Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Quick Count Kampanye Hitam Level Dua

10 Juli 2014   14:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:46 3814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404959446829352340

Subyek kampanye hitam setelah pencoblosan akan berbeda dengan sebelum pencoblosan.  Subyek kampanye hitam kini bisa mengarah pada sentimen SARA dalam menyoroti manipulasi lapangan.  Terutama yang paling riskan adalah bila dikaitkan dengan agama dan nasionalisme sempit. Suatu subyek yang amat sensitif untuk meletupkan huru-hara.  Masyarakat mendapat ujian ketahanan mental dan pikirannya untuk tahap kedua dalam menghadapi kampanye hitam.

Hasil quick count yang dianggap kontroversial amat potensial memicu kontroversial berikutnya secara nyata. Real count yang akan dilakukan oleh KPU tanggal 22 Juli nanti, bisa dipastikan penuh dengan kontroversi dan konflik jika tidak diantisipasi dengan baik.  Pihak KPU dan militer/polisi jika tidak menunjukkan sikap netralnya bisa membuat makin runyam keadaan.

Hanya kepada dua lembaga itulah masyarakat mempercayakan keakuratan data dari coblosan. Kedua lembaga itu harus menyadari betapa pentingnya kenetralan mereka demi meredakan emosi masyarakat yang mungkin sudah terpengaruh oleh kampanye hitam. Sedikit ketidak-beresan dalam penghitungan oleh KPU akan memercikkan api sentimen berantai.  Polisi dan militer harus benar-benar menjaga agar KPU bisa berlaku netral. Dan netral bukan diterjemahkan sebagai pembiaran.

Strategi untuk memenangkan pemilihan presiden banyak caranya. Termasuk dengan menghalalkan segala cara.  Meski beberapa kalangan menganggap kampanye hitam jelas-jelas tidak masuk akal. Namun banyak juga kalangan yang percaya dengan media abal-abal.  Termasuk dari kalangan dengan tingkat pendidikan relatif tinggi. Banyak kalangan berpendidikan tinggi yang juga mempercayai lembaga penelitian yang jelas abal-abal reliabilitas dan kredibilitasnya. Jangan menganggap remeh sebuah kebodohan. Genius ada batasnya, tapi tidak demikian halnya dengan kebodohan. Orang bisa melakukan sebuah kebodohan tanpa batas hingga serendah-rendahnya melebihi kebodohan seekor binatang.*** (HBS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun