Banyak anak muda Indonesia yang terobsesi atau bermimpi untuk menjadi pemain sepakbola hebat saat ini. Hal itu bisa kita lihat dengan bertumbuh suburnya SSB (Sekolah Sepak Bola) di berbagai tempat dan wilayah. Padahal sepakbola di Indonesia saat ini sesungguhnya belumlah bisa dikatakan dapat menopang kehidupan di masa depan.
Sepakbola di Indonesia saat ini bisa dikatakan baru atau sedang menuju ke arah sebuah Industri dalam sepakbola, Melihat fakta inilah akhirnya para orang tua yang peduli akan masa depan anaknya. Lebih memilih jalur formal/pendidikan bagi anaknya dibanding kalau mereka berkarir di sepakbola.
Pendidikan dan Sepakbola memang sampai saat ini harus diakui menjadi dua hal yang sulit untuk bisa disatukan. Kalaupun ada yang mampu mencoba menjalankan keduanya secara bersamaan, Namun fakta akhirnya membuktikan bahwa mereka tidak akan mendapatkan keduanya.
Kalaupun ada yang berhasil, umumnya adalah mereka yang berani memutuskan memilih salah satu diantara keduanya. Tentu dengan segala konsekuensi yang akan dihadapinya nanti. Jika mereka yakin masa depannya ada di sepakbola, maka mereka akan memilih untuk meninggalkan pendidikan dan memilih fokus pada sepakbola, begitu juga sebaliknya.
Namun bagi mereka yang sudah sudah terlanjur cinta dan punya harapan besar di sepakbola, Tentu mereka tidak bisa serta merta meninggalkan sepakbola begitu saja. Mereka sesungguhnya hanya menunda sementara mimpinya untuk menjadi pesepakbola, demi meraih gelar di jalur pendidikan formal. Walau untuk itu terjadi pergolakan dalam dirinya memilih sepakbola atau pendidikan?
Bentrok antara dua kepentingan inilah sepertinya yang mungkin menjadi alasan atau dasar bagi Coah Indra Sjafri dalam memutuskan 32 pemain pilihanya. Setelah melakukan seleksi untuk Timnas U-19 pada 6 s/d 10 April lalu. Dari daftar itu tak satupun berasal dari 14 pemain muda (usia sekolah) yang saat ini berdomisili di luar negri.Â
Berikut 14 pemain Indonesia di Eropa, yang sempat pulang mengikuti seleksi timnas U-19: 1. Jack Brown (ISFA U-15 Representative inggris), 2. George Brown (Hutton FC), 3. Nickolas Yohanes P (Marcet Foundation), 4. Exel Favour (ISM Academy Perugia), 5. Fidelis Kelby Timothy (ISM Academy Perugia), 6. M R Habibie (ISM Academy Perugia), 7. Charalambos Elias David (Aghia Paraskevi), 8. Pancar Nur Widiastoro (Valladolid), 9. Adam Putra Firdaus (Valladolid), 10. Khairul Imam Zakiri (Valladolid), 11. Aditya Affasha Riawan (Valladolid), 12. Nikola Filipovich (Valladolid), 13. Nathan Muskitta (D1 Sport Management), 14. Rafif Putra (Valencia).
Dari pemberitaan yang kita ikuti ada pertimbangan lain dari Coah Indra yang mengatakan, walau dari tekhnik ke 14 pemain tersebut bisa dikatakan tidak ada masalah, tapi dari sisi fisik mereka kalah jauh dibanding pemain lokal. "Dari fisik jauh ya, di sini pemain lokal kami ada pemain yang VO2 Max-nya mencapai 60-64," ujar Indra.
Hal tersebut tentu mungkin saja terjadi karena memang waktu persiapan bagi mereka yang sedikit sekali. Datang awal April, sementara seleksinya berlangsung dari 6 s/d 10 April. Jelas waktu persiapan bagi mereka begitu pendek, apa lagi mereka perlu menyesuaikan diri dengan cuaca negri asalnya yang bersuhu tropis ini, yang tetunya jelas berbeda dengan cuaca mereka di Eropa sana. Sementara pemain lokal sempat menjalani TC sejak 19 maret lalu itu
Seperti yang dikatakan dua dari 14 pemain itu, yakni kakak beradik George dan Jack Brown, yang mengatakan waktu seleksi yang diberikan kurang, Hal itu membuat mereka tidak sepenuhnya dapat beradaptasi dengan kondisi cuaca di Indonesia. Kalau seandainya mereka diberi kesempatan yang sama atau paling tidal berada di camp +/- 3 minggu seperti pemain lokal lainnya, mereka yakin kemungkinan bisa lolos.