorang. 

Kita sebagai bangsa masih merasa jengah untuk memuji secara positif prestasi seseorang. Kalau memaki, menghina atau merendahkan orang lain sepertinya kita sudah jago?

Atau nama lain dengan meneruskan kata "Karta" dari Jakarta sehingga mudah untuk mengingat nama ibukota lama. Dalam sejarahnya ibukota Jakarta juga pernah pindah ke Yogyakarta.  

Misalnya nama ibukota baru itu bernama "Nusakarta" juga tidak jelek-jelek amat. Nama ini khas. Tidak ada padanannya dan tidak ada di kamus sebagaimana nama-nama kota lain di Indonesia.  Dan lagi kata "Karta" adalah kepanjangan dari kesultanan Kutai Kartanegara di wilayah Kalimantan Timur dalam sejarahnya.

Nama sebuah kota tidak akan berubah dalam puluhan tahun karena bernama khas dan tidak mengasosiasikan dengan sesuatu yang temporer, gejala, keadaan, atau filosofi yang muluk-muluk. Karena khas, maka kecil kemungkinan bakal bertentangan dengan perkembangan jaman. 

Mungkinkah nama "Nusantara" di kelak kemudian hari tidak bakal dipertentangkan oleh generasi penerus karena dianggap tak sesuai lagi atau bertentangan dengan keadaan jaman masa nanti? Misalnya jika kita baca data dari Google tersebut di atas. Konsep Nusantara yang mengacu pada text bahasa Jawa dan berkonotasi sebagai "other islands". Apakah nama yang mengacu pada konsep begini bakal langgeng? ***HBS

Sumber gambar:
https://en.wikipedia.org/wiki/Kutai#/media/File:Mahkota_Sultan_Kutai_6.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun