Jakarta- Hidup seperti jual-beli barang. Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan bagaimana perjuangan para driver GO-JEK dalam mengarungi kerasnya kehidupan sebagai ojek online. Penghasilan yang tidak menentu setiap harinya kerap membuat mereka saling berlomba untuk mengumpulkan pundi-pundi poin juga menarik penumpang hingga belasan orang.
GO-JEK merupakan salah satu perusahaan ojek online yang ada di Indonesia dan dijalan oleh anak bangsa sendiri. Meskipun fakta menunjukkan bahwa pemiliknya adalah anak bangsa, bukan berarti para driver dapat hidup sejahtera. Salah satu driver GO-JEK, Andi (26) yang sedang mangkal di sekitaran gedung Senayan City (Jumat, 8 Maret 2019) membagikan sepenggal kisahnya bagaimana beratnya hidup menjadi seorang driver ojek online. Ia mengatakan bahwa walaupun dapat dikatakan GO-JEK memiliki tarif yang paling mahal diantara perusahaan ojek online lainnya, ia dan teman-temannya masih merasa bahwa penghasilan yang ia dapat belum dapat mencukupi kehidupan sehari-harinya.
"Masyarakat sekarang kan tahunya kalau pakai kami pasti mahal, jarang dapat potongan walaupun memang benar sih tapi mereka gak tahu bagaimana aslinya keuangan kita."
Pada saat mendaftar misalnya. Driver ini mengungkapkan bahwa pada saat melakukan pendaftaran untuk menjadi driver GO-JEK mereka diharuskan membayar untuk mendapatkan helm dan jaket resmi. Tidak selesai sampai disitu saja, para driver ini pun penghasilannya tidak menentu setiap harinya.
Semakin banyak orderan, mereka akan semakin mendapatkan untung baik berupa poin atau bonus. Sebaliknya bila mereka hanya mendapat sedikit orderan maka semakin sedikit pula upah yang mereka terima. Untuk driver GO-JEK yang memiliki 30 poin dapat menukarkannya sebagai upah bonus THR sebanyak Rp.200.000. Sedangkan untuk GO-CAR yang memiliki 16 poin dapat menukarkan poin tersebut sebagai upah bonus THR sebanyak Rp.300.000. Per-harinya para driver ini harus mencapai target 18 hingga 24 penumpang untuk mendapatkan bonus dalam waktu yang tak menentu.
"Wah aku gak pernah tahu kalau mereka ternyata ada sistem kayak begitu. Ya, karena yang aku tahu mereka daftar ya daftar aja. Apalagi kita tahu kan kalo pake GO-JEK itu mahal banget." ungkapnya saat diwawancarai di kampusnya. Tidak hanya itu Marissa juga dengan jujur sering membandingkan harga saat hendak menggunakan jasa ojek online.
"Aku suka bandingin harga kalau mau pulang kampus dan pasti GO-JEK paling mahal, makanya aku pribadi lebih suka naik GRAB habis murah sih dan banyak kupon potongan harga." ungkapnya.
Hal inilah yang memberatkan hati para driver. Mereka merasa bahwa kesejahteraan mereka sebagai ojek online kurang karena rendahnya tarif per kilometer nya. Â Andi berkata bahwa tarif GO-JEK adalah Rp.1.600/kilometer. Memang kecil bila dilihat tapi akan besar bila dikalikan. Belum lagi tidak semua penghasilan dari orderan tersebut menjadi milik driver sepenuhnya.
Selain sistem poin, terdapat sistem plus/minus yang dimana pendapatan dari upah order akan dipotong  untuk Ppn kantor. Katakanlah driver mendapatkan pendapatan Rp.40.000; dari satu kali tarik order, maka akan dipotong sebanyak Rp.4.000; untuk keperluan Ppn tersebut. Bapak satu anak ini mengatakan bahwa terkadang ia sering menon-aktifkan atau mempercepat notif 'selesai antar' agar upah yang didapat tidak terpotong oleh kantor.
"Sudah disuruh kumpulkan poin uang order dipotong pula rasanya gak enak, apalagi uang bensin gak diganti dan malah pakai uang sendiri termasuk uang makan," tuturnya. Walaupun melakukan hal tersebut, Andi tetap mengantarkan penumpangnya sampai ke rumah dengan selamat.