[caption caption="Selalu optimis | Sumber Gambar: http://hornerla.weebly.com/1/post/2012/02/optimism.html"][/caption]Apa perbedaan orang optimis dengan orang pesismis? Orang yang optimis selalu terlihat antusias. Ada rasa syukur. Dia akan selalu mengusakan dirinya untuk mengambil tindakan yang terbaik. Aksi dan reaksi selalu sehaluan baginya. Juga dengan tekun berusaha sampai tujuannya tercapai.
Jika belum berhasil, tak putus asa. Siap selalu dalam perubahan, termasuk bisa banting stir kalau jalan yang dilalui terasa sesak. Dia juga penuh kesabaran dan kegigihan. Terus-menerus mengambil tindakan sehingga semakin hari semakin dekat pada tujuaannya. Apa yang dikerjakan adalah passion. Enjoy mengerjakannya.
Orang optimis juga selalu memperbincangkan tentang hal-hal yang membangun. Suka membangun rekasi. Suka berpikir positif, darinya lahir gagasan dan ide-ide kreatif. Dia juga manusia pembelajar, terus belajar. Apa saja yang diamati dan dialaminya dijadikan bahan untuk belajar, mengintropeksi diri.
Dia juga selalu memberikan kritikan dan solusi yang logis atas setiap permasalahan yang dihadapinya. Intinya lebih ke memotivasi. Dia menyadari keterbatasan dan selalu menghargai bantuan orang lain. Dan dia sadar sesadar-sadarnya tak ada seseorang berhasil tanpa orang lain.
Maka dia selalu bersama-sama meraih kemenangan. Saling membantu, saling menopang sebagai bagian dari kehidupan. Cepat tanggap, sensitif dan empati. Kalau mengalami kegagalan dia sadar hanyalah rona-rona kehidupan. Dia tahu bahwa kegagalan itu hanyalah bagian dari perjalanan.
Dan, satu hal lagi, orang optimis selalu membuka pintu maaf bagi kesalahan orang lain. Dia memaafkan temannya, tetapi selalu belajar dari setiap hal-hal yang demikian.
Sementara orang pesimis, selalu skeptis. Selalu membicarakan kesalahan tentang orang lain. Tak ada gairah di hidupnya. Tak ada semangat untuk berjuang untuk lebih baik. Selalu mengharapkan dibantu. Dia berangapan segala sesuatu akan berubah, menunggu perbaikan tanpa mengusahakan perbaikan.
Lalu, dia selalu memberikan kritikan tanpa memberikan solusi. Paling naïf dia selalu menyudutkan orang lain. Di matanya tak ada orang yang baik. Maka terbiasa mempersalahkan orang lain. Dia juga orang yang selalu mencari korban. Baginya, menggapai hasil dengan mengorbankan orang lain, biasa. Sifatnya brutus.
Dia tak butuh orang lain. Meraih setiap pencapaian dengan menjatuhkan orang lain. Dia selalu menyalahkan orang lain atas kegagalan diri sendiri. Bahkan menyimpan dendam kepada orang lain. Akhirnya, disinilah penting mengelola diri.
Disinilah perlunya pemahaman diri, bagaimana mengubah pesimis menjadi optimis. Pesimisme membawa kita terpojok. Optimisme membawa kita terangkat. Skeptis menjadi dinamis, hanya cara mindset dirobah. Perang yang paling dahsyat adalah melawan diri sendiri. Selamat bekerja dan tetap antusias.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H