Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Satpam di Australia

29 Juni 2014   13:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:18 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_331232" align="alignnone" width="571" caption="Lembaga training menjadi satpam banyak terdapat di Australia. (sumber foto: http://www.universalacademy.com.au/uta_blog/wp-content/uploads/2013/10/securityguard5.jpg)"][/caption]

Menjadi polisi, tentara atau satpam di Australia sepertinya tidak perlu berbadan penuh otot. Syarat-syarat penerimaan untuk menjadi polisi atau tentara dalam websites mereka, penulis tidak menemukan persyaratan tentang badan berotot ini. Di tentara cuma disebut bahwa pendaftar harus punya BMI (body mass index) antara 18.5 hingga 30. Bisa push up 15 kali.

Untuk polisi perihal BMI tidak disebutkan. Tapi harus bisa renang sepanjang 100 m tanpa alat bantuan atau dibantu. Hal yang menurut pengetahuan penulis paling diutamakan adalah kesehatan psikologis dan catatan kriminal. Terutama untuk catatan kriminal, hampir dipastikan bahwa jika orang pernah tercatat melakukan tindak kriminal bakal tidak akan lolos dan tidak bisa menghindar. Hukum-hukum untuk menutupi catatan kriminal punya sanksi cukup berat.

Syarat umum lainnya untuk menjadi polisi di Australia adalah: punya motivasi tinggi, integritas pribadi, kesadaran budaya dan kemauan untuk bekerja sama dengan komunitas di masyarakat. Kenapa syarat umum ini disebutkan sebagai dasar barangkali karena masyarakat Australia yang multikultural. Terdiri dari imigran berbagai kebangsaan dengan kebudayaan beda.

Untuk menjadi tenaga satpam jauh lebih mudah lagi. Setiap orang bisa jadi satpam. Tinggal kursus tentang teori satpam sesuai jenis keamanan yang dikehendaki. Kalau cuma untuk keamanan di supermarket, gudang dan tempat-tempat yang tak tinggi resikonya sertifikat tenaga satpam bisa dengan mudah didapat. Tidak perlu badan kekar atau menguasa seni beladiri. Ketrampilan fisik dalam bela diri dinomer-duakan. Diserahkan pada masing-masing individu. Jika satpam untuk resiko tinggi barulah ketrampilan penguasaan diri perlu dilatih secara khusus.

Penulis mengenal beberapa tenaga satpam baik wanita dan pria. Mereka bekerja di supermarket dan perusahaan bisnis sipil. Dan mereka buta sama sekali dengan ilmu bela diri. Menjadi satpam adalah pilihan pekerjaan. Tidak banyak orang senang bekerja menjadi satpam. Meski secara fisik tidak terlalu keras, tapi waktu kerjanya sepertinya lebih panjang. Gaji seorang satpam memang tidak seberapa beda dengan gaji pegawai atau pekerja di kantoran.

Pekerja satpam tidak harus berseragam sama. Tergantung dimana perusahaan atau tempat bekerjanya. Satpam tak lebih dari tenaga kerja biasa yang punya ijasah atau sertifikat menangani keamanan. Banyak hukum yang perlu diketahui oleh seorang satpam. Hak-hak dan kewajibannya. Mereka harus sadar bahwa mereka bukan tenaga penegak hukum formal. Mereka ditraining terutama dalam peraturan-peraturan bagaimana menghadapi masalah dengan orang lain.

Banyak aturan yang bisa menjerat seorang satpam jika tidak hati-hati memperlakukan orang lain. Kontak fisik amat dibatasi. Privacy perseorangan amat dihargai. Tidak boleh asal memegang, menjamah, menarik dan sebagainya. Menggeledah dengan menggerayangi badan sudah diluar kewenangan seorang satpam. Tergantung tingkat sertifikat satpam yang dipunyai. Menggeledah tubuh adalah kewenangan polisi atau penegak hukum formal. Orang bisa menuntut balik si satpam kalau penanganannya tidak memenuhi aturan.

Bagi negara yang masyarakatnya patuh hukum, menjadi tenaga satpam sepertinya lebih mudah. Karena mayoritas masyarakat akan mematuhi orang-orang yang punya kewenangan dalam hal peraturan. Jadi meski orangnya kecil, kerempeng dan nampak klemar-klemer kalau ia punya kewenangan dalam peraturan orang lain pasti mengikuti perintahnya. Tidak peduli siapapun mereka. Berbadan besar dan berotot bukan alasan untuk tidak taat aturan.

Orang yang berwenang secara resmi bersertifikat dalam menegakkan peraturan berarti ia punya kwalitas di atas orang-orang kebanyakan. Orang berwenang tersebut sudah dianggap sebagai perpanjangan hukum formal. Memandang fisik, ras, etnis, gender dan seterusnya sudah tidak relevan. Tidak peduli apakah ia orang kulit putih tinggi besar atau orang Asia yang kecil, pendek dan kerempeng. Jika ia punya kewenangan atas peraturan, orang akan mikir dua kali untuk menentangnya.

Dua pihak berada di koridor hukum sama. Masing-masing tahu batas hak-hak hukumnya. Satpam tahu batas kewenangannya dan tidak bisa bertindak di luar batas kewenangan hukumnya. Selama satpam tersebut berada di koridor hukum, tidak ada alasan bagi orang lain untuk tidak tunduk pada perintahnya. Dan selama satpam tersebut bertindak dalam batas kewenangannya, hukum formal akan melindungi dirinya sebagai tenaga resmi penegak peraturan sesuai bersertifikat yang dimiliki.

Jika seorang satpam berada di daerah abu-abu, pada saat itulah ia akan panggil polisi. Bantuan polisi akan datang dalam hitungan beberpa menit. Polisi akan mengevaluasi keadaan. Lebih besar kemungkinan bahwa polisi akan memihak pada tenaga satpam ini. Karena satpam dianggap sebagai pihak yang tahu peraturan.

Hukum-hukum formal di Australia begitu banyak cakupannya. Menebang pohon di rumah sendiri ada aturannya. Menebang pohon tetangga yang merambah ke halaman ada aturannya. Menangani pencuri yang masuk rumah ada aturannya. Begitu ke luar dari halaman rumah, aturan formal sudah menjaring siapa saja. Hanya orang yang belajar tentang hukum dan terspesialisasi yang tahu jabarannya.

Jika terjadi perselisihan, pihak yang berperkara akan mengadunya di muka pengadilan. Pengacara yang tahu dengan detail tentang peraturan punya kemungkinan lebih besar untuk memenangkan perkara. Oleh karena keadaan inilah, orang yang berprofesi pengacara menduduki tempat terhormat dengan gaji besar di masyarakat Australia. Di universitas, jurusan hukum menduduki ranking tertinggi untuk syarat masuknya melebihi jurusan lain-lainnya. Bisa diterima di universitas jurusan hukum jadi amat bergengsi. Hasil nilai test masuknya mendekati sempurna.

Ketegasan seseorang dalam menegakkan peraturan bukan dilihat dari bentuk fisik, kulit, etnis, wajah, seragam dan lain-lainnya, tapi dari penguasaan materi aturannya. Karena penegakan hukum atau peraturan akan berjalan efektif jika masing-masing pihak tahu koridor hukum masing-masing.

Jika masyarakat awam tidak tahu aturan, maka pihak yang berusaha menegakkan peraturan akan kewalahan. Demikian juga sebaliknya, jika penegak hukum salah dalam menempatkan peraturan masyarakat secara kritis bisa menilai dan tinggal menyerahkan ke lembaga hukum untuk diadili. Maka masalah akan selesai dan tidak berkepanjangan. Penegak aturan tersebut tak bisa bersikeras bahwa dirinya tak melawan hukum lagi. Apalagi sampai mengundang protes masyarakat untuk menjungkalkannya secara legal.

Tidak jarang penegakan peraturan dilakukan dengan paksaan karena lemahnya kesadaran hukum di masyarakat. Jika skala aturan itu menyangkut isu nasional, tidak berlebihan jika kekuatan militer akan digunakan. Kebenaran aturan berdasar kedekatan dengan kekuasaan. Fitnah, bohong, menyebarkan kebencian dan pencemaran nama baik tak apa dilakukan asal punya pendukung di kekuasaan.

Dalam budaya demokrasi, penegakkan hukum secara paksa sudah bukan modelnya. Peraturan harus disosialisasikan. Kesadaran hukum masyarakat harus dibangkitkan. Peraturan akan berjalan dengan baik bahkan terkesan otomatis karena budaya patuh hukum sudah tercipta. Tidak perlu lagi dipaksakan. Apalagi dengan ancaman penampilan fisik dengan memekarkan otot-otot lengan dan kepalan tangan. Kesannya kok tidak elegan dan kurang beradab. Lebih mengandalkan okol daripada akal. Kalau sudah begini, kesempatan bagi orang untuk menjadi satpam akan diskriminatif. Hanya yang kekar dan pandai silat saja yang bisa jadi satpam. Dan bukan masalah isi kepalanya dalam hal pengetahuan tentang hukum dan peraturan.*** (HBS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun