Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Kursus Barista buat Petualang Kopi

5 Oktober 2019   12:07 Diperbarui: 6 Oktober 2019   04:58 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena demikian peliknya, mesin espresso banyak dilengkapi oleh timer. Jadi tinggal ngatur kelembutan butir kopinya. Bahkan sudah otomatis menghentikan aliran air panas sesuai ukuran. Otomatisasi pembuatan kopi menghasilkan rasa yang cukup konsisten. Tergantung keahlian orang yang nyetel.  Kalau lidahnya nggak terlatih, ya konsistensi rasa yang dihasil tidak enak.  Tidak enak kok konsisten?

Setelah dapat selembar ijasah kursus barista, penulis beli sendiri mesinnya dan latihan bikin kopi di rumah. Setelah berbulan-bulan bikin kopi pakai mesin espresso, hanya beberapa kali saja penulis sempat merasakan campuran yang pas. Begitu terasa enak, penulis berusaha mengulangi lagi. Ternyata tak bisa diulang.  Sepertinya hanya nasib.  Beruntung saja dapat pas.  Masih panjang perjalanan trainingnya.

Mencoba latihan barista di rumah (dokumen pribadi)
Mencoba latihan barista di rumah (dokumen pribadi)
Kembali ke Kopi Tubruk

Akhirnya penulis kembali bikin kopi ala jaman baheula, yakni kopi tubruk. Terasa lebih nyaman di lidah. Cara bikin kopi yang sudah terbiasa sejak puluhan tahun lalu bahkan sejak kecil mengenal kopi. Jadi susah menghilangkan tabiat lama.  Lidah nggak gampang diajak kompromi apalagi dibohongi.

Dulu semasa kecil, penulis sering lihat kakek minum kopi.  Kopi kakek hasil gorengan sendiri.  Beli kopi mentah di pasar, dicampur irisan kelapa dan beras mentah lalu digoreng (tanpa minyak, digongso bahasa jawanya) di atas bejana (penggorengan terbuat dari tanah liat).  Nenek yang menggoreng dan numbuk setelah matang.  Kadang penulis ikut numbuk.  Sebuah proses pembuatan kopi tubruk yang amat melelahkan karena harus ditumbuk dan disaring berkali-kali.

Begitu Kakek bangun tidur di pagi hari, kopi harus sudah terhidang di meja.  Selalu nenek yang nyeduh.  Bila diseduh orang lain, kakek akan segera tahu. Begitu disruput langsung grundelan kalau diseduh tangan lain. Pernah aku bikinkan. Begitu diminum, kakek langsung ngomel: "Kopi kok koyo uyuh jaran!" artinya, kopi kok kayak air kencing kuda. Karena kopinya kurang kental.  Tapi menurut takaranku sih, sudah amat kental.***HBS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun