Mohon tunggu...
Hery Syofyan
Hery Syofyan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Banyak baca dapat menambah cakrawala pola pikir kita....suka bola & balap..

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Wacana Harga Rokok 50rb & Kaitannya dengan Bonus Demografi!

31 Agustus 2016   08:39 Diperbarui: 31 Agustus 2016   08:50 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu berita tentang kenaikan harga rokok yang mencapai 50 rb perbungkus sempat menjadi topik yang paling hangat di bicarakan diberbagai media dan diskusi masyarakat. Namun setelah isu itu menjadi berkembang kemana-mana, akhirnya Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah hanya baru pada tahap mengonsultasikan usulan kenaikan cukai rokok tersebut dengan sejumlah pihak dalam dua bulan kedepan. "Sekarang kami lakukan konsultasi dengan berbagai pihak," ujar Menkeu SriMulyani di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/8/2016)

Adapun pihak yang akan diajak berkonsultasi tersebut antara lain adalah dari pakar kesehatan, kelompok pemuda, stakeholder ketenagakerjaan, pelaku industri rokok serta sejumlah kementerian terkait. Selain itu disebutkan juga bahwa pemerintah akan berhati-hati dalam penetapan cukai rokok tersebut karena harus berpegang pada Undang-Undang Cukai terkait dengan kajiannya dari sisi pendapatan negara.

Sejak ada keterangan resmi dari pemerintah tersebut, pemberitaan mengenai wacana kenaikan harga rokok tersebut mulai terasa meredup dan cendrung menurun, padahal sebelumnya sempat beredar daftar harga rokok yang dikatakan akan berlaku medio September ini di berbagai media online seperti WhatsApp dan sejumlah media sosial lainya. Dalam pesan tersebut disebutkan bahwa sejumlah harga rokok akan naik secara signifikan, seperti rokok merek Dji Sam Soe akan dibanderol Rp 44.800 per bungkus. Sampoerna Mild dihargai Rp 53.500, Djarum Super Rp 39.500, Gudang Garam Surya Rp 42.400, dll

Memang kalau dilihat dari berbagai penelitian sebelumnya, dikatakan bahwa berbagai potensi pembangunan yang akan dipicu oleh bonus demografi di Indonesia th 2020-2030 nanti, dapat menjadi rusak hanya karena tingkat konsumsi rokok yang tidak dapat dikendalikan negara. Padahal sesunguhnya bonus demografi tersebut dapat menjadi kekuatan ekonomi suatu Negara. Namun untuk itu tentu harus didukung oleh tinggkat pendidikan serta kualitas dari kesehatan penduduknya juga.

www.mjoni.com
www.mjoni.com
Yang menjadi kekhawatiran pemerintah adalah mengenai perokok pemula. Jika saja aktivitas perokok pemula saat ini terdiri dari anak SD dan SMP dalam arti sudah merokok, tentu saat bonus domografi 2020-2030 nanti usia mereka sedang masuk pasar kerja produktif. Tentu sangat disayangkan kalau kualitas hidupnya mereka saat bonus demografi itu menurun karena efek dari rokok tersebut. 

Melihat kondisi yang akan dihadapi tersebut, menjadi wajar jika pemerintah mulai berpikir kearah penyelamatan dalam rangka melindungi era bonus demografi tersebut, salah satunya dengan jalan melakukan pembatasan terhadap peredaran rokok dengan cara membebankan pajak cukai yang tinggi, Dengan begitu diharapkan tidak ada lagi gangguan produktivitas pada usia kerja nanti karena kontribusi maksimal penduduk sudah bisa dilakukan tanpa rokok. Bila perlu, mungkin Indonesia akan turut ikut menandatangani ratifikasi kerangka perjanjian kontrol tembakau internasional (FCTC). Namun tentu untu hal yang ini perlu kajian yang mendalam karena menyangkut banyak pertimbangan dan berbagai kepentingan.

Indonesia memang sampai saat ini belum meratifikasi soal tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sebetulnya banyak instrument dalam FCTC itu yang bertujuan bagus terutama untuk pengendalian konsumsi rokok oleh masyarakat. Salah satunya adalah dengan jalan menaikan harga dan cukai rokok. Dengan naiknya harga rokok menjadi mahal, tentu yang diharapkan adalah tidak semua orang nantinya yang mampu membeli rokok. Dengan demikian pencegahan terhadap perokok pemula pun otomatis bisa dilakukan.

Harus diakui juga bahwa tujuan dari FCTC itu adalah untuk menyehatkan generasi muda baik di masa sekarang maupun dimasa yang akan datang. Namun untuk itu pemerintah tentunya harus hati-hati pula karena hal ini menyangkut perlindungan terhadap keberlangsungan hidup dari industri nasional khusunya tembakau dan cengkeh dari hulu hingga ke hilir. Dimana seperti diketahui semua hasil panen petani tenbakau dan cengkeh tersebut diserap langsung oleh industri rokok.

Sementara kita tau ada 6 juta orang yang bersentuhan langsung dengan industri/pabrik rokok tersebut, yang tentunya dengan adanya kebijakan tersebut bisa jadi ancaman PHK yang disebabkan oleh menurunya daya beli yang juga mengakibatkan menurunnya produksi rokok dan berujung kepada pengurangan tenaga kerja serta petani pun juga akan kehilangan penghasilan kerena permintaan tembakau dan cengkeh yang juga turut menurun. 

Harus diakui, jika kita melihat kepada hasil survey yang pernah dilakukan menyangkut dengan gaya hidup masyarakat perkotaan oleh sebuah perusahaan jasa keuangan dan asuransi Sun Life pada tahun 2014 lalu. Survei yang dilakukan dengan batasan usia 25-55 tahun itu diselengrakann di 8 negara Asia termasuk Indonesia dengan periode waktu survei agustus-september 2014 dengan melibatkan 729 responden dari 5 kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Bekasi, Bandung, Surabaya, dan Medan. Sementara negara Asia lainnya adalah Hong Kong, Cina, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Hasilnya sangat mengejutkan masyarakat Indonesia meraih poin terendah dalam penerapan gaya hidup sehat sementara penyebabnya tak lain adalah disebabkan oleh tingginya angka perokok di Indonesia.

www.tumblr.com
www.tumblr.com
Memang kalau melihat fakta yang ada, beberapa tahun yang lalu kita pernah dikagetkan dengan adanya pemberitaan mengenai ‘Balita perokok’ yang namanya sempat mendunia yaitu si ‘Baby Smoker’ Ardi Rizal, dan yang mencengankan kita adalah, ketika itu ia masih berusia 2 tahun namun sudah kecanduan rokok, dan konon katanya orang tua dari si ‘Baby smoker’  Ardi Rizal ini sampai menghabiskan 50 ribu rupiah perhari hanya untuk memenuhi konsumsi rokok sang anaknya tersebut wow…???

Belakangan juga diketahui bahwa perokok usia balita tersebut ditemukan juga di hampir seluruh wilyayah Indonesia. Dari data yang ada Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah perokok anak balita terbanyak, yaitu 22 persen, disusul Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Sumatra Selatan, dan DKI Jakarta. jika hal ini tidak segera diubah dengan gaya hidup yang terus merokok, terus mengonsumsi makanan tidak sehat, kurang berolah raga dan lain sebagainya maka tentu hal ini bisa menyebabkan menjadi kian parah, Negara pun akan rugi secara keseluruhan.

Merokok bukan saja mengganggu kesehatan, namun juga sekaligus mengganggu sisi ekonomi, sosial, lingkungan dan lain sebagainya. Dengan adanya wacana kenaikan harga rokok tersebut menunjukan disatu sisi sisi pemerintah mempersiapkan dengan sebaik-baiknya segala seuatunya yang terkait dengan bonus demografi 2020-2030 tersebut. Sementara kenaikan harga rokok itu juga mempunyai konsekuensi seperti mengurangi daya beli konsumen.

Hal ini jelas akan merugikan pihak lain seperti pelaku industri rokok dan para petani tenbakau dan cengkeh yang tentunya juga merupakan tanggung jawab Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan mereka. Jadi dalam hal ini pemerintah hendaknya juga harus berlaku adil, karena bertani tembakau sudah merupakan sebuah tradisi yang turun temurun dilakukan sebagian masyarakat Indonesia yang tentunya mereka juga butuh dukungan Pemerintah demi kelangsungan kehidupan mereka.

ullreviewhp.blogspot.com
ullreviewhp.blogspot.com
Dalam menyambut bonus demografi tersebut sudah barang tentu dibutuhkan generasi muda yang cerdas. Untuk itu sudah seharusnya pemerintah mempersiapkannya sejak dini atau dari sekarang agar nantinya mereka mampu bersaing meraih kesempatan kerja termasuk bersaing dengan tenaga kerja asing lainnya. Untuk itu mereka membutuhkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan yang penting lagi adalah tubuh yang sehat untuk mendukung kecerdasan mereka tersebut. Karena memang merekalah nantinya yang akan jadi penentu kemajuan bangsa ini pada tahun-tahun mendatang. 

Sementara tantangan yang mungkin akan dihadapi mereka nantinya dari sisi internal, karena letak geografis Indonesia yang sangat luas, membuat fasilitas dan infrastruktur di setiap daerah tidak sama atau berbeda-beda. Hal itu tentu secara tidak langsung akan mempengaruhi kesenjangan dan kualitas penduduknya serta bisa juga menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan di daerah-daerah tertentu. sementara dari faktor eksternal, Indonesia sudah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang artinya adalah mobilitas penduduk akan semakin tidak terbatas, sehingga tidak ada lagi batasan antar sesama Negara. Khususnya bagi tenaga kerja produktif dikalangan sesama Negara Asean.

Dengan demikian Indonesia yang memang sejatinya akan mengalami bonus demografi tahun 2020-2030 nanti, tentu sangat disayangkan kalau bonus demografi tersebut hancur hanya karena generasi muda yang produktif tersebut kualitas hidupnya menurun karena ganguan kesehatan akibat dari jumlah perokoknya yang sangat tinggi dan bahkan dikatakan sudah tertinggi di dunia. Karena itulah akhirnya pemerintah melakukan wacana manaikan harga rokok tersebut walau sempat menjadi polemik ditengah masyarakat.

Twitter : @Herydakhrisman

Facebook : hery.syofyan

Borneo 09/2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun