Sebuah kesalahan harus dibetulkan. Itu logika sederhananya. Seseorang yang telah berbuat salah harus diingatkan dengan baik-baik agar tahu kesalahannya dan memperbaiki kesalahan itu agar lebih baik. Sebuah tujuan pelaksanaan logika yang amat baik. Tapi tujuan baik jika tidak dilaksanakan dengan baik belum tentu punya dampak baik pula.
Seorang tenaga finansial kontroler sebuah perusahaan menemukan kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pegawai departemen lain. Perusahaan tidak mengalami kerugian karena kesalahan prosedur tersebut. Kesalahan melulu hanya pada prosedur yang tidak menaati kebijaksanaan teknis perusahaan.
Finansial kontroler tersebut menegur langsung pegawai departmen lain yang salah prosedur tersebut. Tujuan dari finansial kontroler itu bagus tapi pelaksanaan dari dari tujuan itu salah. Ia juga tidak melewati prosedur selayaknya. Seharusnya ia menyampaikan kesalahan pegawai itu pada pimpinannya. Kemudian pimpinan langsung dari pegawai tersebutlah yang akan menegur bawahannya. Jalur komando seharusnya mengikuti struktur organisasi.
Seorang ibu hendak memberikan sebuah hp baru yang lebih canggih pada anaknya. Hp yang dipunyai anaknya dianggap sudah ketinggalan jaman. Anaknya sudah lama pingin hp yang lebih baik. Pasti akan senang sekali menerima pemberian hp baru dari ibunya itu. Maka, begitu anaknya datang dari sekolah, ia berikan hp baru itu. Dan benar anak itu senang bukan main. Ia peluk ibunya sambil mengucapkan terimakasih.
Sepintas tidak ada yang salah dalam peristiwa itu. Tujuannya baik dan disambut dengan baik pula. Tapi alangkah bijaksananya jika si ibu tersebut menunggu kesempatan yang lebih baik untuk memberikan hp baru itu. Misalnya sehabis anak ujian dan mendapat nilai bagus. Atau sehabis anak membersihkan kamarnya dan sebagainya. Sehingga anak bisa belajar menghargai bahwa sesuatu yang bernilai tidak datang begitu saja tanpa usaha.
Jika pelaksanaan dari tujuan baik itu diterapkan dengan benar, si anak akan memperoleh manfaat lebih dari sekedar hp baru. Ada nilai lebihnya. Tujuan baik saja tidak cukup. Tujuan baik harus disertai pula dengan sebuah tanggung jawab.
Tapi memang tidak bisa dipungkiri bahwa tidak setiap orang punya kemampuan berpikir logis sama. Logika yang nampak sederhana belum pasti diterima sama oleh semua orang. Kejadian dan fakta sama belum tentu dicerap sama maknanya oleh semua orang. Tergantung dari pengalaman hidup, pendidikan, budaya dan keluasan lapangan berpikirnya.
Jangan remehkan logika-logika sederhana di sekitar kita. Kejeniusan ada batasnya, sementara kebodohan tak terbatas lantai dasarnya. Orang bisa melakukan tindakan sebodoh-bodohnya orang bodoh dan merugikan orang-orang di sekitarnya melebihi dari yang bisa dibayangkan. Hanya karena sesuatu yang dipikir secara logika nampak sepele.
Manusia memang mahluk yang super kompleks. Kadang bisa melakukan suatu tindakan yang tak bisa diduga lewat nalar.*** (HBS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H