[caption caption="Menyastrakan Fisika"][/caption]
Pertama-tama perkenalkan saya adalah Yuhesti. Saya sering menautkan "Mora" sebagai akhir dari nama saya. Jangan ditanya kenapa karena jawabannya cukup untuk membuat satu novel.
Melanjutkan profil saya, jika pemirsa belum bosan, saya beri tahukan bahwa saya kuliah jurusan pendidikan Fisika tetapi lucunya saya menyukai sastra. Kata lucu saya kutip dari pengakuan siswa-siswa saya ketika akhirnya saya menjadi guru fisika.
Sastra saya pelajari secara otodidak bersama teman saya sejak tahun 2012. Saya tidak akan menjabarkan apa itu sastra menurut sesiapa atau buku-buku apa. Bagi saya intinya adalah sastra adalah cara terbaik untuk menyampaikan makna. Terserah mau sepakat atau tidak.
Sementara menulis fiksi, kuliah saya di jurusan pendidikan fisika pun lanjut terus sampai akhirnya saya sampai pula pada pilihan, saya ingin serius di mana? Alih-alih memilih, saya malah berpikir jika saya bisa menjalani semuanya, mengapa saya harus memilih? Saya hanya harus memikirkan cara agar sastra dan fisika bisa berjalan serasi, berdampingan dan dalam hubungan yang sakinah, mawaddah, warahmah. Dan setelah bermalam-malam menepi di gua hira, merenung, menyelami, akhirnya muncullah ide untuk menyastrakan fisika itu. Komat-kamit saya menyampaikan ijab kabul "dengan ini resmi saya nikahkan kalian dengan mas kawin seperangkat kata-kata dibayar nanti."
Demi mewujudkan ide itu, saya mulai menuliskan beberapa tulisan yang mengawinkan keduanya seperti ini.
Melihat bohlam di kamar, melintas di pikiran, "bohlam bisa menyala sebab di dalamnya ada filamen tipis yang terbuat dari bahan yang namanya 'wolfram.' Saat diberi beda potensial, elektron-elektron mulai mengalir. Filamen di dalam bohlam didesain sedemikian rupa sehingga hambatannya besar, dan karenanya elektron-elektron yang melewati filamen saling bertumbukan. Tumbukan ini membuat temperatur kawat menjadi sedemikian tinggi dan tampak di mata kita bersinar. Andai elektron-elektron itu bisa bicara, mungkinkah mereka akan protes pada manusia? Sebab membuat jalannya dengan hambatan yang besar, begitu sempit dan berliku-liku dengan sengaja. Dan saat mereka saling bertabrakan dalam filamen wolfram itu, oleh karenanya suhu di sana cukup untuk membuatnya terpanggang, manusia menikmati makanannya dengan lahap, tertawa-tawa bersama keluarga serta kerabatnya, juga membaca majalah, buku dan sebagainya."
Atau ini.
Fisika bilang, tingkat kemalasan (inertia) berbanding lurus dengan massa suatu benda. Jika kamu mager alias malas gerak mungkin kamu kebanyakan makan.
Juga ketika sedang galau, maka secara refleks saya menuliskan ini.
Karena kata Einstein kelajuan akan membuat waktu memendek, maka aku akan berlari saja agar menunggumu tidak terasa selama itu.