Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Enggan Keluar dari Comfort Zone

17 Januari 2014   07:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Why don't you use the toilet?" saran penulis dan bilang bahwa tindakannya itu tidak sehat dan menjijikkan.

Orang Yugoslavia itu minta maaf. Katanya ia terbiasa buang air kecil di alam terbuka. Memang dari obrolan kami, ia cerita bahwa di negaranya ia punya tanah pertanian cukup luas. Tanah pertanian itu sekarang digarap oleh adik-adik dan orangtuanya. Ia juga cerita bahwa ia punya beberapa sapi. Dan sapi itu ditaruh di dalam rumah dan kamarnya berdekatan dengan kandang sapi!

Tidak menyangka bahwa ada juga orang bule dari Yugoslavia yang hidupnya masih seperti itu. Menurut bayangan penulis, negara bule Yugoslavia itu sudah makmur dan maju. Masalah buang air kecil seperti ini pasti sudah disadari aturan dan sopan santunnya.

Cerita tentang buang air kecil di alam terbuka, penulis jadi ingat masa kecil. Saat bermain-main bersama teman, biasanya kalau merasa pingin kencing, kita langsung saja menepi menjauh dari tempat permainan mencari tempat sepi dan kecing. Biasanya di pagar tetangga, di tembok rumah atau di semak-semak tanaman. Memang jauh terasa lega kencing di alam bebas daripada harus mencari WC dan kencing di tempatnya.

Kebiasaan kurang baik itu akhirnya hilang sendirinya setelah menginjak SMA. Sudah merasa malu. Kalau tidak kepepet benar, pasti cari tempat yang disediakan meskipun baunya amat menyengat. Kala itu, toilet-toilet umum di tanah air dan juga di sekolah biasanya memang jauh dari perawatan yang memadai. Kamar belakang adalah kamar pembuangan. Sudah semestinya kotor dan bau. Itu kira-kira kebiasaan orang jaman dulu. Bahkan beberapa kalangan masyarakat tidak merasa perlu untuk punya kamar belakang. Kalau ada kebun atau sungai, di situlah mereka buang hajat.

Namun kebiasaan buang hajat sembarangan itu tidak separah sebagaimana yang terjadi di Taiwan. Pemerintah Taiwan merasa kewalahan dengan kebiasaan orang yang buang hajat besar di lantai kamar toilet. Sebuah kebiasaan yang aneh. Mereka masuk ke kamar toilet untuk buang air besar di lantai sementara toilet itu persis ada di belakangnya. Kebiasaan buruk itu memaksa pemerintah Taiwan untuk bikin peringatan demi menjaga kenyamanan dan membantu pekerjaan si pembersih toilet.

[caption id="attachment_306458" align="alignright" width="320" caption="Sumber gambar: http://www.sumut24.com/photo/1355232455HL2=toilet.jpg"]

[/caption]

Kebiasaan memang susah dihilangkan. Apalagi yang menyangkut sebuah kenyamanan. Kita cenderung enggan merubah sesuatu yang telah membuat kita merasa nyaman. Alasan lain-lain sepertinya jadi tidak penting. Termasuk alasan kesehatan. Kita kalau buang hajat besar terbiasa dengan posisi jongkok. Begitu masuk toilet berposisi duduk, terasa sekali perbedaannya. Kadang malah tidak bisa melakukannya dengan posisi duduk. Kadang orang lalu nongkrong di toilet yang sebenarnya dimaksudkan bukan untuk ditongkrongi. Orang melakukannya bukan karena alasan kesehatan, tapi alasan kebiasaan dan kenyamanan. Kenyamanan kadang tanpa sadar telah memenjarakan kita. Kenyamanan bisa membuat orang enggan untuk beringsut dari comfort zone-nya. Menutup kemungkinan untuk menerima hal-hal yang lebih memerdekakan, membebaskan dan memanusiakan.

Sewaktu mahasiswa, penulis pernah berkunjung dan menginap di tempat seorang teman di kampungnya. Rumahnya agak masuk pelosok di pesisir dan berada di sisi tebing sebuah gunung. Udaranya sejuk. Air pegunungan melimpah tanpa henti mengalir. Penduduk di situ memakai air sumber untuk keperluan masak dan mandi dengan mengalirkan lewat selang-selang dan pipa yang cukup panjang. Rumah teman tersebut cukup bagus bila dibanding rumah-rumah lain di kampung. Halaman depannya luas dan terawat. Ada teras di depan rumah yang enak buat duduk-duduk dan ngobrol.

Petang itu saat kami ngobrol di teras, kakek teman datang dari kunjungan rutinnya ke warung kopi tetangga. Kakek teman tersebut memang cukup populer di kampung. Umurnya sekitar 70an tahun tapi nampak sehat dan lincah. Setiap petang ada saja orang yang dikunjunginya. Tapi paling sering berkunjung di warung kopi pinggir jalan dan ngobrol dengan penduduk desa lain.

Ketika kakek tersebut memasuki halaman rumah, tanpa sungkan-sungkan beliau menyingsingkan sarungnya dan hendak kencing di halaman masuk rumah. Teman penulis dari kejauhan langsung saja berteriak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun