Mohon tunggu...
Ruslan H
Ruslan H Mohon Tunggu... -

Technology Enthusiast, sms : 0881-136-5932

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Saran Solusi Blok Masela

8 Maret 2016   14:30 Diperbarui: 8 Maret 2016   14:40 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kapal Kilang LNG Prelude Australia (sumber gbr: Gizmodo)"][/caption]

Keputusan Jokowi untuk menunda skema eksploitasi Masela sampai 2018 membuat buruk wajah pemerintahannya. Mungkin saja ini keputusan yang tepat untuk memberikan ruang buat berpikir menyelesaikan blunder blok Masela ini dengan tepat. Masalah blok Masela ini memang berkembang menjadi cukup rumit. Diduga berkelindan dengan interest berbagai pihak untuk mengambil keuntungan pribadi, baik itu keuntungan finansial maupun keuntungan politis. Solusi masalah ini harus ditangani dengan hati hati dengan memperhitungkan bergagai aspek. Kesalahan dalam penanganan ini bisa berakibat negara dan rakyat harus membayar mahal akibatnya.

Kasus blunder blok Masela ini seperti buah simalakama yang dihadapi presiden Jokowi. SBY pun pernah mengalami kondisi yang membuat aktifitas industri minyak berada di ujung tanduk. Pembubaran BP Migas yang dimintakan sekelompok orang membuat kacau dan geram SBY. Waktu itu sekelompok orang yang menginginkan SBY jatuh berbondong bondong menuju Mahkamah Konstitusi untuk meminta pembubaran BP Migas. Pada tanggal 13 November 2012 MK membubarkan BP Migas. Untungnya SBY cepat mengantisipasi pembubaran BP Migas ini sehingga besoknya sudah ada badan lain yang menggantikannya dan tidak terjadi kekosongan. Potensi kerugian negara dan bisnis sangat besar akibat pembubaran mendadak BP Migas ini. BP Migas memang merupakan titik lemah dalam mata rantai aktifitas bisnis migas. Jika dilumpuhkan maka negara bisa modar. Bercermin pada kejadian itu, maka harus waspada. Dengan melakukan review terhadap ongoing projects pada pemerintahan Jokowi ini akan mudah ditemukan banyak lubang yang bisa digunakan untuk membuat pemerintah babak belur kelabakan.

Tumpang tindih dalam kewenangan teknis departemen dan tidak dijabarkan jelas akan berakibat kekacauan. Kesalahan dalam membuat organisasi samar sekarang menuai hasilnya. Kini giliran Jokowi harus cepat membuat keputusan seperti banyak diharapkan orang. Sikap "indecision" sekarang ini akan memberikan sinyal buruk.

Masalah yang harus dipikirkan adalah sebagai berikut.
(1). PoD untuk pengembangan blok Masela ini sudah disetujui pada tahun 2010. Merubah skema eksploitasi dari offshore menjadi onshore berarti membatalkan dokumen yang telah disetujui pada PoD. Membatalkan dokumen yang dulu telah disetujui dengan kontraktor pada saat sekarang ini akan berakibat sengketa di pengadilan arbitrase. Kasus gugatan hukum seperti proyek Geothermal Karaha Bodas dengan Pertamina dulu bisa saja terjadi.
(2). Konsep pengembangan harus diulang sesuai keinginan adanya kilang onshore. Jadwal produksi Blok Masela sudah pasti mundur. Kebutuhan supply gas tidak akan terpenuhi sesuai rencana. Target pendapatan hasil penjualan gas juga tidak akan tercapai.


Solusi

Jokowi sudah menegaskan mengenai eksploitasi Blok Masela ini kuncinya adalah dimanfaatkan sebesar mungkin untuk kesejahteraan rakyat Maluku dan Indonesia Timur. Di sisi lain negara juga harus mengejar target ketersediaan supply gas. Rencana semula revisi PoD akan disetujui tahun 2015. Final Investment Decision ditentukan 2018. Dengan jadwal ini diikuti FEED dan EPC, sumur Masela bisa diproduksi tahun 2024. Negara dibatasi waktu yang terus berjalan. Perubahan dari offshore ke onshore akan memerlukan waktu lagi dan mengakibatkan delay 3 tahun. Produksi baru bisa dimulai tahun 2027.

Dengan perubahan jadwal ini pemerintah harus mencocokkan ulang ke keperluan tersedianya supply gas yang telah dibuat.
Kalau jadwalnya tidak masuk, maka harus ada cara lain agar tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi negara. Caranya adalah melaksanakan PoD awal dengan kapasitas produksi 2,5 MTPA. Produksi sebesar ini dilakukan di kapal FLNG. Sementara itu juga dibangun kilang LNG di darat dengan kapasitas produksi 5 MTPA. Cara ini memang lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan satu kapal FLNG berkapasitas 7,5 MTPA. Tapi ini adalah kompromi dengan tiga tujuan. Pertama, menghindari tuntutan kontraktor di pengadilan arbitrase. PoD awal tidak dirubah, PoD revisi saja tidak disetujui. Kedua, menjamin ketersediaan supply gas sesuai rencana awal. Ketiga, membangun kilang darat sesuai keinginan rakyat Maluku.

Mungkin saran ini bisa menjadi ide untuk memecahkan kebuntuan dalam ruwetnya Blok Masela.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun