Mohon tunggu...
Hanifa Paramitha Siswanti
Hanifa Paramitha Siswanti Mohon Tunggu... Penulis - STORYTELLER

Penikmat kopi pekat ----- MC, TV Host, VO Talent ----- Instagram: @hpsiswanti ----- Podcast Celoteh Ambu

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat di Masa Kenormalan Baru

12 Juni 2020   19:03 Diperbarui: 12 Juni 2020   19:08 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia bersiap menghadapi era kenormalan baru di tengah masa pandemik Covid-19 saat ini. Kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang sempat  terpuruk selama triwulan kedua.

Lalu seperti apa prediksi pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat pada era new normal (kenormalan baru)?

Berikut ini adalah perbincangan saya bersama Acuviarta Kartabi. Beliau merupakan pengamat ekonomi  sekaligus dosen dari Universitas Pasundan Bandung.

Wawancara dilakukan pada Rabu 3 Juni 2020 lalu. Sedangkan siarannya secara resmi telah ditayangkan dalam program "Semangat Pagi Indonesia" di TVRI Nasional pada Rabu, 10  Juni 2020 lalu.

*******

Saat ini kita akan menyongsong era kenormalan baru. Ada berapa jumlah pekerja terdampak Covid-19 di Jawa Barat?

Cukup besar. Dalam publikasi Biro Pusat Statistik, jumlah pengangguran sampai Februari 2020 cukup  besar  kurang lebih 1,8 juta orang. Kemudian menurut data terakhir sampai 31 Mei lalu, kurang lebih juga ada 16.800 pekerja yang  terkena PHK di Jawa Barat .  Sedangkan jumlah yang dirumahkan ada 78 ribu orang.

Nah secara exsisting, kita sudah dihadapkan dengan pengangguran secara historis. Di sisi lain, kita juga dihadapkan potensi pengangguran baru. Sementara data sepanjang tahun 2019 ke 2020, di Jawa Barat ada pertambahan pengangguran 28 ribu orang. Jadi perkiraan saya, bisa dibilang pengangguran di Jawa Barat sekarang hampir 2 juta orang.

Persoalan pengangguran ini punya dampak ke berbagai hal. Dari sisi produksi, otomatis ada sumber daya yg idle. Aktivitas terhambat, penggunaan  tenaga kerja juga berkurang.

Dari sisi demand, dalam jangka pendek ini bisa menyebabkan demand shock. Mereka yang  kehilangan pekerjaan, pendapatannya juga berkurang. Mereka lebih selektif dalam konsumsi. Kemudian efeknya  juga tentu terhadap perekonomian.

Apa tolak ukur keberhasilan kenormalan baru ini untuk kembali menumbuhkan perekonomian?

Jumlah pengangguran itu  sudah meningkat, paling  tidak kita nggak terjerumus ke tingkat yang paling dalam.  Itu indikator keberhasilannya.

Berikutnya adalah pertumbuhan ekonomi. Selama setahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat hanya tumbuh 2, 7 persen. Biasanya  kita selalu tumbuh di atas  5 persen.

Oleh karena itu, menurut saya kalau bicara keberhasilan, paling tidak di triwulan ketiga nanti ekonomi kita bisa di angka 3,5-4 persen. Itu sudah luar biasa. Sudah bagus. Beda dengan kondisi selama triwulan pertama sampai bulan Maret. Saya nggak bisa bayangkan periode April-Juni, pasti kita anljok di bawah 2,7 persen.

Kalau kita bisa memperbaiki itu secara bertahap dengan protokol kesehatan yang baik, perhatian pengusaha yang konsisten, dan  juga tenaga kerja yang selalu menjaga mitigasi risiko  kesehatan, perkiraan untuk meningkat dari angka 2,7 persen itu bisa tercapai.

Terkait  pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 2,7 persen, seperti apa prospek ekonomi Jawa Barat ke depan dan apa yang mesti dilakukan?

Kita perlu mengerakkan sektor-sektor utama yang jadi lokomotif ekonomi Jawa Barat. Contohnya manufaktur. Kontribusinya lebih dari 42 persen. Jadi hampir separuh ekonomi Jawa Barat tergantung dari industri manufaktur. Dan sekarang industri ini yang paling terdampak. Turunannya adalah produk tekstil.

Nah ini yang menurut saya secepat mungkin harus recover karena kontribusi sektor ini yang 42 persen. Begitu juga tenaga kerjanya. Kontribusi di sektor ini ada di urutan kedua setelah perdagangan, yaitu kurang lebih 14 persen.

Saya kira kalau kita bicara bagaimana recover, saya berharap sektor yang terdampak pandemik seperti manufaktur, perdagangan, jasa akomodasi, dan termasuk pertanian adalah sektor utama yang didorong.

Terkait daya beli masyarakat yang menurun, bagaimana solusi sistematis yang bisa dilakukan pemerintah untuk kembali meningkatkannya?

Daya beli masyarakat sebenarnya ada tekanan terutama dari kelompok yang terdampak. Tapi ini bukan hanya persoalan daya beli juga. Kalau kita lihat dari angka inflasi, tanggal 1 Juni lalu BPS Jawa Barat  merilis angka inflasi sebesar 0,11 persen.   Biasanya inflasi pada saat menjelang hari raya selalu dapat 1 persen.

Artinya masyarakat sekarang juga ada penyesuaian dalam konsumsi rumah tangga. Mereka lebih selektif membeli barang yg dibutuhkan saja karena ada ketidakpastian di depan.

Menurut saya, inflasi itu harus tetap dijaga agar dengan nominal pendapatan sekarang, daya beli  masyarakat bisa tetap tumbuh.

Mengenai UMKM, apa saja insentif yang bisa diberikan pemerintah agar bisa kembali bersaing? 

Saya sarankan kepada pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten, sebisa mungkin UMKM bisa terkoneksi dengan pemasaan secara daring. Karena tetap saja pada masa transisi kenormalan baru, mobilitas orang tidak akan seaktif seperti sebelum masa pandemik.

Pertama, saya berharap pemerintah segera koneksikan mereka dengan pemasaran online. Kemudian diatur klasternya dan ada protokol juga. Kami khawatir dengan UMKM karena di masa pandemik ini mereka jauh lebih terdampak dibandingkan dengan krisis yang ada sebelumnya.

Jadi para pelaku UMKM pun harus tetap memperhatikan protokol kesehatan ya?

Ya. Harus.

Jawa Barat juga bergantung dengan sektor parwisata. Bagaimana Anda  melihatnya?

Dari data terakhir pada minggu ini, jumlah kunjungan wisatawan anjlok karena penerbanan ditutup. Kalau kita lihat dari mobilitas juga agak terbatas. Nggak hanya trafik angkutan udara, trafik angkutan darat juga dibatasi.

Pemulihan sektor pariwisata adalah hal paling rasional yang  bisa kita lakukan karena sifatnya sektor jasa. Tapi yang namanya sektor jasa ini kan memerlukan mobilitas dan banyak orang seperti berkerumun. Tentu protokol kesehatannya juga harus diperhatikan.

Kita bisa belajar dari Jepang. Sektor ekonomi yang pertama mereka recover adalah sektor pariwisata, tapi dengan insentif dari pemerintah. Jadi memang sektor ini termasuk yang rasional untuk digerakkan. Apalagi masyarakat juga sudah jenuh.

Kalau kita lihat negara lain yang  melonggarkan lockdown seperti Perancis, hal pertama kali yang dilakukan kan berkerumun. Namun tentu harus ada syarat yang harus dikerjakan sembari kita mengembangkan pariwisata di lingkungan kenormalan baru.

Bagaimana optimisme Anda terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat?

Tentu saya optimis. Jumlah penduduk Jawa Barat ada banyak. Hampir 49  juta orang.

Krisis yang  kita alami sekarang katakanlah sudah empat bulan terkahir. Tapi saya lihat indikator keuangan oleh OJK, tabungan masih naik, kredit masih ada, aset perbankan juga naik. Masyarakat bisa beradaptasi dengan kondisi yang ada, artinya nggak berdampak ke flutuasi harga.

Kalau kita memulai era kenormalan baru dengan asumsi grafik kasus positif Covid-19 turun, jumlah PDP turun, dan ODP turun, saya kira kita akan memulai kenormalan baru ekonomi paling tidak di triwulan ketiga dan keempat.

Apa imbauan Anda kepada pemerintah dan pengusaha?

Saya berharap pemerintah segera melakukan  komunikasi dengan pengusaha. Saya lihat komunikasi dengan pengusaha selama ini kurang berjalan. Saya harap pemerintah juga segera berkoordinasi dengan sektor usaha karena sebagian besar perekonomian kita bergantung dengan dimensi dunia usaha.

Misalnya, sampai saat ini pengusaha masih kekurangan alat rapid test. Masih mahal dan harus beli dari calo seharga 200 ribu rupiah. Kalau perekonomian ingin bergerak, tenaga kerja juga harus beraktivitas. Ini kan membutuhkan situasi yang harus steril.

Jangan lupa juga untuk selalu melakukan protokol kesehatan.

***

Hanifa Paramitha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun