Ada yang menarik terkait dengan cerita perseteruan dua pendukung sepakbola yang memang sering terjadi di manapun juga. Seperti yang terjadi antara pendukung Persija, ‘JakMania’ dan pendukung Persib, ‘Viking’ yang boleh dikatakan turun menurun dan mempunyai sejarah panjang terkait hal itu.
Hal itupun terjadi di belahan dunia lain. Namun di tengah perseteruan itu ternyata masih kisah yang menyentuh dan menginspirasi kita semua yaitu seperti yang baru-baru ini diberitakan ada seorang fans dari klub liga professional Inggris (EPL) Arsenal yang rela berkorban demi menyelamatkan nyawa sahabatnya yang notabene adalah fans dari klub yang dibencinya yaitu Tottenham Hotspur.
Melihat kepada fakta itu tentu, dapat kita simpulkan bahwa rivalitas panas antara kedua klub itu ternyata tidak membuat kedua pendukungnya terus menerus saling bermusuhan hanya untuk membela klub kesayangannya masing-masing. Di balik semua itu masih ada sisi kemanusiaan yang mereka miliki yang pada akhirnya berhasil mengalahkan sisi rivalitas tim kesayangannya tersebut.
Arsenal dan Spurs memang seperti kita ketahui dua Klub Liga Primer Inggris yang sama-sama berasal dari London Utara. Persaingan antara keduanya pun sudah berlangsung sejak lama. Begitu juga dengan persaingan antar kedua pendukung fanatiknya masing-masing dalam mendukung keberadaan tim kesayangannya tersebut.
Dengan kenyataan di atas tentu sangat jelas bahwa panasnya rivalitas kedua pendukung klub tersebut terbukti tidak mengurangi hasrat keduanya untuk saling berbagi tolong menolong sesamanya. Hal itu dibuktikan oleh seorang pendukung atau fans Arsenal, Dany Reid yang rela mendonorkan organ tubuhnya (ginjalnya) untuk sang sahabat, Tim Reid, yang kebetulan fan berat Spurs.
Sekali lagi tentu hal ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi seluruh fan fanatik sepak bola di manapun berada atau di seantero jagat ini. Bahwa rivallitas dalam mendukung tim sepak bola kesayangan tidak harus dibayar dengan permusuhan atau bahkan dibayar dengan nyawa sekalipun. Mungkin bisa sebaliknya. Seperti apa yang dilakukan Dany Reid ini. Di mana dengan keberaniannya yang luar biasa ia berani mempertaruhkan kehidupan normalnya untuk menyelamatkan Tim Reid yang tak lain pendukung klub yang tentu dibencinya, Tottenham Hotspur.
Berikut Sedikit Sejarah Panjang Rivalitas antara Arsenal dan Spurs
Setelah melakukan research kecil-kecilan dan mencari data dari berbagai sumber informasi yang tentunya banyak bertanya ke si Mbah Google ini, akhirnya saya dapat berbagi info asal muasal terjadinya perseteruan atau rivalitas antara kedua klub dan pendukungnya tersebut yang ternyata memang sudah berlangsung begitu lama seabad yang lalu.
Dari sekian banyak klub di Liga Inggris, persaingan antara dua klub penguasa London Utara ini Arsenal dan Tottenham Hotspur atau yang biasa disebut juga dengan laga Derby London Utara itu memang menjadi salah satu rivalitas paling panas di liga sepak bola profesional di Inggris (EPL) tersebut.
Dari catatan sejarahnya, persaingan antara kedua-duanya itu dimulai sejak Arsenal pindah dari Plumstead ke Highbury yang terletak di London Utara di tahun 1913. Spurs sejak awal sudah keberatan dengan kehadiran Arsenal di daerah itu. Karena tak jauh dari Stadion Highbury tersebut berdiri stadion milik Klub Tottenham Hotspurs, White Hart Lane. Keduanya berjarak hanya beberapa kilometer saja. Bagi mereka Arsenal bukanlah perwakilan London Utara, Arsenal hanyalah pendatang dari selatan, dari seberang Sungai Thames.
Yang menarik untuk diketahui adalah adanya klaim dari berbagai pihak yang mengatakan bahwa laga antara Arsenal versus Tottenham Hotspur itu adalah laga Derby London Utara. Ternyata tidak begitu halnya bagi orang Spurs. Mereka tetap mengangap The Gunners itu sebagai orang pendatang dari tenggara, bukan asli dari London Utara. Padahal sangat jelas bahwa sesungguhnya selama ini termasuk juga media menggambarkan bahwa persaingan antara keduanya Tottenham dan Arsenal itu lebih dikarenakan mereka bertetangga,
Dengan demikian tentu menjadi jelas bahwa konteks persaingan antara Tottenham Vs Arsenal ini menjadi sesuatu hal yang berbeda. Hal ini lebih kepada sebuah sikap permusuhan dengan apa yang di katakan sebuah persoalan ‘resentment’ (rasa penolakan) oleh satu kelompok masyarakat terhadap kelompok lain yang dianggap asing, bukan penduduk asli, pendatang.
Berikutnya pada tahun 1919 perseteruan makin meruncing saat terjadi penambahan jumlah kontestan di Divisi Satu (tertinggi saat itu) sebanyak 2 klub. Penentuan pun dilakukan FA lewat voting. Voting pertama dimenangkan oleh klub London lain, Chelsea. Dengan demikian satu jatah tersisa akan diperebutkan tiga klub Burnley, Tottenham dan Arsenal.
Apesnya pada voting berikutnya tersebut dimenangkan oleh Arsenal. Dengan kondisi itu tentu Spurs semakin kesal apa lagi mereka merasa dicurangi. Karena kabarnya kemenangan Arsenal dalam voting tersebut berkat lobi petinggi Arsenal kala itu Henry Norris yang melakukan lobi kepada para petinggi FA. Spurs menilai mereka lebih layak karena merupakan klub peringkat 20 divisi satu, sementara Arsenal saat itu hanyalah peringkat 6 divisi dua. Spurs akhirnya di degradasi, Arsenal promosi.
Dengan demikian akhirnya menjadi jelas bahwa kedatangan Arsenal tersebut bagi Tottenham hanyalah pembawa bala atau persoalan bagi mereka. Arsenal dianggap tak lebih dari klub London Tenggara yang menumpang di tanah mereka. Apa lagi setelah itu prestasi Arsenal boleh dikatakan selalu berada di atas mereka (Spurs). Sementara Spurs merasa gagal untuk menjadi pemenang atau penguasa di daerahnya sendiri (Tottenham).
Dan yang lebih menyakitkan lagi bagi Spurs dan para pendukungnya adalah adalah adanya ‘Totteringham’s Day’ di mana sebuah perayaaan yang selalu dirayakan oleh pendukung Arsenal saat di mana timnya (Arsenal) berhasil finish di atas Tottenham dalam klasemen akhir Liga. Atau bisa juga saat Spurs tidak lagi dapat mengejar perolehan poin yang sudah diraih Tim Meriam London ‘the Gunners’ ini .
Untuk sekedar mengenang sejarah nama stasiun tersebut, di dinding dalam peron stasiun itu tetap ada tulisan/mural yang bertuliskan Gilespie Road pada dinding dalam peron stasiun tersebut. Hal itu konon katanya sengaja ditulis dan tidak boleh diganti karena dianggap sebagai cagar budaya.
Tottenham berusaha mencegah adanya pergantian nama tersebut. Bahkan dikatakan untuk itu pendukung Spurs pernah mengajukan petisi kepada pemerintah London untuk mengembalikan nama Stasiun Arsenal kembali ke Gilespie Road karena mereka khawatir pergantian nama tersebut akan menjadi sebuah simbol keberadaan Arsenal yang sebetulnya mereka anggap tak lebih dari tamu tak diundang berasal dari seberang selatan. Sejarah akhirnya membuktikan bahwa langkah Arsenal maupun kekhawatiran Tottenham itu benar menjadi sebuah kenyataan.
Penamaan itu seperti memberi keabsahan wilayahan bagi Arsenal, mereka bukan lagi jadi pendatang, mereka berhak untuk hidup dan berkembang di tempat itu. Namun yang menariknya dan uniknya adalah konon katanya sampai saat ini para pendukung Tottenham tetap saja menyebut Stasiun Arsenal tersebut dengan nama ‘Gilespie Road’
Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sudah hampir seabad lamanya rivalitas ini terjadi antara Arsenal dengan Spurs dan sepertinya sudah tidak mungkin lagi berbaikan atau hanya sekedar menurunkan level rivalitas mereka. Ditambah lagi memang fakta Arsenal "sang pendatang" punya prestasi lebih mentereng, yang tentu saja membuat Spurs akan terus menanam kebencian itu. Keduanya seolah memang sudah terlahir untuk menjadi rivalitas abadi.
Salam olahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H