Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Diceritakan Angin tentang Kota yang Hancur

4 Januari 2019   10:39 Diperbarui: 5 Januari 2019   01:38 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak apa. Sungguh aku berharap menjadi kenangan yang seperti itu. Kenangan yang tidak pernah pergi dari pikiranmu, tidak pernah hilang dari daftar fail terakhirmu.

Ia sudah tidak lagi menatap cahaya merah di kejauhan itu. Kini ia duduk termenung sembari memeluk kakinya sendiri. Lama ia bertahan pada posisi itu. Cahaya merah, angin, anak-anak tangga dan orang-orang masih sama---diam. Tidak ada suara dan tak ada yang mendengarkan. Satu-satunya suara yang mengusiknya datang dalam pikirannya sendiri.

Makanya kubilang, jangan mencintai orang lain melebihi cintamu kepada dirimu sendiri. Sebab orang lain dapat pergi kapan pun, tetapi dirimu tidak. Selepas kepergian, kau hanya akan merasa hampa, kosong, tercampakkan dan remuk seperti gelas-gelas air mineral yang tergeletak di samping tong sampah.

Sebagian dari dirinya percaya dan sudah menasihatinya beratus-ratus kali. Pada akhirnya ia lebih memilih untuk mencintai seseorang. Ia pikir mencintai adalah sumber dari hasrat hidup. Apalah artinya kehidupan tanpa mencintai dan dicintai. Seperti apa yang dikatakan seorang penulis Jepang yang ia kagumi, orang-orang belajar mencintai dirinya dengan mencintai dan dicintai orang lain.

Tidak lama setelah mereka memulihkan kota, dinas sosial membawamu untuk menemui orang tua asuh. Kau bocah laki-laki yang masih dua belas tahun. Dan mereka pun membawamu pergi. Namun di dalam pikirannya, mereka telah memaksamu pergi. Tentu saja membawa dan memaksa sangatlah berbeda. Seumpama jarak antara dasar laut dan puncak gunung.

Hidup harus terus dijalani, kau harus bahagia, segetir apa pun perasaanmu ketika itu. Kau harus kuat, kau harus bertahan, selemah apa pun daya juangmu yang tersisa. Karena kita tak punya banyak pilihan, selain terus berpura-pura.

Pada hari kepergianmu, ia sungguh ingin berjumpa dan mengatakannya. Namun kau tidak menghampirinya. Tidak memberikannya ruang untuk perpisahan yang semestinya. Saat itu kau tidak menyadari bahwa ia ada di dekatmu. Tahukah kau bahwa itu menyakitinya. Ia mengingat adegan dalam Life of Pi. 

Ia ingat betapa sedihnya ia ketika Pi ditinggalkan oleh seekor harimau---yang telah menemaninya menyeberang samudera---tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Hal yang paling menyedihkan adalah tidak adanya kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal---dialog Pi yang paling ia sukai.

Setidaknya, seperti Pi kepada harimau, ia juga ingin berterima kasih kepadamu. Tanpa kehadiranmu setahun yang lalu, ia barangkali sudah mengiris urat nadinya---setidaknya itulah yang sering dipikirkannya waktu itu. Kuliah dan kehidupan sosial yang gagal, kedua orang tua yang tidak peduli, tidak ada tujuan, dan tidak ada keinginan. Ia telah "mati sebelum mati".

Ia ingin berterima kasih padamu yang sudah memberikan banyak pelajaran tentang bagaimana cara menikmati hidup---ketika ia hampir melupakan bahwa dirinya masih ada di dunia ini. Ia ingin berterima kasih padamu yang sudah mengajarkan cara bersyukur---ketika ia selalu merutuki diri. 

Ia ingin memberitahumu bahwa energi kanak-kanakmu itu telah menyembuhkan kesedihannya. Bahwa tanpa kehadiranmu setahun silam, ia tidak tahu apakah dapat bertahan hingga sekarang. Karenanya ia menyayangimu. Tetapi kau tidak pernah memberinya kesempatan. Kau hanya pergi begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun