Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ikut Merekam Perjalanan Sejarah, Buku Baru "Jokowi (Bukan) untuk Presiden"

4 Oktober 2013   09:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:01 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_283036" align="alignnone" width="614" caption="Narsis bentar bersama buku baruku (dokumen pribadi)"][/caption]

AKHIRNYA sampai hari ini ke tanganku juga buku JOKOWI BUKAN UNTUK PRESIDEN. Perlu empat hari perjalanan dari tanah air hingga tiba di alamatku di Australia.  Buku karya kolaborasi penulis di Kompasiana itu datang diantar oleh pak pos siang hari. Saya sudah menduga buku kiriman datang ketika pintu diketuk. Langsung saja apa yang saya kerjakan, apa yang ada di tangan langsung aku buang. Semrinthil buka pintu.

Kulihat pak pos sudah siap dengan gadget tanda tangan penerima. Pinginnya tak royok saja tuh buku di tangannya. Setelah tanda tangan bungkusan parcel itu pindah ke tanganku. Langsung semrinthil ke gudang, tempat baca dan ruang kerjaku sehari-hari.  Cari-cari gunting atau pisau untuk membuka bungkusan parcel nggak ketemu. Langsung saja saya robek-robek bungkusnya pakai tangan. Hati-hati jangan sampai ikutan merobek bukunya.

Badala, gambar Jokowi yang senyum langgak-langgak itu kelihatan. Sampul buku yang sudah aku kenali lewat foto-foto. Tidak asing lagi. Sebelum baca, kupotret dulu. Mejeng dengan buku.

Sambil menenangkan diri, kubolak-balik buku itu. Pertama yang kucari di daftar isi adalah tulisanku. Lalu membaca daftar penulisnya di bagian belakang. Sebagian besar sudah aku kenal.  Sebagian lagi, baru kali ini lihat namanya.

Selintas melihat penampilan fisik buku ini, tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Kertas cetakan bermutu pas-pasan saja. Cukup tebal juga bukunya. Tapi cukup menyenangkan untuk bisa dibawa ke mana-mana karena ukurannya sedang dan bobotnya ringan.

Design cover depan dan belakang tidak masalah bagi saya, tapi design bagian dalamnya kok kesannya kurang pas dengan content-nya. Rasanya saya mendapatkan buku fiksi. Kurang mendukung sebagai artikel yang bersifat ilmiah populer.  Apakah ini memang disengaja?  Karena isi buku ini lebih banyak bersifat personal?  Pandangan pribadi para penulis-penulisnya tanpa batasan ketat keilmuan? Betulkah?

Tapi bagaimanapun juga buku tersebut menurut saya kesannya seperti buku fiksi. Pada setiap pergantian tulisan, judul baru selalu dihiasi dengan motif daun dan bunga. Ilustrasi foto-foto pelengkap artike dibentuk semacam album fotonya ABG. Demikian juga foto-foto para penulis di halaman belakang. Deskripsi penulis dibatasi kotak hitam terpisah dari foto penulis dengan font putih dan bergaris-garis putus di pinggirnya. Tulisan pergantian bagian atau bab kayak call out di komik dengan latar belakang hitam dan  huruf kapital semua berwarna putih. Pada daftar isi, setiap tulisan tidak dberi nomer urut tapi asterik. Kesannya setiap tulisan seperti lepas. Tidak terkait satu sama lain.  Tidak runtut. Sempat bikin bingung untuk menandai dengan runtut mana-mana yang sudah dibaca nantinya.

Itulah kesan pertama saya secara fisik tentang buku Jokowi.  Terasa kurang ada kadar gigitannya. Kurang terasa slenthingannya. Kurang terasa greget mbalelonya. Kurang terasa kadar kekritisannya. Terasa kurang mendukung kesan yang ada di sosok Jokowi yang seneng dobrak-dobrak.  Penampilan fisik buku ini terasa terlalu lembut. Bahkan terkesan lugu. Apakah keluguan yang hendak disinyalkan dalam bentuk fisik buku ini? Sebagaimana keluguan Jokowi?  Bedanya, keluguan Jokowi itu kadang bisa menendang. Keluguan design fisik buku ini kayak orang tanpa dosa.  Pokoknya mengalir. Belum-belum kok kesannya bikin lelah.

Untuk mempermudah pembaca agar tidak kehilangan jalur, buku ini dibagi dalam 6 bagian.  Dalam satu bagian paling sedikit terdapat lima tulisan yakni di bagian 1 Rekam Jejak dan terbanyak 25 tulisan di bagian 3 Pro-Kontra. Jumlah tulisan per bagian itu tanpa ada nomer urutnya. Jadi harus menghitung tanda asterik yang terdapat di depan masing-masing artikel.

Terlepas dari penampilan fisik, isi buku ini lumayan variatif.  Luar biasa keluasan bahasan masalahnya. Padahal hanya seputar seorang sosok bernama Jokowi. Ternyata fenomena Jokowi bisa ditinjau dari berbagai sudut pandang. Untuk membaca buku ini diperlukan ketenangan pikir dan harus siap membagi-bagi bagian otak untuk mengingat dan memahami dengan baik sosok Jokowi agar diperoleh gambaran yang koheran tentang sosok fenomenal ini.

Terimakasih sekali atas jerih payah Kompasiana dalam menggalang artikel penulis di blog keroyokan dan menjadikan sebuah buku yang bermanfaat untuk dimiliki. Jokowi memang pantas untuk dimasukkan dalam sejarah pergerakan bangsa kita. Sikap dan gaya kepemimpinannya telah membawa angin segar dalam kehidupan politik dan budaya birokrasi di Indonesia.  Dengan menuliskannya berarti kita ikut merekam perjalanan sejarah itu sebagai saksi hidup. Mudah-mudahan para penulis buku ini menjadi bagian dari proses sejarah bangsa kita itu. *** (HBS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun