"Tidak juga sih."
Jawaban dingin yang memang disengaja.
Mendengarku menjawab demikian kau kembali merengut. Bunga mawar yang kubayangkan di bibirmu tadi tiba-tiba lenyap entah ke mana.
"Jadi, judulnya adalah Mi Goreng."
"Kenapa Mi Goreng?" tanyamu.
"Jika memikirkanmu aku pasti ingat makanan," jawabku sekenanya.
Kau lantas membenamkan kepalamu di bantal lumba-lumba berwarna biru kepunyaanku.
"Kau tahu, aku membunuh diriku sendiri di cerita itu."
"Tunggu! Apa hubungannya mi goreng dengan bunuh diri?"
Tiba-tiba kau tampak bersemangat mendengarkan.
Jadi aku jelaskan padamu bahwa cerita itu akan dibuka dengan sebuah surat yang sedang kutulis yang kira-kira isinya menceritakan tentang apa yang akan aku sampaikan kepada orang-orang di sekelilingku tepat sebelum mati. Namun sialnya seisi kepalaku ternyata hanya dipenuhi dengan perihal kebosanan hidup dan hal-hal yang hambar. Menepis semua itu, aku berusaha memikirkan beberapa kata---sekali lagi---jika ini adalah untuk yang terakhir kalinya.