Suatu hari saya sedang membaca buku yang judulnya "Keberanian Mengajar". Buku terbitan Indeks tersebut ditulis oleh Parker J. Palmer. Saya baru membacanya setengah, masih di bab ketiga dari tujuh total keseluruhannya.
Yang menarik adalah tiba di halaman tertentu di bab ketiga itu membuat saya mengingat sesuatu. Dan tahukah apa yang saya ingat itu? Drama-drama Korea yang pernah saya tonton dahulu. Sebagian tulisan di laman buku itu membuat saya mengingat salah satu adegan di dua drama Korea.
Pertama adalah adegan di dalam drama Jewel in The Palace. Tokoh utamanya, Dae Jang Geum kala itu mengikuti ujian masuk untuk menjadi perawat istana. Gurunya memberikan tes tertulis yang menyuruhnya untuk membuat daftar terpisah mana yang merupakan tanaman beracun dan mana yang merupakan tanaman obat.
Jang Geum gagal pada ujian tersebut padahal dia bisa menuliskan banyak tanaman dalam daftar yang dia buat. Sementara temannya Shin Bi mendapatkan nilai sempurna.Â
Dia tidak mengerti mengapa dia gagal. Dia tidak mengerti mengapa Shin Bi berhasil. Padahal sebenarnya gurunya saat itu sedang ingin mengajarkan bahwa tidak ada tanaman yang benar-benar beracun atau tanaman yang benar-benar bisa menjadi obat. Dalam kadar tertentu semua tanaman bisa menyembuhkan atau malah membunuh.
Kedua adalah adegan dalam drama yang berjudul "The Great Queen Seondeok". Adegan yang saya ingat adalah adegan ketika tokoh utama, Deokman sedang berada di kediaman Mishil. Mishil memintanya untuk menjadi pengikutnya tetapi Deokman menolak.
Lalu Mishil berkata, "Baiklah, tokoh jahatnya di sini adalah saya, Putri Cheonmyeong adalah tokoh baik. Tahukah kau bahwa semua orang sebenarnya jahat sejak dilahirkan?"
Deokman menjawab, "Apakah matahari jahat?"
Adik Mishil berkata, "Jahat. Matahari membuat tumbuh-tumbuhan bahkan orang bisa mati karena kepanasan."
Deokman menjawab, "Bagaimana jika tidak ada matahari? Apakah akan ada kehidupan?" lalu dia meneruskan "Apakah air itu baik?"
Adik Mishil menjawab," Baik. Air penting bagi kehidupan."
Deokman menjawab, "Tetapi karena air meluap, banyak orang meninggal."
Jadi, apa yang saya dapatkan dari kedua drama tersebut? Sederhananya bahwa apapun yang ada di semesta ini, apakah itu seseorang, peristiwa atau benda-benda selalu memiliki dua sisi yang ukuran baik dan jahatnya sisi itu rupanya adalah relatif di beberapa permasalahan tertentu, sama seperti betapa relatifnya kebenaran dan keburukannya itu, selalu tergantung situasi dan kondisi. Itulah gagasan besar yang hendak di sampaikannya.
Gagasan tersebut berkaitan dengan yang dituliskan di sebuah laman di dalam buku itu bahwa, "Setiap kelebihan yang dimiliki oleh setiap orang selalu diiringi dengan kekurangan. Setiap kelebihan juga merupakan kelemahan, batasan, sebagai dimensi identitas yang akan terlihat jelas pada saat-saat tertentu," membuat saya---yah, saya sadar ini tergesa-gesa, tapi biarlah---menyimpulkan begini bahwa kehidupan ini.
Apapun itu, entah itu urusan perasaan atau yang lainnya hanyalah tentang dosis atau kata lainnya adalah keseimbangan. Dosis atau keseimbangan itu yang akan menentukan apakah itu akan bermanfaat atau tidak. Seperti kesedihan yang dalam kadar yang secukupnya bisa jadi baik untuk kesehatan jiwa kita atau kebahagiaan yang jika berlebihan bisa jadi malah membawa petaka. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H