Indonesia adalah negara yang secara geografisnya berada di garis khatulistiwa, beriklim tropis. Namun, menjadi aneh jika Indonesia juga memiliki daerah bersalju, ajaibnya fakta itu benar-benar ada dan terjadi yakni di Pyramid Carstensz, Provinsi Papua. Pyramid Carstensz atau puncak Jayawijaya ini merupakan satu-satunya daerah yang memiliki keunikan tersendiri dan bersalju di Indonesia. Tanpa harus menunggu musim berganti, salju akan selalu tetap ada dan abadi di Puncak Jayawijaya, Papua ini.
Pyramid Carstenz atau Puncak Carstensz ini, memiliki ketinggian mencapai +4.884 meter dpl (diatas permukaan laut). Pyramid carstensz ini sekaligus juga menjadi Puncak tertinggi dari seluruh bagian wilayah Indonesia dan juga merupakan titik tertinggi dari berbagai pulau di belahan dunia ini.
Pyramid Cartensz juga tercatat masuk dalam tujuh puncak tertinggi di lempengan benua, bersama Gunung Everest, Asia; Kilimanjaro di Afrika dengan ketinggian 5.885 mdpl; Elbrus di Eropa dengan ketinggian 5.642 mdpl; Aconcagua di Amerika Selatan dengan ketinggian 6.962 mpdl; Mckinley di Amerika Utara dengan ketinggian 6.670 mdpl, dan Vinson Massif di Antartika dengan ketinggian 5.535 mdpl.
Terkait dengan suhu, di Pyramid Carstensz ini bisa mencapai 0 derajat Celsius. Dalam kondisi tertentu suhunya bahkan bisa mencapai minus, sehingga untuk mendapatkan Oksigen (O2) pun menjadi sangat sulit. Kandungan Es di Pegunungan ini diperkirakan mencapai 5% dari cadangan Es dunia yang berada di luar Benua Antartika.
Puncak Carstensz ini prtama kali ditemukan oleh Petualang Belanda "Jan Carstenz" pada Tahun 1623. Atas penemuannya itulah maka Pegunungan ini dikenal dengan sebutan "Carstendz Pyramid" oleh dunia. Nama Carstendz sengaja diambil sebagai penghargaan atas jasa penemuanya, sementara Pyramid berarti Puncak. Kalau nama "Puncak Jayawijaya" tersebut merupakan nama pemberian dari Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno untuk mengenang pembebabas wilayah Papua barat dari penjajahan masa Belanda.
Pendaki pertama yang berhasil menaklukkan Puncak Cartenz ini, adalah tim ekspedisi yang dipimpin oleh Heinrich Harrer pada tahun 1962. Setelah itu barulah ada ekspedisi dari Indonesia yang juga berhasil mencapai puncak Cartenz ini, dipimpin oleh Letnal Kolonel Azwar Hamid dari Direktorat Topografi Angkatan Darat. Mereka berhasil mencapai Puncak Cartenz pada tahun 1964.
Dari berbagai literatur yang didapatkan, Menurut ahli geologi dunia, pada seribu abad silam, dunia hanya mempunyai satu benua yang dikenal sebagai Benua Panggea. Namun karena desakan alam, benua ini pun terpecah menjadi dua bagian, sehingga membentuk benua baru. Dinamakan benua Laurasia dan benua Eurasia. Benua Eurasia inilah yang akhirnya kembali pecah dan membentuk beberapa bagian, seperti daratan Amerika selatan, India, Afrika, dan Australia.
Di benua Australia terjadi pengendapan serta pergeseran lempeng. lempeng Indo-Pasifik dengan Indo-Australia bertumbukan di dasar laut. Karena fenomena inilah sehingga menghasilkan busur pulau yang dipercaya sebagai awal dari terbentuknya pulau Papua beserta pegunungannya yang sangat indah tersebut.
Bukti bahwa Pulau Papua merupakan bentukan alam yang awalnya adalah bagian dari dasar laut. Terlihat dari aneka fosil laut dan berbagai macam bebatuan di Puncak Carstensz ini. Karena proses sedimentasi beserta tumbukan lempeng dalam jutaan tahun silam, sehingga fenomena alam ini terbentuk dan dapat di lihat dengan nyata. Oleh sebab itu, selain menjadi surga bagi para pendaki, kawasan ini juga merupakan surga bagi para peneliti geologis.
Saat ini Puncak Jayawijaya atau Puncak Carstenz ini sudah menjadi salah satu destinasi wisata pendakian yang paling ekstrim dan menjadi incaran bagi para trakker sejati. Saat ini Puncak Carstenz bukan hanya menjadi objek wisata pendakian kebanggan bagi Indonesia maupun juga menjadi kebangaan dunia. Namun sayangnya, sampai saat ini Pyiramid Carstenz ternyata masih saja menjadi surga bagi trakker atau wisatawan asing alias luar negri, sementara wisatawan atau pendaki lokal (Indonesia) masih minim sekali.
Diakui bahwa mimpi untuk dapat mendaki Pyramid Carstensz tersebut bukanlah sebuah mimpi yang mudah untuk diwujudkan. Selain karena memang medannya yang memang berat seperti alam yang terjal, suhu yang sangat dingin, angin kencang dan hujan, serta minimnya oksigen di daerah ketinggian.
Disamping itu yang juga tak kalah memberatkan adalah, mahalnya ongkos yang harus dikeluarkan wisatawan/pendaki untuk dapat menjelajahi pegunungan tersebut serta ditambah lagi dengan sulitnya mengurus izin, membuat Piramid Carstensz saat kini berada di peringkat ketiga termahal di dunia.
Adapun penyebb mahalnya biaya pendakian ke puncak Cartensz itu tak lain disebabkan oleh, karena memang letak gunungnya yang sulit dijangkau. Dari Jakarta, pendaki harus menggunakan pesawat menuju Nabire, Papua selama enam jam. Setelah itu dari Nabire harus menyambung lagi dengan pesawat kecil ke Desa Sugapa di Kabupaten Intan Jaya. Diluar itu masih ada biaya porter dan pemandu selama dua minggu pendakian, serta biaya peralatan pendakian kelompok, makanan, dan minuman. Disamping itu faktor keamanan juga membuat biaya pendakian ke pyramid carstensz ini jadi mahal itupun masih ditambah dengan banyaknya biaya yang tak terduga, sehingga membuat biaya bisa naik 100 persen,
Biaya porter yang mahal tersebut sesunggguhnya terjadi karena belum adanya sistem pemberian gaji untuk para porter. Harga porter untuk sekali perjalanan pendakian Puncak Carstensz ini berkisar Rp 7-8 juta. Sementara, untuk satu orang pendaki membutuhkan dua porter. Ok, mungkin melihat bersarnya angka itu, tentu buat pendaki sudah menganggap upah atau bayaran itu mahal. Namun ternyata uang segitu, hanya cukup untuk membiayai hidup mereka (porter) sehari-hari karena memang harga barang-barang di desanya mahal-mahal.
Untuk itu seperti yang dikatakan Maximus Tipagau, salah seorang pemuda asal Papua yang menjalankan Adventure Carstensz tour travel, mengatakan bahwa mereka membutuhkan bantuan dari pemerintah untuk dapat membantu masyarakat Papua dalam mengelola Puncak Carstensz ini. Mungkin dengan jalan memberikan pelatihan pemahaman ke pariwisataan, pemerintah juga dimintanya untuk membangun infrastruktur khususnya yang terkait dengan jalur pendakian ke Puncak Carstensz.
Menurut Maximus Tipagau, sudah saatnya pemerintah dalam hal ini Kemenpar duduk bareng bersama masyarakat papua guna membahas soal pengelolaan Puncak Carstensz ini. menurutnya orang-orang papua harus bisa menjaga dan melestarikan keindahan alam di sana demi pariwisata. Karena dengan pariwisata jugalah, mereka bisa hidup sejahtera. Jadi intinya Menurut Maximus, suku-suku Papua yang tinggal di sekitar Puncak Carstensz jangan hanya menjadi penonton saja. Mereka harus turun langsung untuk mengelola destinasi-destinasi di sana.
Apa lagi seperti yang diberitakan, akibat pemanasan global, salju abadi di Puncak Cartensz diperkirakan bisa menyusut dan bahkan mungkin saja bisa mengering. Hal itu diketahui dari hasil penelitian oleh ahli Iklim dan Laut Indonesia Dwi Susanto,dari University of Maryland, Washington DC, Amerika Serikat. yang menyimpulkan bahwa endapan es di pegunungan ini dari tahun ke tahun mengalami penyusutan yang serius. Sehingga, bukan tidak mungkin kelak pegunungan ini akan kehilangan salju seperti yang terjadi pada Gunung Kilimanjaro di Tanzania.
Fenomena melelehnya salju abadi di Puncak Pegunungan Jaya Wijaya ini dikatakan sejatinya sudah terpantau sejak lama. Saat ia melakukan penelitian mewakili Lamont-Doherty Earth Observatory Columbia University, Amerika Serikat. Hasil penelitiannya saat itu menyimpulkan bahwa kandungan tertua es di Puncak Jaya hanya mendapati inti es tahun 1920. Prediksi yang semula bisa mendapati kandungan es beribu-ribu tahun tak didapatkan.
Dengan kondisi suhu Bumi saat ini, NASA memprediksi seluruh gletser di Papua akan musnah pada 20 mendatang., hal ini terjadi karena berbagai faktor. Seperti perubahan suhu, kelembapan, hujan, dan pergerakan awan. Kondisi iklim dan penggundulan hutan juga turut berpartisipasi.
Dengan melihat kondisi diatas tentu menjadi sayang kalau suatu saat salju yang ada di puncak Cartensz tersebut benar-benar hilang sehingga hanya menjadi tinggal sejarah bagi Indonesia. Sebagi pemilik warisan yang ajaib dan unik ini, tentu menjadi kewajiban bagi kita untuk dapat menjaganya supaya anugrah yang kita dapatkan ini tidak menjadi tinggal sejarah saja. Untuk itu marilah sama-sama kita jaga dan lestarikan alam ini. Agar supaya anak cucu kita nanti masih bisa menyaksikan keindahan yang telah diberikan Tuhan kepada negeri tercinta Indonesia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H