Mencari asal usul nama sebuah kota atau desa memang tidak mudah. Harus menarik panjang sejarahnya ke belakang. Bahkan nama itu jarang atau tidak terdapat di artefak-artefak peninggalan masa lalu. Namun bila dilihat sepintas, langka sekali ada sebuah nama kota yang mempunyai arti harafiah secara jelas. Â Arti nama kota lebih sering diambil dari cerita legenda atau sejarah masa lalu yang kadang tidak secara langsung bisa dikaitkan.
Kalau bisa diartikan secara harafiah, biasanya dikaitkan dengan nama-nama lokal yang punya arti sejarah. Â Misalnya Surabaya (Suro dan boyo) atau Banyuwangi (banyu dan wangi).
Dalam cerita-cerita rakyat, biasanya ada narasi-narasi yang mencoba mencari jawab asal-usul nama sebuah desa atau kota. Namun asal muasal nama itu kebenarannya masih dipertanyakan keotentikkannya, terbuka untuk ditelusuri sejarahnya lebih lanjut.
Namun yang jelas, nama-nama desa atau kota itu biasanya amat khas. Jarang terdapat dalam kamus yang bisa diartikan sebagai sebuah benda atau figur tertentu. Â Sepertinya nenek moyang kita enggan namanya dipakai untuk nama sebuah kota atau desa. Mungkin cuma nama jalan yang boleh memakai namanya. Itupun tidak persis benar dengan namanya.
Memberi nama untuk sebuah kota atau desa tidak sama dengan memberi nama untuk anak. Dalam nama seorang anak, orang tua menaruh harapan, masa depan yang baik bagi anaknya sesuai nama yang diberikan. Tapi nama sebuah kota atau desa jauh lebih sederhana. Jarang yang punya arti akan harapan di masa depan yang muluk-muluk. Paling artinya, "ramai", "subur", "tentram" dan seterusnya.
Tapi ada kesamaan dalam keduanya, yakni pemberian nama itu dipilih yang se-khas mungkin untuk membedakan dengan yang lain. Nama umum seperti: Bambang, Agus, Budi, Ani, Tatik, Endang, dan sejenisnya mulai ditinggalkan. Yang membuat nama-nama umum itu menjadi khas adalah nama belakangnya. Nama anak-anak jaman milenial saat ini banyak yang unik, baik nama depan, belakang atau nama tengahnya.
Demikian juga nama khas sebuah kota atau desa. Jika menuliskan nama desa atau kota di mesin pencarian Google akan kita dapatkan hasil pencarian yang banyak akuratnya. Â Karena nama kota atau desa itu memang tidak ada nama keduanya atau nama yang menyerupai.
Karena asal nama sebuah kota memang khas. Misalnya Jakarta (Xacatara, Jaketra, Jacatra), Semarang (Asem Arang), Pekalongan (tapa ngalong), Malang (Malangkucecwara), Madiun (memedi berayun), Bandung (dua perahu yang diikat), Yogyakarta (Ayogya), Mojokerto (Mojojejer, Japan), dan nama-nama lain. Asal usul nama sebuah kota atau desa lebih banyak bersifat hipotesa dari pada kebenaran sejarah yang bisa ditelusuri keasliannya?
Baru-baru ini nama ibukota baru yang diperkenalkan dengan nama "Nusantara" banyak diperdebatkan di media sosial. Banyak yang pro dan banyak pula yang kontra dengan masing-masing alasannya.