Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Gado-gado di Australia

10 Januari 2014   05:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:58 1448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_305137" align="alignnone" width="614" caption="Majalah komunitas India. Satu terbitan masyarakat India dari Fiji dan satunya terbitan India. Pemakaian bahasa gado-gado di koran atau majalah komunitas sesuatu yang normal. (Sumber foto: Dokumentasi pribadi.)"][/caption]

Selama tinggal di Australia bertahun-tahun, hal paling menyenangkan adalah bila ketemu orang Indonesia di tempat-tempat yang memungkinkan untuk bertegur sapa. Misalnya di hotel, di restaurant atau di tempat-tempat yang tidak menyangka bisa ketemu.

Apalagi kalau ketemu dengan orang sedaerah, langsung saja bicara dan cerita panjang lebar pakai bahasa daerah. Perjumpaan itu seperti menemukan seorang sahabat yang lama berpisah. Pembicaraan berlangsung akrab. Bahkan saking akrabnya, beberapa di antara mereka malah seperti saudara sendiri dan tetap membina kontak hingga saat ini.

Kadang saat jalan-jalan di supermarket, bila mendengar orang bercakap-cakap memakai bahasa Indonesia rasanya ayem. Seperti mendengar lagu nina bobo. Apalagi kalau mendengar percakapan bahasa Jawa, telinga rasanya langsung berdiri saking senangnya. Gendang telinga seolah langsung terbuka lubangnya lebar-lebar begitu mendengar bahasa yang dikenal akrab itu.

Ketika berada di negaranya orang, penulis merasa beruntung sekali punya bahasa Indonesia. Bahasa yang dipakai oleh orang dari Sabang sampai Merauke. Dan dengan bangga kita bisa bercakap-cakap dengan bahasa itu saat berada di luar negeri tidak saja sesama bangsa tapi juga para warga asing yang pernah berkunjung ke Indonesia.

Merasa bangga sebab penulis membandingkan dengan bangsa lain yang ada di Australia. Penulis punya kenalan beberapa orang asal India. Sebagaimana kita ketahui, India juga punya puluhan suku dan mungkin ratusan bahasa. Tapi siapa sangka ternyata orang India bila ketemu sama-sama orang India, mereka tidak langsung bicara dengan bahasa nasional mereka, tapi memakai bahasa Inggris. Alasannya, menurut seorang teman, mereka bisa saja tidak menyukainya bahkan tersinggung bila diajak bicara memakai bahasa India. Penulis tak habis pikir, kenapa mereka bisa tersinggung?

Orang India memang ada di mana-mana. Bahkan banyak orang India di Australia yang bukan asli orang India. Meski mereka dilahirkan tidak di India (banyak orang India kelahiran Fiji), tapi mereka tetap punya darah India. Kalau tidak bisa bahasa India, bisa dimengerti. Tapi mereka asli India dan bisa bahasa nasional India namun bisa tersinggung bila diajak berbahasa India?

Mungkin itu hanya pernyataan sepihak dari kenalan tersebut. Rasanya terlalu mengada-ada. Mungkin karena ketemu di situasi yang membuat orang merasa nggak kepenak bila diajak bicara dengan bahasa mereka sendiri sebab ada orang lain beda bangsa di sekitar mereka. Mereka tidak ingin terkesan mengabaikan orang lain yang mungkin tidak mengerti bahasa mereka.

Bahasa di Tempat Kerja

Australia sebagai negara multikultural yang terdiri dari berbagai bangsa asal imigran, maka tidak aneh mendapati dalam satu perusahaan pekerjanya terdiri dari berbagai asal kebangsaan dengan masing-masing bahasanya. Beda perusahaan beda variasi atau komposisi kebangsaannya. Bahkan dalam satu perusahaan, lain departeman lain pula komposisi asal negara pekerjanya.

Imigran asal India, China, Filipina paling menyolok kehadirannya. Jumlah mereka cukup banyak. Jalinan kekerabatan komunitas mereka pantas dikagumi. Mereka saling tolong menolong dan kerjasama dalam banyak hal. Bahkan mereka suka memilih tempat tinggal yang berdekatan. Maka dikenal daerah-daerah tertentu banyak orang Indianya, Filipinanya atau Chinanya. Tapi tentu saja hal ini bisa diperdebatkan, sebab secara statistik barangkali tidak cukup kuat mendukung argumen tersebut. Untuk urusan statistik ini sengaja tidak akan disinggung dalam artikel ini.

Di tempat kerja, mereka kadang berbicara memakai bahasa mereka sendiri dan lupa bahwa di sekitar mereka ada orang dari bangsa lain yang tidak mengerti pembicaraan mereka. Reaksi orang beda-beda dalam menanggapi keadaan tersebut. Umumnya mereka menghiraukan saja pembicaraan itu. Kadang dengan gurauan mereka menyindir.

"As long they don't mention my name," begitu kata seorang karyawan.

"As long they didn't talk about me. It's fine with me. I don't care," begitu kata lainnya.

Tapi ada juga yang malah geli mendengar pembicaraan dengan bahasa yang tidak dipahami itu. Dan beberapa di antara mereka mencoba menirukan bahasa mereka dengan kata-kata asal-asalan tapi bunyinya mirip-mirip bahasa Filipina atau India.

Beberapa ada yang pengertian. Mereka minta maaf atau minta permisi untuk bicara memakai bahasa daerah mereka jika ada orang lain di sekitarnya yang tidak mengerti bahasanya. Dan biasanya orang lain juga tidak keberatan. Namun ada juga yang merasa tersinggung karena mereka seperti tidak dihargai.

Namun tidak jarang atasan mereka menegur agar mereka memakai bahasa Inggris di tempat kerja. Tidak ada peraturan khusus di Australia yang mewajibkan orang untuk memakai bahasa Inggris. Pemakaian bahasa diserahkan pada masing-masing individu. Tapi biasanya di tempat kerja, pimpinan menghendaki agar mereka memakai bahasa Inggris untuk menghindari salah pengertian antar karyawan.

Bisa dibayangkan jika pimpinannya orang India dengan anak buah dari berbagai negara, tapi kemudian memakai bahasa India pada karyawan sebangsanya di hadapan karyawan lain. Mereka asyik ngomong India sementara karyawan lainnya tak mengerti sama sekali. Keadaan ini bisa menyulut konflik karena dianggap pilih kasih dan diskriminasi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa menggunakan bahasa sendiri memang mengasyikan. Godaannya terlalu berat untuk tidak melakukannya. Guyonan dengan memakai bahasa Inggris akan sangat terasa lain dibanding dengan guyonan memakai bahasa sendiri yang kita kenal budayanya. Belum lagi nuansa keakrabannya. Kadang obyek pembicaraan juga nggak akan cocok bila didengar dalam kebudayaan Australia. Misalnya bicara tentang pakaian seorang karyawan yang merangsang dan menggoda nafsu. Bisa dianggap aneh bahkan mata keranjang. Atau seorang cewek muda yang suami Australianya tua dan sebagainya. Membicarakan sesuatu yang biasa, lumrah dan pemandangan sehari-hari di Australia tapi aneh di Indonesia dan sebaliknya biasa di Indonesia kedengaran aneh di Australia.

Di Australia juga dianggap tak pantas membicarakan urusan privacy orang lain. Sementara bagi orang Indonesia, bergunjing adalah hal yang dianggap lumrah, bahkan terkesan akrab. Sharing informasi tentang kehidupan pribadi orang lain biasa dilakukan oleh kebanyakan orang Indonesia.

Penulis sendiri kalau ketemu karyawan sesama dari Indonesia, lebih sering berbahasa Inggris. Kalau pakai bahasa Indonesia harus celingukan dulu, memastikan tak ada orang di sekitar. Meski sebenarnya topik pembicaraan menyangkut hal-hal yang umum. Bila memang perlu, kadang kami campur-campur bahasanya untuk memberi peluang orang lain jika kebetulan ada yang ikut mendengarkan, agar bisa mengira-ngira topik pembicaraan. Dengan demikian tidak dikira lagi membicarakan hal-hal buruk tentang orang lain.

Tapi kadang keadaan jadi cukup menggelikan ketika lawan bicara tetap pakai bahasa Indonesia, sementara yang lawan bicara lainnya memakai bahasa Inggris. Meski memakai dua bahasa beda, komunikasi tetap berlangsung lancar-lancar saja. Memang kesannya cukup sok berlagak juga.*** (HBS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun