Mohon tunggu...
Ruslan H
Ruslan H Mohon Tunggu... -

Technology Enthusiast, sms : 0881-136-5932

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kenapa Banyak Artikel Sampah di Kompasiana?

30 April 2017   09:22 Diperbarui: 30 April 2017   10:25 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah anda membaca artikel Kompasiana yang isinya membingungkan seperti ini:

http://m.kompasiana.com/ojoang/kasus-heri-tantan-nyanyi-dangdut_58fcc353719773be25d25786

Artikel semacam ini cukup banyak dan mengotori Kompasiana. Selain artikel mengenai Heri Tantan juga digerojokkan artikel mengenai Bupati Imas. Hari ini sampah tersebut  masih digelontorkan di sini. Judul cuma clickbait atau pancingan yang sama isinya tidak nyambung sama sekali. Paragraf penyusun merupakan potongan paragraf hasil memulung berbagai content. Kalau digabung jumlah kata lebih dari 800, cukup representatif untuk diupload di blog. Biasanya artikel seperti ini dibuat oleh tuyul piaraan tukang SEO bertopi hitam. Ini adalah strategi kuno SEO yang tidak berakibat positif pada page rank di search engine. Malah akan dikenakan penalti oleh search engine.

SEO atau Search Engine Optimization adalah "ilmu" baru yang berfokus pada visibility dari situs terhadap Search Enngine. Digunakan untuk marketing. Dalam dunia internet dikenal dua macam SEO. Pertama adalah White Hat SEO atau SEO bertopi putih, mereka ini golongan lurus. Mengoptimalkan visibility situs secara organik. Yang kedua adalah Black Hat SEO atau SEO bertopi hitam. Ini adalah golongan yang bergerak di manipulasi dan tipu menipu dan cara cara kotor untuk menaikkan ranking secara tidak wajar di search engine. Inilah yang membuat search engine dan jagat internet kacau balau.

Bagi para pengguna internet lama pasti pernah tahu kekacauan search engine google pada sekitar tujuh tahun yang lalu. Banyak situs situs instan yang digenerate secara otomatis untuk menipu search engine google. Akibatnya pengunaan situs ini menjadi ngaco. Google menjadi bodoh, search nya berputar putar ke kata kunci tertentu dan tidak menghasilkan informasi berguna. Sebagai contoh kita ingin mengetahui hal hal yang relevan dengan penyakit flu burung. Tentu saja pengguna mengharapkan mendapatkan hasil yang relevan dengan kata kunci yang dimaksudkan. Misalnya hal hal berikut adalah relevan:
1. Artikel tentang orang tewas akibat makan ayam terjangkit flu burung.
2. Pemeliharaan kandang ayam untuk mencegah merebaknya flu burung
3. Pengobatan untuk orang yang terjangkit flu burung
Tapi apa yang didapat pengguna ternyata jauh dari informasi yang berguna dalam kasus flu burung. Misalnya pengguna mendapatkan halaman web tentang persiapan balap formula 1 di sirkuit Hungaroring.  Hanya saja dalam artikelnya dibubuhkan taburan kata kunci “flu burung” untuk menipu pengguna. Akhirnya pengguna akan disuguhi bermacam hasil search yang telah dikadalin dan tidak mendapatkan hasil apa apa. Inilah salah satu hasil pekerjaan tukang SEO bertopi hitam .

AGC (Automatic Generate Content) saat itu memang menjadi endemi, terutama di situs situs ecommerce. Ini adalah salah satu cara manipulasi dan penipuan situs. Pencarian di google search akan mendapatkan halaman halaman palsu yang diciptakan otomatis untuk ditampilkan. Halaman ini dibuat untuk keuntungan Tukang SEO sendiri, misalnya diarahkan ke adsense atau payperclick. Itulah sebabnya saat itu google search mengalami kedunguan yang parah.

Spam pada bisnis internet ini tidak bisa diremehkan. Pada tahun 97 terdapat search engine top bernama AltaVista. Ini adalah searh engine paling bagus diantara search engine awal awal adanya world wide web. Saat itu di kancah persaingan ada Yahoo, Lycos, Infoseek. Google masih belum muncul. Pelan pelan tukang spam memasuki Alta Vista. Hasil pencarian Alta Vista mulai tidak akurat. Pengguna mulai frustrasi. Kebetulan muncul Search Engine baru pada pergantian abad. Pengguna yang kecewa dengan AltaVista segera membuangnya ke tempat sampah. Google menjadi pengganti sebagai search engine paling top saat ini. AltaVista mati. Mungkin efek spam yang mematikan AltaVista inilah yang membuat keder Google sehingga mencari cara buat melindungi diri.

Sejak awal 2011 google menerapkan algoritma Panda. Sampai sekarang masih dipebarui terus versinya. Panda itu maksudnya bukan hewan dari Tiongkok berwarna putih hitam pemakan bambu. Tapi ini adalah nama seorang engineer dari google asal India yang bernama Navneet Panda. Dialah yang mengembangkan teknologi yang memungkinkan penggunaan algoritma ini. Dengan teknologi ini situs situs yang menggunakan AGC tereliminasi dari proses search google. Situs yang terdeteksi menggunakan AGC langsung dianggap low quality, tanpa ampun ditendang.  Navneet Panda dibenci para tukang SEO bertopi hitam. Periuk nasi terguling. Pengguna google bisa lagi menggunakan search engine tanpa gangguan spam yang membuat dungu.

Istilah "content" baru marak tahun 93 setelah muncul browser Internet Explorer dan Netscape. Jaman sebelum publikasi artikel di internet maka artikel artikel yang dibuat adalah bersifat "Story telling". Belakangan ketika orang mulai fokus ke "content" maka banyak akal akalan untuk membuat content secara gampangan, banyak dan kejar tayang. Seperti juga produksi sinetron kejar tayang, content ini mutunya sangat rendah. Banyak content yang merupakan rakitan dari berbagai paragraf yang dicomot dari sana sini. Secara keseluruhan rakitan berbagai paragraf tersebut terlihat sebagai content yang tersusun bagus dari 800 - 1500 kata, tapi kalau dibaca ternyata tidak nyambung alias membingungkan.

Kompasiana yang ketempatan sebagai lokasi pembuangan sampah ini juga kebagian menanggung akibatnya. Algoritma Panda juga akan memberikan penalti.

Sumber Gbr: blog.rankitects.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun