[caption caption="www.beritametro.co.id"]Entah apa yang terjadi pada sepakbola di negri ini, setelah turunnya SK penolakan Kasasi tgl 7 maret yang lalu oleh MA. Situasinya bukannya berubah mereda malah cendrung terlihat lebih semakin parah. Hal ini sesuai dengan prediksi saya pada artikel sebelum ini (kemaren) dimana dengan turunnya keputusan penolakan Kasasi dari MA itu diperkirakan tensi akan kembali menaik dan memanas. Hal itu terlihat dari saling berkomentarianya baik itu kemenpora ataupun PSSI yang justru terlihat semakin mengarah kepada konfrontasi terbuka/terang-terangan antara keduanya.
Menurut pemberitaan terakhir diberitakan perseteruan ini sepertinya akan memasuki Episode atau babak baru, dimana Menpora, Imam Nahrawi kembali mengeluarkan pernyataan yang menilai Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti melakukan ‘makar’ karena melontarkan ide impeachment atau pemakzulan terhadap Presiden RI Jokowi Widodo.
Pernyatan itu keluar menangapi apa yang disampaikan presiden PSSI, La Nyalla seperti yang diberitakan sedang fokus menghitung berapa kerugian yang sudah dialami PSSI gara-gara pembekuan oleh Kemenpora 18 April tahun lalu. Selanjutnya PSSI berniat akan melakukan gugatan terhadap kerugian yang dideritanya tersebut. “Sekarang saya lagi menghitung berapa ratus miliar ruginya PSSI. Dan saya akan tuntut dia, Presidennya juga saya minta ganti rugi nanti, nggak ada urusan saya. Langsung masukin penjara saja.” disini
Melihat kondisi ini tentu yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah PSSI itu Perseroan Terbatas (PT) lembaga provit yang ada bicara untung ruginya? atau berbentuk Ormas? Padahal seperti yang kita ketahui selama ini PSSI itu berstatus sama seperti Ormas sementara badan hukumnya adalah badan hukum perkumpulan.
Terkait dengan tuntutan ganti rugi yang akan diajukan La Nyalla (PSSI) kepada Menpora itu adalah, akan menuntut ganti rugi materil senilai 5 sampai 10 triliun Rupiah. Ia pun menilai Presiden Jokowi juga ikut terkait dan akibatnya bisa di-impeachment. "Saya akan tuntut sebesar-besarnya. Dan, ini buntutnya panjang, lho. Boleh tanya ke orang hukum. Itu yang namanya Jokowi, bisa di-impeachment sama rakyat jika tidak melaksanakan undang-undang," kata La Nyalla.
[caption caption="hitsberita.com"]
Sementara itu persoalan lain yang juga sudah menunggu dan akan memeperpanjang episode ini adalah ancaman yang disampaikan PSSI terkait dengan kehadiran klub yang diundang oleh tim transi pada rapat koordinasi guna membicarakan Liga yang sesuai rencana akan diselengarakan agustus mendatang jum’at kemaren (11/3).
Direktur Kompetisi PSSI, Tommy Welly sudah memastikan akan memberikan sanksi kepada klub-klub yang menghadiri undangan Tim Transisi tersebut. Dikatakan PSSI akan mengecek terlebih dahulu satu per satu tim yang datang, Karena sebelumnya PSSI sudah memberi pemberitahuan bahwa ada larangan untuk menghadiri undangan dari Kemenpora tersebut. "Kita sebagai federasi sebenarnya sudah memberitahu dan mengingatkan kepada mereka (klub). Apa yang dilakukan Tim Transisi ini sudah menyalahi aturan," dan menambakan "Kini kita akan mengecek satu per satu tim mana saja yang datang. Karena kabarnya di daerah tak mengirimkan wakilnya, lantas siapa yang kemarin datang? ini akan kami periksa," jelas Towel.
"Sanksi tentu sudah ada nantinya. Tapi kita akan proses semuanya terlebih dahulu,"
Dengan demikian lengkap sudah penderitaan sepakbola Indonesia. Kondisi persepakbolaan nasional pun kembali akan mengambang dengan adanya episode baru ini. Apa lagi masih ditambah dengan menunggu sampai utusan Presiden Jokowi berhasil bertemu dengan pengurus FIFA di Zurich nanti.
Sebenarnya, jika kedua belah pihak, baik itu PSSI dan Menpora, mau sama-sama menahan diri, tentu hal ini tak perlu terjadi. Bukankah keduanya sama-sama mengklaim bekerja untuk kepentingan sepak bola nasional? Baik Menpora dan PSSI sama-sama ingin sepak bola Indonesia menjadi lebih baik. Namun keduanya sama-sama keukeuh. Menpora menggunakan acuan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. DISINI Sementara PSSI juga tetap keukeh dengan kitab sucinya statuta FIFA yang memang terlihat kaku. PSSI lebih bersikap seolah-olah organisasi mereka itu terlepas dari pemerintah yang melindunginya dengan undang-undang. PSSI lebih mengakui kewenangannya yang berada di bawah naungan induknya sepakbola dunia, FIFA.