Mohon tunggu...
Hendy GracianoPuttileihalat
Hendy GracianoPuttileihalat Mohon Tunggu... Lainnya - Rohaniwan

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Inkarnasi Kristus sebagai Patron dalam Hidup Berjemaat

15 November 2020   11:33 Diperbarui: 15 November 2020   11:44 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kaitannya dengan teks ini, khususnya ayat 6, Kristus disebut sebagai Pribadi yang transenden. Transendensi Kristus terefleksi dalam kata (huparcon) dan (morphe). Apa arti kedua kata tersebut dan relasinya dalam penjelasan transendensi Kristus? Kata (huparcon) dalam teks ini (TB: "dalam"; lit.:berada) berbentuk present tense dan dengan demikian menyatakan suatu kondisi yang terus menerus. Kata (morphe) dalam teks ini tidak hanya memiliki makna rupa (bentuk), melainkan dalam pengertian yang lebih luas berbicara tentang esensi atau hakekat dari pribadi yang dijelaskan dalam konteks penggunaan kata tersebut. 

Dalam penggunaan atau pemaknaannya pun, (morphe) tidak pernah dikaitkan dengan keadaan fisik (luar) melainkan lebih menekankan esensi, natur, atau keadaan sebenarnya yang tidak pernah berubah. Jika dilihat dari penggunaan kata (huparcon) dan (morphe) oleh rasul Paulus dalam teks ini, maka dapat disimpulkan bahwa transendensi Kristus berbicara tentang esensi atau hakikat Yesus Kristus sebagai atau adalah Allah tidak pernah berubah bahkan hilang, bahkan dalam masa inkarnasi-Nya. 

Kekekalan hakikat atau natur ilahi Yesus Kristus berkaitan erat dengan sifat hakikat keilahian yang tidak berubah. Transendensi Kristus (dalam hakikat atau natur ilahi-Nya) pun terlihat dan diperlihatkan oleh-Nya selama masa inkarnasi dalam beberapa peristiwa, misalnya: dalam berbagai kesempatan Kristus mengampuni dosa sehingga dianggap menghujat Allah orang-orang Yahudi; Yesus mengklaim kesatuan dengan Bapa sehingga Dia akan dirajam batu; Yesus menyatakan kekekalan keberadaan-Nya dan menyamakan diri sebagai YHWH di Perjanjian Lama (Yoh. 8:58: "before Abraham was, I am). 

Semua penjelasan tadi untuk membantu kita untuk memahami maksud rasul Paulus saat menjelaskan transendensi Kristus melalui kata (huparcon) dan (morphe). Meskipun dalam hakikat atau natur ilahinya Dia kekal, namun frase berikutnya pada ayat 6 mencatat bahwa Dia "tidak menganggap semua itu sebagai milik yang harus dipertahankan"; kalimat ini membawa kita pada bahasan selanjutnya yakni imanensi Kristus (baca ayat 7).

- Imanensi Kristus ( )

Imanensi atau kata dasarnya imanen kerap kali dikaitkan dengan dunia yang terbatas, terjangkau, dan segala hal yang terkait dengan pengalaman hidup manusia. Dalam kaitannya dengan teologi Kristen, Allah yang imanen adalah Allah yang berada di dalam struktur alam semesta serta turut serta mengambil bagian dalam proses-proses kehidupan manusia. 

Dalam kaitannya dengan teks yang kita bahas malam ini, khususnya ayat  7, Paulus tidak hanya ingin menekankan transendensi Kristus melainkan juga ingin menekankan imanensi Kristus (yang tentu sangat berkaitan dengan penekanan humilitas Kristus). Imanensi Kristus dalam ayat ini digambarkan dalam kata (mengosongkan diri), (rupa seorang hamba), dan (sama seperti manusia). 

Kata (mengosongkan diri) menjadi pokok perdebatan penting dalam teologia Kristen khususnya berkaitan dengan inkarnasi Kristus, sehingga tidak heran ada banyak penafsiran yang coba diajukan. 

Donald Guthrie mengelompokkan  tiga kelompok interpretasi tersebut, antara lain: 1) mereka yang menganggap bahwa Yesus benar-benar meninggalkan natur ilahi-Nya sehingga Yesus adalah sepenuhnya manusia; 2) mereka yang menafsirkan bahwa pengosongan diri bermakna penundaan status "setara dengan Allah" yang hanya berlaku selama wujud kemanusiaan sebelum Yesus kembali ke surga; 3) mereka yang menafsirkan sebagai bentuk penghapusan diri (penyangkalan natur ilahi) sebagai kontras dari peninggian diri. Manakah penafsiran yang lebih tepat?

Memang arti secara literal dari kata ialah mengosongkan diri. Namun penggunaan dan penafsiran kata (mengosongkan diri) tidak dapat diterjemahkan sehurufiah itu karena akan menimbulkan kesalahpahaman, oleh sebab itu kita perlu mempertimbangkan kata sebelumnya yakni (yang telah kita bahas -- mereview sejenak poin transendensi) serta kata (rupa seorang hamba), dan (sama seperti manusia). 

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka makna dalam ayat ini bukan Kristus melepaskan natur ilahi-Nya, bukan juga penyangkalan Kristus terhadap natur ilahi-Nya, apalagi benar-benar mengosongkan natur ilahi-Nya sehingga menjadi bukan Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun