Mohon tunggu...
Money Pilihan

Berkat Nabung di Bank, Kini Saya Memiliki Gerai Indomaret dan Alfamart

29 Agustus 2017   06:12 Diperbarui: 29 Agustus 2017   09:29 2306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah lulus kuliah, saya memutuskan segera menikah. Suami saya saat itu baru saja resign dari pekerjaannya. Ia beralasan ingin menjadi pengusaha, dan untuk memulai sebuah usaha harus sedini mungkin. Keluarnya dari pekerjaan sebenarnya termasuk nekat, mengingat kami baru berumah tangga. Tapi niatnya sudah bulat: menjadi wirausahawan memerlukan tekad yang kuat dan dan usaha yang keras apapun risikonya.

Seperti pasangan muda pada umumnya, kami tak memiliki cukup uang untuk membangun usaha. Kami pun belum berani mengambil pinjaman, sebab usaha yang akan dilakoni belum jelas, bisa menghasilkan untung dalam waktu cepat atau bukan. Beruntung, selama bekerja gaji yang ia dapat selalu di tabung di bank, dan uang itulah yang kami gunakan sebagai modal.

Bisnis pertama yang kami lakoni adalah peternakan ayam. Seperti pada umumnya, sangat sulit memulai usaha di awal. Berbagai kesulitan harus dihadapi. Pelan tapi pasti, dalam dua tahun usaha peternakan ayam mulai membuahkan hasil. Kami pun memperluas usaha. Dari 500 ekor berkembang menjadi 15.000 ekor. Dibanding usaha lain, peternakan ayam termasuk cukup mudah dijalankan. Ayam pedaging sudah bisa dijual hanya dalam waktu sebulan. Jadi modal bisa diputar dengan cepat. Bukan main rasa senang kami saat itu, sebab menjelang tahun baru harga ayam melambung naik. Keuntungan besar sudah terbayang depan mata.

Namun kenyataan tak seindah bayangan. Ketika musim panen menjelang, hampir separuh dari jumlah ayam tiba-tiba sakit dan mati. Sedih, kecewa, marah, melanda saat itu. Ribuan ekor dibakar dan dikubur agar penyakitnya tidak menular pada ayam-ayam yang lain. Uang yang didapat dari hasil penjualan sama sekali tak menutupi modal awal. 

Kebingungan melanda. Kami tak memiliki uang sama sekali untuk memulai usaha baru lagi. Bahkan untuk makan sehari-hari saya harus meminjam pada saudara, hal yang selama ini pantang kami lakukan. Saat itu kami menyesal, mengapa sejak awal tidak menyisakan uang untuk ditabung di bank sama sekali? Tapi nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan di akhir tentu tak ada gunanya.

Satu-satunya harta yang dimiliki adalah seperangkat perhiasan, mahar pernikahan kami. Awalnya suami keberatan, mahar tidak boleh dijual, apapun keadaannya. Namun kami tak punya pilihan, usaha harus terus dijalankan. Dari hasil menjual perhiasan tersebut, suami memulai usaha baru. Bisnis selanjutnya yang coba ia jalankan adalah kayu alba. 

Alhamdulillah, usaha kayu alba berjalan lebih baik, meski tetap saja ada kendala dan kesulitan yang harus dihadapi. Bisnis ini lebih cepat menghasilkan, hanya dalam beberapa bulan sudah bisa balik modal. Belajar dari pengalaman sebelunya, kami bertekad menyisihkan uang untuk ditabung di bank. Tidak ada yang menjamin usaha esok bisa lancar atau tidak. Demi masa depan anak, kami juga menyisihkan dana untuk deposito pendidikan.  

Meskipun banyak bank swasta yang menawarkan bunga tinggi, tapi kami memilih menabung di bank pemerintah yang dijamin LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Mengapa penting? Sebab LPS menjamin keuangan nasabah hingga 2 Milyar. Bayangkan jika misalnya kalian punya tabungan senilai 500 juta, lalu tiba-tiba krisis moneter melanda, yang menyebabkan bank tersebut bangkrut. Jika tidak ada jaminan LPS, tentu uang yang ditabung dari hasil keringat itu tidak bisa dicairkan. Hal yang pernah terjadi pada tahun 1997. Maka memilih bank yang dijamin oleh LPS, merupakan suatu kewajiban. 

Rupanya cash-flow (aliran kas) rekening kami membuat bank menawarkan pinjaman hingga ratusan juta. Kesempatan ini tidak kami sia-siakan. Dengan pinjaman tersebut, kami mencoba bisnis yang relatif aman, yaitu membeli gerai franchise Alfamart. Hanya dalam waktu 3 tahun, keuntungan yang kami dapat bisa untuk membeli gerai ritel lainnya, yaitu Indomaret. 

Meski sudah memiliki dua gerai retail, kami masih tinggal di rumah kontrakan. Kami sepakat, pinjaman untuk modal dari bank kami usahakan semaksimal mungkin tidak digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif. Berat memang menahan hasrat untuk memiliki rumah besar dan indah serta kendaraan mewah, tapi keinginan itu kami singkirkan kuat-kuat. Hal yang sama kami pelajari dari Bapak Jokowi. Menurut buku yang membahas biografi beliau, meski sudah memiliki 10 perusahaan meubel, beliau dan keluarga masih tinggal di rumah kontrakan hingga 9 tahun lamanya. Jelas bukan karena uangnya tak cukup, tapi keinginan untuk mengembangkan dan memperkuat perusahaan lebih besar dari pada membeli rumah.

Terakhir, keberadaan LPS perlu disyukuri dan diapresiasi. Wakil Presiden, Jusuf Kalla bahkan pernah mengatakan, salah satu hal yang membuat ekonomi Indonesia lebih lambat dibanding negara tetanga adalah, sejak krisis 97 pemerintah harus menggaransi bank-bank yang pailit dengan mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang jumlahnya hampir 600 triliun. Dengan adanya LPS  kasus seperti ini tidak akan terjadi lagi. Nah, kalau menabung di bank sudah dijamin keamanannya oleh LPS, kenapa masih ragu? Bang Bing Bung yuk, kita nabung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun