Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Satpam di Australia

29 Juni 2014   13:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:18 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14039988871982696186

Jika seorang satpam berada di daerah abu-abu, pada saat itulah ia akan panggil polisi. Bantuan polisi akan datang dalam hitungan beberpa menit. Polisi akan mengevaluasi keadaan. Lebih besar kemungkinan bahwa polisi akan memihak pada tenaga satpam ini. Karena satpam dianggap sebagai pihak yang tahu peraturan.

Hukum-hukum formal di Australia begitu banyak cakupannya. Menebang pohon di rumah sendiri ada aturannya. Menebang pohon tetangga yang merambah ke halaman ada aturannya. Menangani pencuri yang masuk rumah ada aturannya. Begitu ke luar dari halaman rumah, aturan formal sudah menjaring siapa saja. Hanya orang yang belajar tentang hukum dan terspesialisasi yang tahu jabarannya.

Jika terjadi perselisihan, pihak yang berperkara akan mengadunya di muka pengadilan. Pengacara yang tahu dengan detail tentang peraturan punya kemungkinan lebih besar untuk memenangkan perkara. Oleh karena keadaan inilah, orang yang berprofesi pengacara menduduki tempat terhormat dengan gaji besar di masyarakat Australia. Di universitas, jurusan hukum menduduki ranking tertinggi untuk syarat masuknya melebihi jurusan lain-lainnya. Bisa diterima di universitas jurusan hukum jadi amat bergengsi. Hasil nilai test masuknya mendekati sempurna.

Ketegasan seseorang dalam menegakkan peraturan bukan dilihat dari bentuk fisik, kulit, etnis, wajah, seragam dan lain-lainnya, tapi dari penguasaan materi aturannya. Karena penegakan hukum atau peraturan akan berjalan efektif jika masing-masing pihak tahu koridor hukum masing-masing.

Jika masyarakat awam tidak tahu aturan, maka pihak yang berusaha menegakkan peraturan akan kewalahan. Demikian juga sebaliknya, jika penegak hukum salah dalam menempatkan peraturan masyarakat secara kritis bisa menilai dan tinggal menyerahkan ke lembaga hukum untuk diadili. Maka masalah akan selesai dan tidak berkepanjangan. Penegak aturan tersebut tak bisa bersikeras bahwa dirinya tak melawan hukum lagi. Apalagi sampai mengundang protes masyarakat untuk menjungkalkannya secara legal.

Tidak jarang penegakan peraturan dilakukan dengan paksaan karena lemahnya kesadaran hukum di masyarakat. Jika skala aturan itu menyangkut isu nasional, tidak berlebihan jika kekuatan militer akan digunakan. Kebenaran aturan berdasar kedekatan dengan kekuasaan. Fitnah, bohong, menyebarkan kebencian dan pencemaran nama baik tak apa dilakukan asal punya pendukung di kekuasaan.

Dalam budaya demokrasi, penegakkan hukum secara paksa sudah bukan modelnya. Peraturan harus disosialisasikan. Kesadaran hukum masyarakat harus dibangkitkan. Peraturan akan berjalan dengan baik bahkan terkesan otomatis karena budaya patuh hukum sudah tercipta. Tidak perlu lagi dipaksakan. Apalagi dengan ancaman penampilan fisik dengan memekarkan otot-otot lengan dan kepalan tangan. Kesannya kok tidak elegan dan kurang beradab. Lebih mengandalkan okol daripada akal. Kalau sudah begini, kesempatan bagi orang untuk menjadi satpam akan diskriminatif. Hanya yang kekar dan pandai silat saja yang bisa jadi satpam. Dan bukan masalah isi kepalanya dalam hal pengetahuan tentang hukum dan peraturan.*** (HBS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun