Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jokowi Ternyata Diskriminatif dan Demokrasi Pilih Kasih

12 Februari 2014   11:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:54 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: http://www.itoday.co.id/wp-content/uploads/2012/10/Jokowi_di_Pasar.jpg

[caption id="" align="alignnone" width="606" caption="Sumber foto: http://www.itoday.co.id/wp-content/uploads/2012/10/Jokowi_di_Pasar.jpg"][/caption]

LELAKI mana yang tidak senang disambut dengan ramah oleh seorang gadis dan berwajah cantik lagi? Memang secara umum, gadis cantik lebih mendapat keuntungan karena penampilannya. Orang lebih punya sikap positif terhadap penampilan yang menawan atau apalagi cantik dan seksi. Seolah yang berwajah cantik itu yang pintar, tidak bersalah dan mendapat pandangan positif.

Sikap apriori tersebut nyatanya dipertahankan di banyak tempat tidak saja di Indonesia, tapi juga di negara maju. Bedanya di negara maju dilakukan secara terselubung karena hukum-hukum positif yang tegas. Jika tak hati-hati bisa terjerembab dalam jaring-jaring hukum dengan konsekwensi cukup berat. Sementara di Indonesia sikap diskriminatif tersebut dilakukan secara terang-terangan, terbuka bahkan lewat media massa.

kita semua tahu bahwa cewek cantik cenderung lebih dipermudah dalam perjalanan kariernya. Lebih dipercaya menduduki posisi empuk. Namun, jika dihubungkan dengan alam profesionalisme, sebenarnya bentuk dan rupa wajah tidak ada hubungannya.

Di Australia pernyataan yang menyinggung bentuk tubuh, rupa, dan ciri-ciri fisik lain dan dihubungkan dengan pekerjaan dianggap melawan hukum. Mendiskriminasi orang lain. Tidak melihat manusia sebagaimana manusia seutuhnya berdasar kemampuannya. Melihat manusia hanya berdasar selera pribadi yang dangkal.

Di Indonesia sering sekali kita baca iklan lowongan kerja dengan menyebutkan persyaratannya secara jelas melakukan tindak diskriminasi. Misalnya umur, jenis kelamin, penampilan, status perkawinan dan lain-lainnya. Jika ditengok dari segi profesionalisme, apa hubungan persyaratan tersebut dengan kemampuan orang? Tidak ada.

Sangat mengherankan, pada saat kita mendengung-dengungkan alam keterbukaan, reformasi dan demokrasi sementara hal-hal yang jelas-jelas menyatakan sikap diskriminatif tersebut dengan leluasa ada di depan mata tanpa ada pihak yang memprotesnya.

Bahkan tidak tanggung-tanggung sikap diskriminatif tersebut secara terbuka dilakukan oleh orang yang kini punya ranking tertinggi elektabilitasnya sebagai calon presiden RI, Jokowi.

Gubernur DKI Jakarta tersebut meminta petugas di garda depan kelurahan dipasang pegawai berwajah cantik dan ramah untuk menyapa tamu (sumber). Apa hubungannya wajah cantik dengan sikap ramah? Memangnya yang punya wajah tidak begitu cantik tidak bisa ramah? Mungkin definisi "ramah" yang diutarakan Jokowi beda dengan definisi ramah yang ada dalam kepala penulis.

Sungguh ironis juga, Jokowi yang ditiupkan membawa perubahan dalam alam reformasi birokrasi dan demokrasi justru mengisyaratkan sikap diskriminatif seperti itu. Jokowi memang tak bisa disalahkan, karena memang demikianlah pandangan umum masyarakat kita. Tapi kalau sikap diskriminatif tersebut tidak segera disadari, demokrasi akan bisa menjadi sekedar buah bibir yang enak diucapkan. Tidak mungkin ada demokrasi jika sikap diskriminatif tetap dipertahankan, sekecil apapun ukuran dan bentuknya. Karena melawan dasar dan nyawa dari demokrasi itu sendiri.

Nampaknya sikap Jokowi tersebut secara latah diikuti oleh Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil dalam merekrut Satpol PP di wilayah kerjanya.

Wajah garang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung bakal berubah tahun ini. Pasalnya, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil telah meminta kepada Kepala Satpol PP Kota Bandung untuk merekrut gadis cantik sebagai anggota, demikian ditulis di Kompas.com (sumber).

Contoh berikutnya sikap diskriminatif cukup halus juga dilontarkan oleh kompasiana sendiri. Dalam lomba menulis cerpen dalam rangka hari Valentine, persyaratan yang dicantumkan terkesan aneh. Panitia menyaratkan agar cerpen ditulis secara kolaborasi (Lihat di sini). Apa hubungannya sebuah cerpen dengan kolaborasi? Bahkan kolaborasi tersebut harus dilakukan oleh pasangan lawan jenis, tidak sesama jenis. Sebuah persyaratan yang mendiskriminasi orientasi seksual seseorang. Apa hubungan antara sebuah cerpen dengan orientasi seksual penulisnya?

[caption id="attachment_311630" align="alignnone" width="497" caption="Syarat lomba nulis cerpen yang terkesan diskriminatif. Sumber screenshot kompasiana http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2014/02/07/valentinsiana-event-fiksi-valentine-di-kompasiana-630125.html"]

13921781101893428599
13921781101893428599
[/caption]

Mungkin bagi masyarakat Indonesia, hal-hal tersebut di atas belum menjadi permasalahan mendasar. Mungkin banyak dari kita belum merasakan tindakan tersebut di atas sebagai hal yang melawan sikap demokrasi karena diskriminatif.

Tapi siapa tahu bahwa ada orang-orang yang merasa dirugikan dengan persyaratan yang diskriminatif tersebut tapi tidak berani menyatakannya? Kadang orang-orang yang mengalami sikap dan sistem diskriminatif tidak menyadari bahwa dirinya telah dirugikan karena tingkat kesadaran tentang hukum dan haknya yang belum memadai. Atau sikap diskriminatif tersebut masih kita anggap sebagai obyek guyonan? Bagaimana mungkin kita bisa mencapai alam demokrasi sebenarnya bila sikap diskriminatif dipelihara? Demokrasi kok pilih kasih? Apa ada?*** (HBS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun