Mohon tunggu...
H. Alvy Pongoh
H. Alvy Pongoh Mohon Tunggu... Konsultan - Traveller & Life Learner

I am a very positive person who love to do the challenge things and to meet the new people. I am an aviation specialist who love to learn, share, discuss, write, train and teach about aviation business and air transport management.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Arti ‘Pakasaan’ Dalam Bahasa ‘Tombulu’

3 Mei 2015   23:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:24 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_414749" align="aligncenter" width="700" caption="Kompas.com/Ronny Adolof Buol"][/caption]

Dalam rangkaian acara Musyawarah Besar Pertama (Mubes-I) Organisasi Kemasyarakatan “Pinaesaan ne Tombulu” di Jakarta pada hari Sabtu tanggal 25 April 2015 yang lalu digelar pula acara Seminar tentang Tombulu yang menampilkan seorang narasumber asal Tombulu, yaitu: Jessy Wenas, seorang seniman dan budayawan Minahasa. Dalam paparannya tentang Tata Bahasa Kesusastraan Tombulu, Jessy Wenas, menjelaskan arti dari kata ‘Pakasaan’.

Kata ‘Pakasaan’ terdiri dari awalan ‘Paka’ yang artinya: SEMUA dan akar kata ‘Esa’ yang artinya: SATU, ditambah akhiran ‘An’ , yang sama artinya dengan akhiran ‘KAN’ dalam bahasa Indonesia. Sehingga arti dari ‘Pakasaan’ adalah: SATUKAN SEMUA. Pengertian SEMUA adalah semua wilayah-wilayah kediaman sub-etnis Minahasa.

Menurut penulis F.S. Watuseke dalam bukunya, “Sejarah Minahasa” yang terbit pada tahun 1968, “Pakasaan adalah kesatuan distrik adat”. Sedangkan menurut Prof. DR. G.A. Wilken dalam bukunya, “Tentemboanshe Wiseltermen” menjelaskan bahwa distrik adat itu memiliki istilah dalam bahasa Minahasa yaitu: ‘Walak”.

Kata ‘Walak’ dalam buku berjudul: “Ancient Art of the Minahasa” yang terbit tahun 1961, DR. Hetty Palm menjelaskan bahwa: “The big tribes, Tondano, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, divided into clans ‘walak’, the smaller ones: Bantik, Ratahan, Ponosakan”, yang terjemahan bebasnya: “Suku sub-etnis besar adalah: Tondano, Tombulu, Tonsea, Tontemboan, yang terbagi dalam anak suku disebut ‘walak’. Suku sub etnis kecil adalah: Bantik, Ratahan, Ponosakan”.

Jadi PAKASA’AN artinya KESATUAN DARI WALAK-WALAK. Sub-etnis Minahasa yang besar adalah: TONDANO, TOMBULU, TONSEA, TONTEMBOAN yang boleh disebut PAKASA’AN. Dan sub-etnis Minahasa yang kecil seperti Bantik, Ratahan, Ponosakan mendapat sebutan WALAK.

Adalah walak-walak Tombulu yang melakukan kerja sama dengan VOC Belanda atas nama Minahasa. Pada tanggal 10 Januari 1679, walak SARONGSONG dengan kepala walak LONTOH; walak TOMOHON dengan kepala walak PA’AT dan walak TOMBARIRI dengan kepala walak SUPIT atas nama Minahasa bekerja sama dengan VOC Belanda. Dari sini dapat diketahui bahwa PAKASAAN TOMBULU terdiri dari 3 (tiga) walak yang bersatu, yaitu: SARONGSONG, TOMOHON dan TOMBARIRI.

Tulisan PAKASA’AN TOMBULU terdapat dalam buku karangan J.G.F. Riedel yang berjudul “A’saren Tu’a Pu’una” yang terbit tahun 1870 dalam bahasa Tombulu, sebagai berikut: “Rinumeran near katare Maiesu Tombulu, Niaran Tontewo, Tumaratas Tounkimbut. Pakasaan Tombulu mei wali ni Walian Mapumpun, Belung, Kakemkeman”, yang terjemahan bebasnya: “Tempat kediaman mereka (sub etnis Minahasa) pertama adalah Tombulu di Maiesu, Tountewo di Niaranan, Tounkimbut di Tumaratas. Pakasaan Tombulu dipimpin oleh (tiga orang) Mapumpun, Belung, Kakemkeman.

Cerita tentang Minahasa dalam bahasa Tombulu ditulis oleh J.G.F. Riedel, anak lelaki Pendeta Johan Friedrich Riedel yang merupakan penginjil di tanah Minahasa. J.G.F. Riedel terlahir di Minahasa dan dapat berbahasa Tombulu dan Tondano ini, mengisahkan bahwa pada jaman Pakasaan Tombulu, belum ada Pakasaan Tonsea, Tondano dan Tontemboan.

Pakasaan Tondano dan Tonsea yang lama disebut: Tountewo, yang kemudian terbagi menjadi Tonsea dan Tondano. Pakasaan Tontemboan yang lama bernama Tountumaratas, lalu berubah nama menjadi Tongkimbut, kemudian berubah menjadi Tontemboan. Namun Tombulu dari sejak jaman Malesung awal sudah bernama Pakasaan Tombulu. Dari tulisan-tulisan beberapa buku lama terlihat bahwa unsur utama Pakasaan adalah wilayah pemukiman manusia. Untuk Pakasaan Tombulu, wilayah yang dihitung satu adalah: Sarongsong di Selatan, Tomohon di tengah dan Tombariri di Utara.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa sub etnis Tombulu adalah yang pertama kali mewakili pemerintahan desa yang teratur dan menjadi sub etnis pertama yang berhak menggunakan Pakasaan di jaman Malesung. Dimana jaman Malesung adalah jaman sebelum lahirnya Mina’esa (Minahasa) di abad ke-7 menurut perhitungan penulis J.G.F. Riedel pada saat itu sub etnis yang ada bersatu dan melahirkan nama Minahasa, yaitu: Tombulu, Tountewo dan Tumaratas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun