Aku bukan type orang yang suka mbanyol, cenderung pendiam bahkan. Â Tapi anehnya, setiap aku ngomong, orang-orang di sekitarku nampak ketawa terbahak-bahak. Aku nggak ngerti lucunya dimana? Apalagi ketika aku ngomong tentang bosku yang medit dengan budget, mereka seperti kemekelen rame-rame. Â Aku ngomong apa adanya, fakta nyata, kok banyak yang ketawa? Â Apanya yang lucu?Â
Apa karena bahasa Inggrisku yang belepotan? Aku bertanya-tanya dalam hati tapi tidak peduli lagi dan bahkan kulanjutkan ngomong ngomentari orang-orang sekerja yang malas. Aku tak mendengar komentar mereka, tapi kulihat mulutnya terbuka tertawa lebar.
Sampai usai pesta, telingaku masih saja susah buat mendengarkan dan bibirku masih terasa tebal. Â Beberapa teman menyalamiku untuk berpisah dan masih menyisakan sungging tawa di bibirnya. Â Hidungku terasa sempit untuk bernafas.
Aku pulang naik kereta commuter. Sepanjang perjalanan menuju stasiun, banyak orang menatapku dengan sorot mata aneh. Â Bahkan beberapa dari mereka menyimpangi jalanku. Menjauhiku ketika aku menanti datangnya kereta. Â Jalanku serasa mengambang.
 Duduk di kereta pun rasanya pantat nggak lengket dengan kursi.  Kuingsut-ingsutkan pantatkku, kugesek-gesekkan ke kursi, kutepuk-tepuk bantalan tempat duduk, tapi tak berubah.  Kulihat tak ada yang duduk dekat tempat dudukku.Â
Mataku serasa sepet, kutatapi semua orang yang ada di gerbong kereta. Â Aku tak bisa melihat muka mereka dengan jelas. Â Banyak yang memalingkan mukanya, menghindari tatapanku.
Apakah aku mabuk? Sehingga mereka sengaja menghindariku? Enggan berurusan dengan orang mabuk? Â Tapi kepalaku tidak terasa pusing. Â Kata teman, kalau mabuk kepalanya pusing. Â Cuma memang denyut nadiku kurasa sampai kepala.
Ketika esoknya masuk kerja, banyak teman bilang bahwa aku kemarin kebanyakan minum. Â Too much fun, katanya. Mereka sepertinya ngiri karena akulah yang paling menikmati acara pesta karyawan akhir tahun ini. Â Entah kenapa tiba-tiba aku jadi populer di tempat kerja.
Hampir semua yang kutemui ramah padaku. Seperti mereka ikut pingin terkenal. Â Bahkan banyak yang jarang kutemui pun tiba-tiba datang menyalamiku, mengucapkan selamat natal dan tahun baru sambil senyum simpul.
Diam-diam aku kok menikmati keadaan ini. Rasanya kok enak jadi orang terkenal. Diramahi banyak orang. Aku seperti menjadi orang yang beda. Â Nikmat juga. Rasanya pingin mengulangi lagi kapan-kapan nanti.
Ah, kok ingat tanah air. Yang kurasakan itu baru "mabuk" alkohol. Â Bagaimana rasanya kalau mabuk agama? Mabuk politik? Mabuk kekuasaan? Mabuk demo? Lebih ngeri-ngeri sedap barangkali. Tingkahnya lucu-lucu, tak sadar ditertawakan orang banyak dan mereka bangga. Â *** HBS