Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Capres Sebatas Debat Pundi-pundi Rakyat

16 Juni 2014   17:32 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:31 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara Jokowi membicarakan pundi-pundi itu dari sudut pandang mikro. Sebagai pelaku ekonomi di lapangan. Kebijaksanaan pemerintah dibangun dari bawah ke atas. Konsep ekonomi makro, bagi Jokowi hanya perlu dianalisa secara umum yang penting titik beratnya menguntungkan masyarakat luas. Jokowi lebih memperhatikan ekonomi yang memihak pada ekonomi mikro. Para pelaku-pelaku ekonomi di lapisan bawah. Bagi Jokowi, ekonomi mikro dan sistem yang bekerja dengan baik dengan sendirinya akan memperkuat ekonomi makro nantinya.

Pundi-pundi itu dibagikan dengan membenahi sistem dan mentalitas penerimanya. Jokowi tidak terlalu menjanjikan dan berharap apa isi dan berapa banyak yang ada di pundi-pundi. Apalagi berapa besar yang akan dibagikan. Tapi mengefisienkan sumber-sumber dana yang ada dan mencoba untuk realistis. Contoh konkritnya Jokowi menunjukkan kartu sehat dan kartu pendidikan dengan menegaskan bahwa ia tidak hanya bicara anggaran tapi bicara tentang sebuah sistem yang bekerja sehingga menutup bocornya anggaran. Dengan sistem yang berjalan, anggaran akan menyentuh kepentingan masyarakat yang membutuhkan yang menjadi tujuan semula kemana anggaran itu hendak dibelanjakan.

Ketika Jokowi menjawab pertanyaan kontrak pemerintah yang sudah ada, Jokowi secara realistis menjawab perlunya mempelajari dan menilai kembali klausul dari kontrak. Bila ada yang bisa direvisi, maka akan dilakukan revisi demi kepentingan rakyat banyak. Jika tak bisa direvisi, Jokowi menghargai isi kontrak. Trust perlu dibangun. Jokowi tak akan menunda atau melakukan negosiasi kembali atas kontrak yang sudah ditanda-tangani. Jokowi tidak menyinggung rasa nasionalisme, tapi secara realistis bersikap sebagaimana seorang pengusaha dan tidak dari kalangan militer. Mungkin jawaban akan beda jika Prabowo ditanya tentang masalah sama ini. Mungkin Prabowo akan menasionalisasikan aset negara.

Presiden dan Pemimpin

Jokowi memang belum pantas jadi presiden. Tapi ia pantas untuk jadi seorang pemimpin. Demikian menurut penilaian pribadi saya. Prestasi sebagai seorang pemimpin sudah dibuktikan oleh Jokowi saat menjadi walikota dan gubernur. Jokowi bisa menyerap aspirasi rakyat dan perbedaan pandangan dari orang-orang sekitarnya dari latar belakang berbeda dalam hal kepentingan, karakter dan politik. Koalisi tanpa syarat juga menjadi bukti bahwa Jokowi bisa menyatukan perbedaan. Dan kini didukung oleh JK sebagai wakilnya. JK telah kita kenal sebagai tokoh yang berhasil mendamaikan beberapa konflik.

Prabowo pantas jadi presiden, tapi belum tentu bisa menjadi seorang pemimpin. Track record kepemimpinannya menjulur panjang ke masa orba dan hingga kini masih jadi perdebatan tak kunjung jelas duduk perkaranya. Prabowo mempunyai sisi-sisi yang tak begitu mudah untuk diungkap. Sejarah masa lalunya masih perlu digali lebih dalam. Simpang siurnya perdebatan tentang track record Prabowo masih hangat dibicarakan oleh banyak kalangan. Terutama dari kalangan dari mana Prabowo berasal, kalangan militer itu sendiri. Kualitas pribadi Prabowo tidak diragukan bahwa ia pantas menjadi presiden. Tapi sebagai pemimpin ia harus membuktikan bahwa ia bisa mendamaikan pendapat pro dan kontra tentang dirinya sebelum merambah pada hal-hal di ranah keindonesiaan yang lebih luas.

Barangkali apa yang kita butuhkan ke masa depan bagi Indonesia adalah adanya pemimpin yang memberi ruang untuk melakukan rekonsiliasi nasional. Agar sejarah bangsa ini jelas dan tidak ragu-ragu lagi untuk melangkah ke masa depannya. Bangsa yang tahu sejarahnya dan bangga dengan sejarahnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Bangsa yang punya karakter karena bisa melihat dengan jelas sejarah bangsanya. Tidak perlu melihat jauh ke belakang mengenang sejarah kejayaan Majapahit, cukup sejarah sejak Indonesia meraih kemerdekaan. Sejarah sepanjang 69 tahun ke belakang belum begitu jelas dan masih jadi perdebatan siang siur hingga kini. Bagaimana kita bisa melihat bangsa kita ke depannya? Bagaimana kita punya karakter jelas jika sejarah masa lalu kita tidak jelas? Sejarah hasil tambal sulam di sana-sini?

Pundi-pundi rakyat itu selamanya ada dan tersedia. Siapapun pemerintahnya. Karena negara kita memang kaya. Siapapun bisa membagikan pundi-pundi rakyat itu dengan cara dan programnya yang dianggap terbaik. Memilih presiden tidak terbatas pada siapa yang paling baik dalam membagikan kue pundi-pundi rakyat itu. Tapi masalah bagaimana pundi-pundi rakyat itu bisa membuat kita semua merasa bangga, merasa memiliki, merasa diperlakukan adil dan terlibat dalam hal pembagiannya adalah pertanyaan bagi kita semua dalam menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin bangsa kita pada pilpres 2014 nanti. Seorang pemimpin yang terbuka untuk dinilai track record masa lalunya dan bersedia untuk menggali kebenaran sejarah bangsa. Sehingga bisa membuat kita percaya bahwa pundi-pundi itu akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk membangun Indonesia di masa depan dari pijakan yang jelas dan jernih.*** (HBS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun