Mohon tunggu...
H. Alvy Pongoh
H. Alvy Pongoh Mohon Tunggu... Konsultan - Traveller & Life Learner

I am a very positive person who love to do the challenge things and to meet the new people. I am an aviation specialist who love to learn, share, discuss, write, train and teach about aviation business and air transport management.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ayo Kita Dukung Ombudsman RI untuk Investigasi Kemenhub & Lion Air

23 Februari 2015   07:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:41 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait kekacauan yang terjadi pada penerbangan Lion Air pada masa liburan Tahun Baru Imlek 2566, Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman RI) menduga bahwa ada standar pelayanan publik bidang penerbangan yang tidak diawasi dengan baik oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan secara khusus oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Standar pelayanan penerbangan tersebut meliputi manajemen penerbangan yang dilakukan oleh operator penerbangan dan manajemen kebijakan (regulasi) yang dilakukan oleh regulator yakni Kementerian Perhubungan.Ombudsman Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI dan UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik memiliki kewenangan dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik termasuk melakukan investigasi atas prakarsa sendiri (Own Motion Investigation).


Dalam rilis resmi yang dikeluarkan pada hari Jumat, 20 Februari 2015 oleh anggota Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Hendra Nurtjahjo, mengatakan: "Manajemen penerbangan memiliki banyak sisi yang seyogyanya diawasi ketat oleh Kementerian Perhubungan karena melibatkan tidak hanya bisnis bernilai triliunan melainkan juga keselamatan penumpang". Dikatakan pula bahwa waktu yang terbuang pada saat delay hingga belasan jam tersebut patut mendapatkan kompensasi yang memadai sebagaimana diatur dalam Permenhub No.25 Tahun 2008 dan Permenhub No.77 Tahun 2011. Kementerian Perhubungan wajib melakukan pengawasan secara ketat terhadap pelaksanaan implementasi peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan sendiri serta keselamatan penumpang wajib menjadi prioritas.


Pernyataan dari anggota Ombudsman RI tersebut tampaknya dikeluarkan sebagai tanggapan atas pernyataan dari Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan pada dini hari Kamis,19 Februari 2015 yang hanya meminta agar Lion Air memberikan kompensasi kepada penumpang yang dirugikan akibat jadwal Lion Air yang delay berjam-jam. Menhub Jonan mengatakan: "Kalau delay itu biar urusan, sudah ada aturannya jadi lakukan itu saja". Aturan yang dimaksud Menhub Jonan tersebut adalah Permenhub No.77 Tahun 2011 yang mengatur tentang kompensasi kepada maskapai yang jadwal penerbangannya mengalami keterlambatan. Menhub Jonan juga mengatakan bahwa Kementerian Perhubungan tidak bisa memberikan sanksi tambahan kepada maskapai yang sering terlambat jadwal terbangnya karena belum ada landasan hukumnya.

Secara pribadi dan sebagai seorang pengamat, konsultan dan akademisi penerbangan, saya sangat mendukung dan setuju sekali dengan pernyataan dari anggota Ombudsman RI Hendra Nurtjahjo tersebut diatas. Namun sebaliknya saya tidak sependapat dan tidak setuju dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Menhub Ignasius Jonan. Apa alasannya? Mari kita sama-sama membaca kembali peraturan perundang-undangan yang mengatur soal penerbangan di Indonesia, yaitu: Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU No.1/2009).

PERAN & FUNGSI PEMERINTAH

Secara jelas dalam UU No.1/2009 Pasal 10 disebutkan peran dan fungsi dari Pemerintah c.q. Kemenhub dalam industri penerbangan, yaitu:

(1) Penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.

(2) Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.

(3) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.

(4) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.

(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum.

(6) Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk:

a. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang secara massal melalui angkutan udara dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna, dengan biaya yang wajar;

KEWAJIBAN MASKAPAI PENERBANGAN

Adapun kewajiban dari maskapai penerbangan ataupun pengangkut (operator) sesuai UU No.1/2009 Pasal 118 Ayat 1 adalah: Pemegang izin usaha angkutan udara niaga wajib: mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan (sesuai huruf c) dan menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Menteri (sesuai huruf f).

Pelanggaran yang dilakukan oleh maskapai penerbangan terhadap ketentuan ini diatur dalam  Pasal 119 Ayat 2 yang menyebutkan: "Pemegang izin usaha angkutan udara niaga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf c dikenakan sanksi administratif berupa peringatan dan/atau pencabutan izin serta denda".

Sesuai Pasal 149 Pemerintah dalam hal ini Kemenhub berwenang untuk membuat ketentuan lebih lanjut mengenai batas waktu keterlambatan angkutan udara (yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri) serta sesuai Pasal 170 berwenang pula untuk menentukan jumlah ganti kerugian untuk setiap keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 (yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri).

TANGGUNG-JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN

Dalam UU No.1/2009 Pasal 146 juga disebutkan bahwa: "Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional". Yang dijelaskan lebih rinci lagi dalam Pasal 147, yaitu:

(1) Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa:

a. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau

b. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.

TUGAS DAN TANGGUNG-JAWAB OTORITAS BANDAR UDARA

Berdasarkan UU No.1/2009 pada Pasal 226 dinyatakan bahwa: (1) Kegiatan pemerintahan di bandar udara meliputi: a. pembinaan kegiatan penerbangan; b. kepabeanan; c. keimigrasian; dan d. kekarantinaan. (2) Pembinaan kegiatan penerbangan di bandar udara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh otoritas bandar udara.

Dalam Pasal 227 dinyatakan secara jelas bahwa: (1) Otoritas bandar udara ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri. (2) Otoritas bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk untuk satu atau beberapa bandar udara terdekat. (3) Otoritas bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

Tugas dan tanggung-jawab dari Otoritas Bandar Udara dijelaskan dalam Pasal 228, yaitu: Otoritas bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab:

a. menjamin keselamatan, keamanan, kelancaran, dan kenyamanan di bandar udara;

b. memastikan terlaksana dan terpenuhinya ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, kelancaran, dan kenyamanan di bandar udara;

c. menjamin terpeliharanya pelestarian lingkungan bandar udara;

d. menyelesaikan masalah-masalah yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan operasional bandar udara yang dianggap tidak dapat diselesaikan oleh instansi lainnya;

e. melaporkan kepada pimpinan tertingginya dalam hal pejabat instansi di bandar udara, melalaikan tugas dan tanggungjawabnya serta mengabaikan dan/atau tidak menjalankan kebijakan dan peraturan yang ada di bandar udara; dan

f. melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya kepada Menteri.

KEWENANGAN OTORITAS BANDARA

Berdasarkan UU No.1/2009 dalam Pasal 229 dinyatakan bahwa: Otoritas bandar udara sebagaimana dalam Pasal 227 ayat (1) mempunyai wewenang:

a. mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan di bandar udara;

b. mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan ketentuan keselamatan, keamanan, kelancaran, serta kenyamanan penerbangan di bandar udara;

c. mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan ketentuan pelestarian lingkungan;

d. mengatur, mengendalikan, dan mengawasi penggunaan lahan daratan dan/atau perairan bandar udara sesuai dengan rencana induk bandar udara;

e. mengatur, mengendalikan, dan mengawasi penggunaan kawasan keselamatan operasional penerbangan dan daerah lingkungan kerja bandar udara serta daerah lingkungan kepentingan bandar udara;

f. mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan standar kinerja operasional pelayanan jasa di bandar udara; dan

g. memberikan sanksi administratif kepada badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, dan/atau badan usaha lainnya yang tidak memenuhi ketentuan keselamatan, keamanan, kelancaran serta kenyamanan penerbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

TINDAKAN MELAWAN HUKUM DALAM PENERBANGAN

Pada Bagian Kelima dari UU No.1/2009 diatur tentang Penanggulangan Tindakan Melawan Hukum, dimana dalam Pasal 344 dinyatakan bahwa: Setiap orang dilarang melakukan tindakan melawan hukum (acts of unlawful interference) yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara berupa:

a. menguasai secara tidak sah pesawat udara yang sedang terbang atau yang sedang di darat;

b. menyandera orang di dalam pesawat udara atau di bandar udara;

c. masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah;

d. membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin; dan

e. menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan.

Dalam Pasal 345 Ayat (1) menyatakan bahwa: Otoritas bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha bandar udara, dan/atau badan usaha angkutan udara wajib menanggulangi tindakan melawan hukum. Pada Ayat (2) menyatakan bahwa: Penanggulangan tindakan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk program penanggulangan keadaan darurat. Dalam hal terjadi tindakan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf a dan huruf b, Menteri berkoordinasi serta menyerahkan tugas dan komando penanggulangannya kepada institusi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang keamanan (sesuai aturan Pasal 346). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penanggulangan tindakan melawan hukum serta penyerahan tugas dan komando penanggulangan diatur dalam Peraturan Menteri (sesuai aturan Pasal 347).

PERTANYAAN OMBUDSMAN RI KEPADA MENHUB?

Terkait dengan berbagai masalah yang terjadi dalam industri penerbangan nasional saat ini, khususnya masalah keterlambatan dan pembatalan penerbangan oleh maskapai penerbangan, andaikan saya menjadi Anggota Ombudsman RI maka saya akan bertanya kepada Pak Menhub, sebagai berikut:

1.Sudahkah anda membaca secara lengkap isi dari Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan?

2.Sudahkah anda memahami isi dari Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan?

3.Sudahkah Kemenhub melaksanakan pembinaan penerbangan yang meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan?

4.Sudahkah Kemenhub melaksanakan fungsi pengawasan penerbangan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

5.Sudahkah maskapai penerbangan menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan setiap bulan kepada Kemenhub?

6.Sudahkah pembinaan kegiatan penerbangan di bandar udara dilaksanakan oleh otoritas bandar udara, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada Menhub?

7.Sudahkah otoritas bandar udara memastikan terlaksana dan terpenuhinya ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, kelancaran, dan kenyamanan di bandar udara?

8.Sudahkah otoritas bandar udara menyelesaikan masalah-masalah yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan operasional bandar udara yang dianggap tidak dapat diselesaikan oleh instansi lainnya?

9.Sudahkah otoritas bandar udara melakukan penanggulangan tindakan melawan hukum dalam penerbangan?

10.Sudahkah otoritas bandar udara membuat dan memiliki program penanggulangan keadaan darurat dalam penerbangan?

Oleh: HENTJE PONGOH, SE, MM (Pengamat, Konsultan & Dosen Penerbangan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun