Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beberapa Resep Motivator yang Retceh Seretceh-retcehnya

27 Februari 2022   21:44 Diperbarui: 27 Februari 2022   21:50 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama-tama, cara untuk berhenti boros adalah dengan berhenti menghitung isi dompet

Semasa ngekos dulu, saya sering menghitung besarnya pemasukan dan pengeluaran (sebab katanya jadi perempuan itu haruslah lihai mengurus keuangan rumah tangga #ea)

Namun anehnya terlalu matang menghitung keuangan 'negara', isi kepala jadi melulu tentang isi dompet yang ujung-ujungnya hanya melahirkan kekhawatiran tentang cukup atau tidaknya hingga akhir bulan dan yang terparah adalah godaan syaiton yang terkutuk di kedai-kedai dan mal-mal malah makin menguat. Pendeknya hubungan yang linier ini berarti, makin sering menghitung, makin sering ingin jajan. (Oh Apakah saya saja yang mengalami ini?)

Kedua, Jangan Berusaha

Saya akhirnya memutuskan untuk berhenti berusaha menjadi ibu rumah tangga yang (katanya) baik itu. Karena berusaha baik sebenarnya malah berarti kurang baik. Maka dari itu saya lupakan isi dompet dan mulai mengisi pikiran dengan hal-hal lain yang tak banyak orang lain yang akan repot-repot mengurusinya (tapi saya bahagia sekali bisa memikirkannya).

Semisal: mengapa langit itu biru? Mengapa orang-orang ingin ke Mars? Apa agama bagi pohon-pohon? Apa artinya menjadi sekumpulan atom-atom yang memikirkan tentang teori atom? Dsb dsb.

Ketiga, Tidak Ada yang Benar-benar Peduli

Sebagai guru sains, saya mencintai apa yang saya pikirkan tentang sains dan secara alamiah menginginkan orang lain untuk turut jua mencintai apa yang menjadi kecintaan saya tersebut.

Namun, benih-benih kecintaan yang demikian sulit tumbuh di ruang-ruang (yang katanya belajar) yang lebih mementingkan angka-angka ketimbang makna.

Keempat, Toh semuanya pasti akan berlalu

Apakah karenanya saya kecewa?

Kecewa untuk apa dan kepada siapa?

Ada sebaris kalimat yang menyusun dirinya sendiri di kepala tatkala itu. "Semuanya pasti akan berlalu." Dan tentu saja akhirnya saya lupa kapan terakhir kalinya sempat memikirkan kecintaan-kecintaan itu. Lupa yang mana angka dan yang mana makna.

Kelima, Cara membuat luka berhenti berdenyut adalah dengan tidak memperdulikannya

Baru-baru ini saya sedang menghadapi persalinan. Saya kadang ingin seperti orang-orang, hendak pamer bahwa saya sedang berdebar-debar menghadapi persalinan (yang sebenarnya entah untuk apalah coba). Maka dari itu balasan yang saya dapatkan adalah perasaan saya jadi semakin tidak karu-karuan. Cuaca berubah hanya sepersekian detik, dari yang biru cerah menjadi hujan guntur.

Saya sadar sedang terluka dan semakin sering memperhatikan dan memperlihatkan luka bukanlah obat pereda nyeri yang baik. Kita tentu pernah mengalaminya bukan, ketika terluka secara tidak sengaja, perihnya tiba hanya ketika luka tersebut kita sadari kemudian dan lalu semakin sering kita perhatikan.

Terakhir, Tidak ada yang abadi

Saya barangkali bisa saja berkata bahwa benar kesekian resep yang tertera di atas terasa manjur. Namun seperti halnya antibiotik, tidak ada jaminan di masa depan atau bagi orang lain bahwa itu masih jadi obat yang efektif dan efisien. Apalagi bila diminum tidak taat aturan. Maka dari itu saya sangat tidak menyarankan resep ini untuk diikuti mentah-mentah. Ada baiknya ikuti petunjuk dokter atau jadilah dokter bagi diri sendiri (jika memungkinkan). Sekian.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun