Pak Lamidi menceritakan, pernah ada seseorang yang turun dari mobil, kemudian pura-pura membeli dagangannya, namun pada akhirnya membujuknya agar mau diajak menjadi pengemis, beruntung Pak Lamidi langsung menolaknya begitu saja.
Sayangnya tidak banyak waktu bagi saya untuk mengobrol dengan Pak Lamidi, karena saya juga harus harus mengajar waktu, bus yang saya niaki juga sudah selesei mengisi bahan bakar dan sudah bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.
Bicara perihal mengemis, bukankah mengemis itu adalah hal yang sangat bagus, Â namun bagus bagi orang yang tak tau hatinya diletakkan di mana. Terlebih jika memanfaatkan kondisi atau kekurangan seseorang untuk mengharap belas kasihan orang lain.
Saya yakin seyakin yakinnya jika tidak semua orang berpandangan seperti itu. Seperti contohnya adalah Pak Lamidi, belum tentu semua orang yang membeli dagangannya dilandasi atas dasar kasihan kepada Pak Lamidi.
Saya juga sangat yakin, jika Pak Lamidi benar-benar berniat mencari rejeki secara halal dengan cara menjual dagangannya, Â bukan dengan cara memanfaatkan kondisi fisiknya agar dikasihani kemudian banyak yang membeli. Bukan.. saya sangat yakin bukan dengan cara itu.
Apa lagi jika hal itu dimanfaatkan untuk mengemis bukannya mendapatkan keuntungan tapi justru membuat seseorang itu menjadi sangat hina. Belum lagi jika harus diamankan oleh petugas karena mengotori keindahan dan citra pada sebuah  kota, justru akan menambah masalah dalam hidup ini.
Mengemis sama halnya dangan menjual harga diri. Mengemis bukanlah solusi, untuk mencari rejeki, apalagi jika hasilnya untuk kebutuhan anak istri, mengemis adalah pekerjaan yang jauh lebih kotor daripada polusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H