Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tak... Dung... Tak.. Dung... Sarimin Dadi Tentara

22 Maret 2013   09:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:25 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertunjukan Ledek Kethek di jalan. (Foto: Koleksi pribadi kiriman mas Pranawa Martosuwignjo)

Bagi masyarakat yang tinggal di Jawa, penjaja miniatur sirkus keliling ini pasti tidak asing lagi. Meski keberadaan mereka kembang kempis tapi sepertinya beberapa masih bisa bertahan hidup. Entah sampai kapan mereka bisa bertahan di jaman yang media hiburan marak di mana-mana saat ini. Sanggupkah mereka bersaing? "Sarimin nyolong tela", "Sarimin nggolek kayu", "Sarimin lunga neng pasar", demikian sedikit gambaran perintah-perintah sederhana yang dilontarkan oleh pelatihnya pada artis kera dalam pertunjukan sirkus mini ala Jawa yang dikenal dengan berbagai nama: Ledek Kethek, Tandak Bedhes atau Kethek Ogleng, Ledek Munyuk, Topeng Monyet dan lain-lain. Perintah "Sarimin nyolong tela", artinya Sarimin (nama keranya) mencuri ketela.  Kera itu pun lalu menyahut mainan gerobak dan menariknya ke sana ke mari. Perintah-perintah yang akrab dengan hidup keseharian rakyat pedesaan. Karena lehernya terikat tali atau rantai, kera jawa itu tidak bisa berjalan jauh. Hanya sekitar dua meter dari sutradaranya. Sementara anak-anak kecil mengelilingi panggung sirkus terbuka itu dalam jarak aman dari jangkauan kera. img class="alignnone size-medium wp-image-131746" title="113503c2a882b9ef50121d8aac1a236f" src="http://stat.ks.kidsklik.com/ci/image/media/300x300/640x480/2013/03/22/113503c2a882b9ef50121d8aac1a236f.jpg" alt="113503c2a882b9ef50121d8aac1a236f" width="586" height="439" />

Atraksi si kera dalam pertunjukan Ledek Kethek di jalan. (Foto: Koleksi pribadi kiriman mas Pranawa Martosuwignjo)

Jangan bandingkan sirkus rakyat ini dengan circus berkelas internasional semacam Cirque du Soleil (English: Circus of the Sun)[p] yang berasal dari Kanada.  Sirkus Jawa ini meski juga berfungsi sebagai media hiburan bagi anak-anak kecil di pedesaan, perlengkapan yang dipakai ala kadarnya. Memang ada yang lebih kreatif dalam memberi kostum si kera.  Namun peragaan yang dilakukan tidaklah serumit dalam pertunjukan sirkus profesional.  Perintah-perintah dan atraksinya boleh dibilang tidak banyak variasinya. Pertunjukan sirkus mini ini bisa dilakukan di sembarang tempat. Bisa di halaman rumah, di pinggir jalan bahkan di teras rumah. Tidak makan banyak tempat. Asesoris yang dipakai juga tidak banyak. Kereta dorong, payung, topeng, kursi, kadang  senjata laras panjang dari kayu (memainkan tentara)  dan lain-lain tergantung kreativitas penyedia jasa sirkus mini ini. Musik pengiring juga ala kadarnya. Kadang ketipung atau kendang kecil. Beberapa pengusaha sirkus mini ini kadang juga melengkapi dirinya dengan loud speaker dan musik pengiring dari kaset. Binatang lain yang disertakan dalam sirkus mini ini juga tidak selalu ada. Biasanya hanya melibatkan seekor kera sebagai pemain tunggal. Namun ada juga yang membuat pertunjukan lebih menarik dengan mempekerjakan seekor anjing yang akan dinaiki si kera atau atraksi lain menurut perintah majikannya. Untuk lebih seram lagi, kadang seekor ular phyton juga diikut-sertakan. Ular phyton tersebut besarnya bervariasi dan dimasukkan dalam kotak kayu yang dipikul bersama perlengkapan lainnya. Namun ular tersebut tidak diikutkan dalam atraksi bersama si kera.  Cukup dikalungkan di leher pemiliknya dan ditunjukkan pada penonton.  Kadang beberapa anak kecil diperbolehkan memegangnya, meski banyak yang ketakutan berlari menjauh. Meski tanpa atraksi, ular ini bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak kecil. Jeritan ketakutan mereka menambah suasana makin meriah. [caption id="attachment_244115" align="alignnone" width="640" caption="Pertunjukan yang disukai oleh anak-anak. (Foto: Koleksi pribadi kiriman mas Pranawa Martosuwignjo)"][/caption] Tidak diketahui dengan pasti asal usul atau mulai adanya pertunjukan sirkus keliling rakyat ini di Indonesia. Foto yang ada tentang pertunjukan ini diambil pada tahun 1947.  Foto yang menggambarkan pertunjukan ledhek kethek yang disaksikan oleh anak-anak Belanda dan anak-anak Indonesia diabadikan oleh fotografer Belanda bernama Charles Breijer, seorang fotografer Belanda yang tergabung dalam organisasi fotografer Belanda bernama "de Ondergedoken Camera". [caption id="attachment_244116" align="alignnone" width="750" caption="Pertunjukan ledhek kethek yang disaksikan oleh anak-anak Belanda dan anak-anak Indonesia pada tahun 1947. (Sumber foto: http://resources21.kb.nl/gvn/NFA02/NFA02_chb-5164-6_U.JPG)"]

13642058641108859685
13642058641108859685
[/caption] Menurut Matthew Isaac Cohen, "Multiculturalism and Performance in Colonial Cirebon" pertunjukan sirkus mini ini telah populer di kalangan rakyat pedesaan sejak awal tahun 1890an. Tidak penulis ketahui apakah sirkus mini ini ada hubungannya situs makam keramat Ledek Kethek di Sinoman, Salatiga, Jawa Tengah.  Tempat di mana orang mencari wangsit atau mencari kode nomer togel yang tepat.  Makam tersebut adalah tempat disemayamkannya Nyai Ledek atau nama aslinya Nyai Anom yang dipercaya punya kekuatan mistis dalam budaya Jawa. Pertunjukan sirkus mini ini masih bisa ditemui di berbagai tempat.  Memang sudah mulai jarang dan susah untuk mencarinya.  Namun pada hari-hari besar, terutama menjelang hari raya, banyak penyedia jasa sirkus mini tiba-tiba muncul. Tarif yang dipatok relatif tidak mahal. Tahun kemarin ongkosnya sekitar Rp10 ribu. Itupun hasil dari tawar menawar.  Biasanya penyedia jasa ini tidak banyak menawar.  Mereka senang diberi kesempatan untuk memainkan trik-trik mereka dan mendapat penghasilan ala kadarnya. Karena pertunjukan lebih banyak disukai oleh anak kecil, jangan beranggapan bahwa penyedia jasa sirkus ini punya mental ramah terhadap anak-anak kecil.  Meski rata-rata terlihat senang menghibur anak-anak, namun ada juga yang bersifat kethus pada anak-anak.  Bahkan melarang penonton untuk memotret pertunjukannya. Entah apa alasanya. Yang jelas, mereka masih perlu ditraining dalam bidang customer service dan pengetahuan tentang psikologi anak. Tapi resikonya, beaya untuk pertunjukan bisa mahal. Karena mungkin si penyedia jasa perlu pakai dasi segala. Pertunjukan tradisi kerakyatan memang berangkat dari kesederhanaan. Masih beruntunglah kita bila berkesempatan menikmati kehadiran mereka di jaman digital ini.  Hanya dengan uang beberapa lembar ribuan telah membantu kehidupan penyedia jasa miniatur sirkus ini. *** (HBS) Untuk melihat pertunjukan Ledek Kethek bisa dilihat di Youtube: http://www.youtube.com/watch?NR=1&v=aMtn7FsUBYM&feature=endscreen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun