Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kabinet Jokowi Menghadapi Bahaya Pembusukan dari Dalam

7 November 2014   12:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:24 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan juga terganjal oleh faktor budaya birokrasi yang selama ini membelenggu kita terlalu lama. Sudah terlanjur akrab, dikenal dan kepenak sehingga enggan untuk menerima perubahan. Bukan karena mereka malas, tapi tidak kuasa melawan budaya mereka sendiri. Mereka tak bisa mengubah budaya kerja yang selama ini telah mereka nikmati. Mereka tak kuasa melawan budaya yang mendasari alam batin mereka. Mereka dibesarkan dalam budaya yang senantiasa diharapkan untuk bisa menjaga keseimbangan alam dunia makro dan dunia mikro. Perubahan yang terlalu cepat akan menggoyangkan keselarasan dunia makro dan mikro. Dan ini tidak mengenakkan.

Ketidakseimbangan dunia makro dan mikro mungkin bisa dikuasai dalam batas waktu tertentu. Tergantung dari masing-masing individu dan lingkungan pendukungnya. Tapi tidak bisa diharapkan berlangsung lama. Jika tidak diberi jeda untuk penyesuaian, maka keseimbangan dunia makro dan mikro itu akan bergoncang sedemikian hebat yang akan menggoyahkan tatanan alam budaya mereka. Jika tak terkendali mereka akan mengalami krisis identitas kepribadian. Mereka jadi gelisah dan serba tidak kepenak. Dan tentu saja pilihan terakhir untuk mengakhiri krisis identitas yang berkaitan dengan budaya itu, adalah mengerem laju perubahan dunia makro.

Pengereman laju perubahan dan kecepatan kerja yang didorong oleh kemauan mengatasi krisis identitas pribadi dan acuan budaya tidak bisa disepelekan kekuatannya. Mereka bisa berbuat nekad dan bila perlu menerjang aturan yang telah disepakati demi pembenaran dan keseimbangan budaya yang mereka kenal.

Dan parahnya lagi, budaya masyarakat kita mendukung kekrisisan budaya mereka. Masyarakat kita rata-rata masih belum bisa diajak untuk bekerja keras dan cepat tanpa disediakan waktu untuk membenahi dunia batin mereka.  Perubahan yang terlalu cepat bisa saja tak dipahami oleh masyarakat. Membuat mereka bingung dan bikin galau sehingga bisa berujung pada kekacauan demi menghentikan kegalauan mereka.

Budaya kerja keras dan gerak cepat dalam tenggang waktu tertentu jika tidak disikapi dengan hati-hati bisa menggoncang sendi-sendi kebudayaan yang sudah terlanjur akrab ada di masyarakat. Pembangkangan terkuat barangkali akan lahir dari pihak-pihak yang merasa terancam privilege dan status quonya dari strata sosial tertinggi dan kemudian akan diikuti oleh tataran yang lebih rendah. Kartu Indonesia Kaya misalnya, barangkali issue sosial yang menyiratkan kecemburuan sosial. Di dalamnya tersentuh kekuatiran akan adanya perubahan sendi-sendi sosial dan budaya karena adanya Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat dan terutama Kartu Keluarga Sejahtera.  Ibaratnya, setelah isteri mendapatkan income, tak lagi menghormati si suami.

Mungkin contoh perubahan yang terlalu cepat bisa diambil saat pemerintahan Habibie dan Gus Dur. Mereka berdua mengadakan perubahan begitu cepat berdasar pemikiran diluar masa kekinian masyarakat bahkan menjangkau jauh ke depan. Dan perubahan itu gagal dipahami oleh masyarakat kebanyakan. Pemerintahan Habibie dan Gus Dur tidaklah jelek-jelek amat sebab dalam pemerintahan merekalah kebijaksanaan sosial politik yang mereka putuskan kini baru kita rasakan manfaatnya. Karena perubahan terlalu cepat yang sepenuhnya tidak dipahami masyarakat, umur pemerintahan mereka pun relatif tidak berlangsung lama.*** (HBS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun