Kegusaran Seorang Penulis
Oleh: Hojot Marluga
Era ini kita sebut era teknologi komunikasi. Namun patutnyalah kita mensyukuri perkembangan teknologi yang ada sekarang. Dalilnya, siapa yang tak terkoneksi dengan teknologi akan ketinggalan peradapan. Sebelum teknologi informasi berkembang pesat, teknologi sebelumnya adalah buku. Buku adalah teknologi informasi pertama, sudah ada sejak abad pertama. Sebelum menjadi kertas yang kita kenal sekarang, tentu juga berposes panjang, dari papyrus hingga kemudian dicetak di atas kertas.
Lalu, pertanyaanya apakah buku akan hilang dari peradaban, karena sekarang sudah era yang lebih canggih? Saya kira buku tetap akan ada. Sebagaimana contoh dulu, sebelum ada mobil teknologi yang awal adalah sepeda. Sekarang kemajuan dari otomotif sangat cepat berkembang, apakah sepeda hilang? Tidak juga. Sepeda tetap saja ada. Malah sekarang makin diminati. Saya kira kemungkinan demikianlah masa depan buku kelak. Mungkin sekarang generasi digital melihat buku sudah ketinggalan zaman, lebih baik ebook.
Memang, eksistensi buku kertas sepertinya mulai pudar, tergerus oleh zaman. Tapi, masihkah kita ingat, dulu dikatakan, buku adalah jendela ilmu. Bahkan, tak sedikit yang mengatakan, buku adalah jendela dunia. Betul sekali, buku adalah jendela dunia. Dengan membuka buku berarti kita membuka jendela dunia. Melalui membaca buku kita bisa mendapatkan informasi-informasi yang belum kita ketahui sebelumnya. Kenyataan memang, sebagian besar masyarakat kita, tak suka buku, tepatnya tak suka membaca buku, apalagi membaca dan belanja buku, belum dijadikan sebagai kebutuhan pokok keluarga.
Kebanyakan lebih senang buku gratis ketimbang membaca. Nyatanya buku yang diterima gratis rata-rata tak dibaca. Padahal, banyak sekali manfaat yang dapat kita peroleh dengan dengan suka membaca buku. Selain membeli buku, akan menyemangati para penulis, dan utama kebiasaan membaca buku amat sangat penting untuk memberikan manfaat. Bahkan, untuk anak-anak di era medsos sekarang ini, generasi ini yang akan menentukan nasib bangsa ke depan kelak, tak lagi suka membaca buku.
Padahal, kalau kiita runut, sebutlah Negara-negara maju seluruhnya tak lekang dari budaya membaca. Jelas membaca harus terus digelorakan. Bahkan, menurut para ahli, keuntungan dari membaca buku dapat memberikan dampak, menyegarkan pikiran. Iya, salah satu keuntungannya adalah melatih berpikir, menjaga pikiran tetap bugar. Saat membaca, otak dituntut untuk berpikir lebih. Tentu kegiatan ini mesti dilakukan konstan. Sebab untuk latihan otak mesti dilakukan secara rutin. Ini penting didegungdegungkan, betapa buku, membeli dan membaca adalah kegiatan yang sarat manfaat. Lagi-lagi membaca itu penting.
Lewat membaca buku, juga menambah pembedaharaan kata, kosakata. Dari kebiasaan membaca juga otomatis meningkatkan kualitas memori. Bahkan, dari kegiatan membaca terlatih ketrampilan untuk berfikir kritis, meningkatkan fokus dan konsentrasi. Selain kesukaan membaca, hal lain yang tatkala penting bagi para penulis. Tak ada penulis yang baik yang tak suka membaca. Seluruh penulis harus membiasakan diri suka membaca. Alih-alih dengan membaca memperluas cakrawala pikiran. Maka, marilah membaca untuk mempertahankan peradaban!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H