Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Pilpres 2014: Be Yourself, Pak Jokowi

21 Juni 2014   13:07 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:55 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka sebaiknya dihindarkan penggunaan kata-kata yang perlu penjelasan panjang. Hindarkan pula pesan-pesan yang perlu penafsiran sendiri. Menyindir dengan halus adalah contoh penyampaian pesan terselubung. Gunakan strategi untuk memakai kata-kata direct atau langsung sebagaimana bahasa dalam kontrak atau perjanjian hukum. Ringkas, padat dan jelas. Strategi ini amat bagus untuk melawan jenis komunikasi yang mengarah pada retorika yang memang diarahkan untuk memotivasi atau membangkitkan hati dengan penggunaan kata-kata yang sarat kandungan emosinya. Kata-kata yang terbuka untuk dijelajahi dan diresapi secara subyektif dan personal.

Sebagai orang lapangan, Jokowi lebih kenal dengan data-data lapangan. Penyampaian data-data lapangan ini tidak saja bagus untuk mengeliminir keraguan tapi juga untuk menegaskan fakta dan membuktikan kompetensi diri. Penonton digiring untuk melihat fakta daripada retorika. Kenyataan daripada rencana. Kerja nyata dan bukan sekedar wacana.

Jika bertanya, rumuskan pertanyaan sejelas-jelasnya. Pastikan bahwa orang yang ditanyai mengerti apa yang ditanyakan. Hindarkan pertanyaan yang sloganistis karena akan mengundang jawaban yang sloganistis juga. Hindarkan pertanyaan yang bersifat prerogatif atau pertanyaan yang berandai-andai. Pertanyaan yang mengundang jawaban terbuka dan berandai-andai pula.

Pertanyaan sebaiknya menukik pada masalah sehingga didapat jawaban yang terperinci dan tepat sasaran. Tidak perlu pertanyaan yang berat-berat seolah makin berat makin membuktikan bahwa pikiran kita berbobot. Karena pertanyaan yang berat kadang punya efek bumerang. Seolah kita tak tahu masalah dan tak tahu bagaimana merumuskan pertanyaan. Pertanyaan lebih penting daripada jawaban. Kata pepatah pertanyaan adalah bingkai jawaban. Orang yang bertanya sebenarnya lebih tahu dari yang ditanya. Pertimbangkan juga masalah alokasi waktunya untuk menjawab.

Dan jangan bertanya terlalu sederhana yang berkesan melecehkan intelektual yang ditanya. Karena pertanyaan yang terlalu sederhana juga punya efek bumerang. Pertanyaan Jokowi tentang DAO, DAK dan TPID adalah jenis pertanyaan bermata dua yang bisa diartikan terlalu sederhana. JIka tahu singkatannya, maka pertanyaan bisa diklasifikasikan pertanyaan bagus. Tapi kalau tujuannya untuk menjebak kelemahan lawan lewat singkatan, maka pertanyaan menjadi amat sederhana dan kekanak-kanakan. Ketidak-tahuan atas jawaban bukan berarti kelemahan atau keterbatasan pengetahuan akan masalah. Tentu saja hal ini bukan sasaran dari debat. Debat adalah mencari tahu kebenaran dari masing-masing orang. To seek the truth of the matters. Bukan usaha untuk membungkam lawan lewat kepongahannya. Ini lebih dikenal dalam debat kusir. Yang dicari kemenangan dan bukan kebenaran.

Jokowi terkesan lebih elegan dan intelektual jika saja ia menjelaskan singkatan dan alasan kenapa hal itu ditanyakan. Pastikan pertanyaan yang dilemparkan dimengerti oleh yang ditanya. Ulangi pertanyaan jika memang perlu untuk meyakinkan. Bukankah tujuan bertanya adalah usaha menggali kebenaran? Bila pertanyaannya nggak jelas bagaimana kita memperoleh jawaban yang mengarah pencarian kebenaran? Biarkan yang ditanya menjawab pertanyaan yang sudah jelas. Pertanyaan jelas seharusnya jawabannya juga jelas. Selanjutnya biarkan penonton menilai dari jawaban yang diberikan.

Jauhkan usaha-usaha baik secara langsung atau tak langsung untuk mendiskreditkan masalah pribadi lawan. Tidak berkeluarga, duda, janda, gemuk, kurus, kerempeng dan lain-lain yang mengarah pada pribadi, sterotyping dan labelling. Masalah seperti ini berada di ranah pribadi dan tidak pantas dimunculkan dalam debat publik. Tidak ada nilai positifnya menjatuhkan orang lain karena penilaian ranah pribadi ini. Malah terkesan gosip dan murahan.

Jika Jokowi harus menyatakan ekspresi rasa cintanya pada isterinya, lakukan dengan kesungguhan dan menghargai perasaan orang lain. Duda atau janda bukan syarat kualifikasi untuk menjadi seorang presiden dan sebaiknya tidak dipandang sebagai sebuah kekurangan. Masalah kepemimpinan adalah masalah kualitas personal dan bukan yang lainnya.

Debat presiden kali ini menurut saya yang perlu ditekankan adalah masalah keikhlasan lawan ambisi, kejujuran lawan kecurangan, kesungguhan lawan polesan, kebenaran lawan kebohongan dan seterusnya. Itulah isu-isu yang aktual tersebar di masyarakat. Yang perlu dilakukan adalah penekanan nilai-nilai positif tanpa harus menjatuhkan penilaian negatif.

Jika Jokowi ikhlas dan tidak jadi masalah jika ia tak terpilih jadi presiden, maka hal ini perlu diaksentuasikan pula. Jokowi pernah bilang di berbagai kesempatan bahwa ketika ia diangkat jadi walikota adalah faktor kecelakaan. Demikian pula saat menjadi gubernur DKI. Dan juga untuk menjadi capres. Jokowi juga pernah menyatakan bahwa kerjasamanya dengan Ahok bisa lancar karena tidak adanya unsur kepentingan pribadi. Nilai-nilai positif khas Jokowi ini perlu digarap melawan perjuangan kekuasaan melulu demi kedudukan dan uang.

Dalam alam demokrasi dan budaya global, jenis pemerintahan yang diperlukan kini dan masa depan adalah pemerintahan yang melayani masyarakat. Jika Jokowi memang ikhlas sebaiknya tekanan dalam persaingan capres kali ini adalah mengajak pemerintah di bawah pimpinan siapapun untuk melayani masyarakat. Mengajak untuk bersama-sama berbuat positif buat masyarakat. Saingan merebutkan kursi presiden adalah persaingan sama-sama menggali hal positif dengan tawaran program-program unggulan masing-masing dan tidak saling menjatuhkan. Persaingan semacam inilah yang cocok dengan budaya kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun