Saya merasa kasihan melihatnya. Ia kini nampak tua dan badannya makin kusut. Saya bersikap biasa saja. Berusaha menempatkan diri sebagaimana saat ia mentraining saya dulu. Bagaimanapun juga ia orang yang berjasa dalam mengantarkan saya ke posisi saat ini.
Kalau bukan dia, saya tak akan mendapat kesempatan ini. Maka sudah selayaknya saya tetap hormat padanya. Ia bagai seorang guru yang berhasil mengantar anak didiknya ke jenjang hidup lebih baik. Seperti seorang guru SD yang sudah tahunan mengajar dan murid-muridnya pun sudah ada yang sudah menjadi menteri bahkan seorang presiden. Ia tetap bangga sebagai guru SD.
Bedanya, seorang guru SD tidak akan mengumpat muridnya yang lamban menerima pelajaran. Apalagi sampai berpendapat bahwa murid itu tak pantas sekolah di tempatnya mengajar. Ia tidak akan bersikap congkak dan sok paling pinter. Ia akan menolongnya dengan baik. Itulah tugasnya. Dan ia tahu, setiap murid berbeda kemampuannya. Siapa tahu muridnya itu nantinya bakal punya posisi jauh di atasnya. Dan tidak dipandang sebagai saingannya dalam mempertahankan posisinya sebagai guru SD. Ia hanya bertugas mengantarkan muridnya agar nantinya punya kehidupan lebih baik. Meski jauh lebih dari dirinya sendiri.*** (HBS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H