Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Kursus Barista buat Petualang Kopi

5 Oktober 2019   12:07 Diperbarui: 6 Oktober 2019   04:58 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencoba latihan barista di rumah (dokumen pribadi)

Membuat kopi ternyata tidak gampang.  Apalagi yang enak. Banyak teknik dan seninya. Bahkan bikin kopi tubruk yang dikira oleh banyak orang gampang ternyata tak semudah yang dibayangkan. Tidak cuma butuh kopi bubuk, dituangi air panas, dikasih gula sesuai selera, diaduk dan dihidangkan. Tidak semudah itu.  Kalau taste bud atau rasa lidahnya tak terlatih mungkin saja cukup lumayan.  Tapi bagi yang punya lidah terlatih minum kopi, belum tentu sama enaknya.

Di Yogyakarta, kopi joss amat terkenal. Kopi yang sebenarnya kopi tubruk biasa.  Bedanya, kopi tubruk yang sudah terhidang dalam gelas itu dimasuki arang yang membara.  Jenis varian baru cara menyajikan kopi.  Mungkin orang penasaran mencari rasa kopi yang pas sehingga mencoba teknik-teknik baru. Tidak mudah memang mencari rasa kopi yang pas. Ribuan jenis kopi diproduksi untuk memenuhi rasa penasaran mencari kopi yang enak itu.

Cara membuat kopi itu bahkan ada sekolah trainingnya. Di Australia jumlahnya ratusan bahkan ribuan tempat latihan bikin kopi. Kursus bikin kopi atau barista tarifnya sekitar $70.00 hingga $160.00 dollar Australia per orang dan berlangsung antara empat hingga 8 jam dan terakreditasi oleh pemerintah.

Di Australia tidak dikenal kopi tubruk.  Di tempat kerja, penulis sering bikin sendiri kopi tubruk dan ditertawakan oleh teman.  Mereka heran kok bikin kopi caranya kayak gitu. Sama ampasnya sekalian ditaruh dalam gelas?   Bagaimana meminumnya? Terlihat aneh bagi mereka.  

Pernah teman sekerja orang bule pingin merasakan kopi tubruk.  Saya bikinkan. Eh, dia langsung meminumnya sebelum kopinya mengendap.  Tentu saja biji-biji kopi itu nyantol di giginya. Sekali saja dia mencoba setelah itu kapok.

Penulis sendiri tak biasa minum kopi selain kopi tubruk.  Itulah cara satu-satunya yang penulis tahu bagaimana bikin kopi. Pernah mencoba kopi capucino dan latte tapi tak pernah terasa nyantol di lidah.  Rasanya aneh karena tercampur susu. Kopinya nggak terasa ngendap di lidah apalagi sampai nyantol di tenggorokan. Jenis hidangan kopi yang mendekati kopi tubruk yakni long black. Itupun kurang memuaskan. Kurang mak jleb. Yang paling enak itu kopi double espresso. Kentalnya mantap dan rasanya nyus, tapi habis cuma beberapa sruput karena kecil ukuran gelasnya.


Kursus Barista

Karena penasaran, penulis ikut kursus barista di sebuah perusahaan kopi.  Panjang kursus selama empat jam. Latihan bikin kopi saja perlu empat jam, begitu pikir penulis pada awalnya.  Tapi kemudian sadar bahwa empat jam itu terlalu singkat.  Masih banyak hal yang belum tercover. Selama empat jam hanya untuk latihan nyetel mesin espresso.  Mencari perpaduan yang pas antara kelembutan butir kopi dan waktu penuangan air panasnya.

Selama empat jam itu 1 kg kopi habis. Butiran kopi yang digiling tidak boleh terlalu lembut atau terlalu kasar.  Pedomannya adalah satu takaran kopi dialiri air panas bertekanan tinggi selama 20 detik harus menghasilkan cairan kopi sebanyak 25ml. Untuk menghasilkan takaran pas perlu uji coba berkali-kali. Menggeser mesin espresso sehingga gilingan butir kopinya pas. Kalau butir kopinya kebesaran dikit saja, air yang tersalur bakal kebanyakan, bisa lebih dari 25 ml.  Jika terlalu lembut air yang tertuang bakal kurang dari 25ml atau satu shot.

Dengan pakai timer yang diberikan pada semua peserta kursus, waktu 20 detik itu harus ditaati.  Jika lebih lama dari 20 detik kopi bakal terbakar dan terasa pahit.  Kalau kurang 20 detik kopi bakal terasa asam. Begitu teorinya. Inilah sulitnya.  Sehingga perlu waktu berjam-jam dan menghabiskan 1kg kopi bahkan lebih untuk mendapatkan hasil paduan yang pas.  Kursus selama empat jam itu belum begitu sempurna untuk mencapai hasil yang diharapkan oleh pemberi kursus.  Itu belum cara menanak susu dan mencampurnya. Tekniknya juga macam-macam.  

Cara pembuatan kopi ala dunia bule memang pakai dasar shot.  Semua jenis minuman kopi basisnya shot.  Baik latte, capucino dan jenis-jenis kopi yang lain.  Cuma beda dalam jumlah takaran susu atau jenis perasanya. Untuk bikin kopi yang enak memang perlu latihan berulang-ulang untuk mendapatkan shot yang pas.  

Karena demikian peliknya, mesin espresso banyak dilengkapi oleh timer. Jadi tinggal ngatur kelembutan butir kopinya. Bahkan sudah otomatis menghentikan aliran air panas sesuai ukuran. Otomatisasi pembuatan kopi menghasilkan rasa yang cukup konsisten. Tergantung keahlian orang yang nyetel.  Kalau lidahnya nggak terlatih, ya konsistensi rasa yang dihasil tidak enak.  Tidak enak kok konsisten?

Setelah dapat selembar ijasah kursus barista, penulis beli sendiri mesinnya dan latihan bikin kopi di rumah. Setelah berbulan-bulan bikin kopi pakai mesin espresso, hanya beberapa kali saja penulis sempat merasakan campuran yang pas. Begitu terasa enak, penulis berusaha mengulangi lagi. Ternyata tak bisa diulang.  Sepertinya hanya nasib.  Beruntung saja dapat pas.  Masih panjang perjalanan trainingnya.

Mencoba latihan barista di rumah (dokumen pribadi)
Mencoba latihan barista di rumah (dokumen pribadi)
Kembali ke Kopi Tubruk

Akhirnya penulis kembali bikin kopi ala jaman baheula, yakni kopi tubruk. Terasa lebih nyaman di lidah. Cara bikin kopi yang sudah terbiasa sejak puluhan tahun lalu bahkan sejak kecil mengenal kopi. Jadi susah menghilangkan tabiat lama.  Lidah nggak gampang diajak kompromi apalagi dibohongi.

Dulu semasa kecil, penulis sering lihat kakek minum kopi.  Kopi kakek hasil gorengan sendiri.  Beli kopi mentah di pasar, dicampur irisan kelapa dan beras mentah lalu digoreng (tanpa minyak, digongso bahasa jawanya) di atas bejana (penggorengan terbuat dari tanah liat).  Nenek yang menggoreng dan numbuk setelah matang.  Kadang penulis ikut numbuk.  Sebuah proses pembuatan kopi tubruk yang amat melelahkan karena harus ditumbuk dan disaring berkali-kali.

Begitu Kakek bangun tidur di pagi hari, kopi harus sudah terhidang di meja.  Selalu nenek yang nyeduh.  Bila diseduh orang lain, kakek akan segera tahu. Begitu disruput langsung grundelan kalau diseduh tangan lain. Pernah aku bikinkan. Begitu diminum, kakek langsung ngomel: "Kopi kok koyo uyuh jaran!" artinya, kopi kok kayak air kencing kuda. Karena kopinya kurang kental.  Tapi menurut takaranku sih, sudah amat kental.***HBS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun