Yang menarik untuk diketahui adalah adanya klaim dari berbagai pihak yang mengatakan bahwa laga antara Arsenal versus Tottenham Hotspur itu adalah laga Derby London Utara. Ternyata tidak begitu halnya bagi orang Spurs. Mereka tetap mengangap The Gunners itu sebagai orang pendatang dari tenggara, bukan asli dari London Utara. Padahal sangat jelas bahwa sesungguhnya selama ini termasuk juga media menggambarkan bahwa persaingan antara keduanya Tottenham dan Arsenal itu lebih dikarenakan mereka bertetangga,
Dengan demikian tentu menjadi jelas bahwa konteks persaingan antara Tottenham Vs Arsenal ini menjadi sesuatu hal yang berbeda. Hal ini lebih kepada sebuah sikap permusuhan dengan apa yang di katakan sebuah persoalan ‘resentment’ (rasa penolakan) oleh satu kelompok masyarakat terhadap kelompok lain yang dianggap asing, bukan penduduk asli, pendatang.
Berikutnya pada tahun 1919 perseteruan makin meruncing saat terjadi penambahan jumlah kontestan di Divisi Satu (tertinggi saat itu) sebanyak 2 klub. Penentuan pun dilakukan FA lewat voting. Voting pertama dimenangkan oleh klub London lain, Chelsea. Dengan demikian satu jatah tersisa akan diperebutkan tiga klub Burnley, Tottenham dan Arsenal.
Apesnya pada voting berikutnya tersebut dimenangkan oleh Arsenal. Dengan kondisi itu tentu Spurs semakin kesal apa lagi mereka merasa dicurangi. Karena kabarnya kemenangan Arsenal dalam voting tersebut berkat lobi petinggi Arsenal kala itu Henry Norris yang melakukan lobi kepada para petinggi FA. Spurs menilai mereka lebih layak karena merupakan klub peringkat 20 divisi satu, sementara Arsenal saat itu hanyalah peringkat 6 divisi dua. Spurs akhirnya di degradasi, Arsenal promosi.
Dengan demikian akhirnya menjadi jelas bahwa kedatangan Arsenal tersebut bagi Tottenham hanyalah pembawa bala atau persoalan bagi mereka. Arsenal dianggap tak lebih dari klub London Tenggara yang menumpang di tanah mereka. Apa lagi setelah itu prestasi Arsenal boleh dikatakan selalu berada di atas mereka (Spurs). Sementara Spurs merasa gagal untuk menjadi pemenang atau penguasa di daerahnya sendiri (Tottenham).
Dan yang lebih menyakitkan lagi bagi Spurs dan para pendukungnya adalah adalah adanya ‘Totteringham’s Day’ di mana sebuah perayaaan yang selalu dirayakan oleh pendukung Arsenal saat di mana timnya (Arsenal) berhasil finish di atas Tottenham dalam klasemen akhir Liga. Atau bisa juga saat Spurs tidak lagi dapat mengejar perolehan poin yang sudah diraih Tim Meriam London ‘the Gunners’ ini .
Untuk sekedar mengenang sejarah nama stasiun tersebut, di dinding dalam peron stasiun itu tetap ada tulisan/mural yang bertuliskan Gilespie Road pada dinding dalam peron stasiun tersebut. Hal itu konon katanya sengaja ditulis dan tidak boleh diganti karena dianggap sebagai cagar budaya.
Tottenham berusaha mencegah adanya pergantian nama tersebut. Bahkan dikatakan untuk itu pendukung Spurs pernah mengajukan petisi kepada pemerintah London untuk mengembalikan nama Stasiun Arsenal kembali ke Gilespie Road karena mereka khawatir pergantian nama tersebut akan menjadi sebuah simbol keberadaan Arsenal yang sebetulnya mereka anggap tak lebih dari tamu tak diundang berasal dari seberang selatan. Sejarah akhirnya membuktikan bahwa langkah Arsenal maupun kekhawatiran Tottenham itu benar menjadi sebuah kenyataan.
Penamaan itu seperti memberi keabsahan wilayahan bagi Arsenal, mereka bukan lagi jadi pendatang, mereka berhak untuk hidup dan berkembang di tempat itu. Namun yang menariknya dan uniknya adalah konon katanya sampai saat ini para pendukung Tottenham tetap saja menyebut Stasiun Arsenal tersebut dengan nama ‘Gilespie Road’