Kecewa untuk apa dan kepada siapa?
Ada sebaris kalimat yang menyusun dirinya sendiri di kepala tatkala itu. "Semuanya pasti akan berlalu." Dan tentu saja akhirnya saya lupa kapan terakhir kalinya sempat memikirkan kecintaan-kecintaan itu. Lupa yang mana angka dan yang mana makna.
Kelima, Cara membuat luka berhenti berdenyut adalah dengan tidak memperdulikannya
Baru-baru ini saya sedang menghadapi persalinan. Saya kadang ingin seperti orang-orang, hendak pamer bahwa saya sedang berdebar-debar menghadapi persalinan (yang sebenarnya entah untuk apalah coba). Maka dari itu balasan yang saya dapatkan adalah perasaan saya jadi semakin tidak karu-karuan. Cuaca berubah hanya sepersekian detik, dari yang biru cerah menjadi hujan guntur.
Saya sadar sedang terluka dan semakin sering memperhatikan dan memperlihatkan luka bukanlah obat pereda nyeri yang baik. Kita tentu pernah mengalaminya bukan, ketika terluka secara tidak sengaja, perihnya tiba hanya ketika luka tersebut kita sadari kemudian dan lalu semakin sering kita perhatikan.
Terakhir, Tidak ada yang abadi
Saya barangkali bisa saja berkata bahwa benar kesekian resep yang tertera di atas terasa manjur. Namun seperti halnya antibiotik, tidak ada jaminan di masa depan atau bagi orang lain bahwa itu masih jadi obat yang efektif dan efisien. Apalagi bila diminum tidak taat aturan. Maka dari itu saya sangat tidak menyarankan resep ini untuk diikuti mentah-mentah. Ada baiknya ikuti petunjuk dokter atau jadilah dokter bagi diri sendiri (jika memungkinkan). Sekian.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H