Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Australia Banyak Orang Tidak Punya Uang Tunai

5 Januari 2014   06:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang bule yang selalu memakai celana pendek dan nampak kumuh tersebut ternyata punya rumah dan tanah pertanian amat luas. Beratus-ratus hektar. Memang tidak aneh jika penduduk asli Australia biasanya punya tanah ratusan hektar. Tapi kenapa ia masih melakukan pekerjaan sebagai sopir truk sampah?

"I need cash," katanya singkat.

Ternyata apa yang diomongkan masuk akal juga. Meskipun ia punya tanah luas, tapi tidak punya uang tunai. Tanahnya yang luas tersebut tidak bisa menghasilkan uang dengan cepat. Harus nunggu waktunya panen atau uang sewa tanahnya dibayar. Padahal kalau tanah dan rumahnya dijual, bisa laku jutaan dolar. Apalagi harga rumah dan tanah di Australia sekarang ini melambung tinggi.

Kehidupan keluarga petani di Australia dan Indonesia sepertinya punya masalah sama cuma beda secara kuantitas. Penghasilan keduanya tergantung pada musim. Hasil panen akan melimpah jika musimnya bagus. Jika tidak, maka hidupnya bakal mepet hingga pada musim panen berikutnya. Petani perseorangan di Indonesia tanahnya tidak seluas tanah petani Australia.

Tanah luas dengan sendirinya perlu peralatan pertanian untuk bisa mengolahnya dengan baik. Maka tidak aneh jika petani perseorang di Australia punya banyak alat-alat berat untuk mengolah tanahnya. Alat-alat berat itu harganya bisa jutaan dolar. Dan biasanya mereka dapat pinjaman dari bank untuk membelinya. Sekali sukses panen, hasilnya melimpah. Tapi hutangnya di bank juga besar. Ketika tanah pertanian mereka dilanda banjir atau paceklik, banyak petani bisa bangkrut (sumber).

Bagi para imigran yang datang ke Australia, kebutuhan rumah dan isinya merupakan kebutuhan yang menempati urutan pertama. Sewa rumah (median rata-rata $285 per minggu) atau flat makin tahun makin mahal. Demikian juga harga rumah. Maka, bisa memiliki rumah sendiri secepatnya adalah tujuan utama imigran sebelum harganya makin tak terjangkau. Rumah bisa diangsur maksimum selama 25 tahun. Jika rajin nabung dan membayar cicilan utama, rumah bisa dilunasi di bawah lima tahun. Median cicilan rumah tiap bulannya sekitar $1800. Dan median pendapatan per individu $577.00 (sumber).

Karena alasan di atas, para imigran begitu masuk Australia langsung kerja membanting tulang agar bisa membeli rumah impian mereka dan melunasi cicilannya secepat mungkin. Harga-harga rumah di sekitar Sydney makin tahun makin tak terjangkau masyarakat umum. Harus membeli agak jauh dari lingkaran kota Sydney untuk rumah yang berharga lebih murah dan sesuai dengan pendapatan mereka.

Jika sebagian besar gaji dipakai mencicil rumah, maka tidak heran jika uang tunai mereka sangat minim. Belum lagi kalau mereka juga harus mencicil pembayaran mobil atau cicilan credit card untuk keperluan lain mereka.

Negara kaya memang dikenal oleh masyarakat kita bahwa masyarakatnya hidup sejahtera dan kecukupan. Atau menurut tetangga desa saya dibilang sebagai negara yang "sarwo tinuku" dan "gemah ripah loh jinawi". Anggapan tersebut tidak benar sepenuhnya. Meski di negara kaya yang masyarakatnya terlindungi jaminan sosial dan kesehatannya, tapi tanpa uang tunai secukupnya mereka tetap saja "sengsara".

Nabung Masa Tua

Menurut sensus tahun 2011, 32,1% penduduk Australia yang jumlahnya 21.507.717 jiwa sudah punya rumah sendiri, 34,9% dalam proses pembayaran dan 29,6% masih menyewa (sumber). Median harga rumah di NSW sebesar $637.400. Rata-rata kredit pemilikan rumah di NSW sebesar $307.000. (sumber)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun