Hotman J Lumban Gaol (Hojot Marluga)
Era keemasan dari Intelegensi Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan SQ Spiritual Quotient (SQ) sudah lewat. Kini yang lagi trend Addversity Quotient (AQ) atau kecerdasan daya bertahan. Kenyataan membuktikan, memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual tanpa dibarengi kecerdasan daya tahan pengupayaan akan pupus di tengah jalan.
Sekarang kita membutuhkan kecerdasan bagaimana bertahan, bagaimana tekun, bagaimana gigih mengatasi kesulitan. Paling tidak ada tiga kategori mentalitas manusia dalam menghadapi keruwetan. Berjibun orang menerima keadaan dengan menyebut, “iya, terima nasib saja.” Ada juga semacam orang ketika menghadapi kesulitan, semangatnya pupus. Sinar, putus asa dan mencari pelampiasan.
Hanya secuil orang pada kategori yang terakhir, bertahan dan berpengharapan. Mencari secerca pijar dari sengatan gelapnya kesulitan. Orang yang memiliki sifat demikian pasti mempertontonkan konsistensi dan reliabilitas yang sungguh-sungguh. Sekaitan dengan hal itu, seorang penulis, Paul G Stoltz dalam buku Adversity Quotient membedakan tiga tingkatan kecerdasan daya tahan. Pertama, sifat Quitrers adalah orang yang berhenti ketika kesulitan datang dia berhenti dan langsung menyerah. Gampang putus asa.
Tingkat kedua, Campers, sifat seseorang yang berkemah. Bisa disebut sifat orang yang memiliki daya tahan sedang-sedang. Sudah puas atas apa yang telah digapai. Tak suka tantangan. Terakhir, Climbers sifat seorang pendaki. Climbers adalah orang yang memiliki AQ tinggi dengan kemampuan dan kecerdasan untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan. Menjadikan kesulitan sebagai kesempatan.
Kekurangan menjadi kelebihan. Paling tidak bagi seorang pendaki mesti memiliki kemampuan mengatasi kesulitan-kesulitan di pendakian. Bagaimana mendayagunakan potensi diri menghadapi keruwetan hidup. Siap melatih kekuatan fisik dan mental. Professor Yohanes Surya, menyebut Mestakung samadengan semesta mendukung. Mestakung terjadi sebagai hukum alam dimana ketika suatu individu atau kelompok berada pada kondisi kritis, maka semesta, dalam hal ini sel-sel tubuh, lingkungan dan segala sesuatu di sekitarnya akan mendukung keluar dari kondisi kritis. Orang yang tak mampu bertahan ialah semacam mental pecundang.
Sebaliknya, insan yang memiliki daya tahan, sudah tentu akan terus berusaha. Banyak sekali cerita orang sudah hampir menduduki punggung kesuksesan, seharusnya mendapat giliran menunggang. Hanya karena tak bertahan, terjatuh dan terjungkal. Padahal, kungkang sudah dipegang, sudah hampir sampai. Tetapi gagal karena tak bertahan. Kesulitan hidup niscaya bisa menjadi kekuatan untuk berjuang, asal masih ada antusiasme. Sebab dari kesulitan kita menemukan kearifan. Belajar dari berbagai kesulitan hingga di ujungnya kita terlatih.
Walau tertatih-tatih, tetapi tetap mencoba bangkit berlari. Kesulitan mesti dipandang sebagai bagian dari pembugar mental. Bukan sebagai jurang. Artinya, asalah bertahan dan mau memetik hikmat di balik itu semua niscaya potensi diri akan muncul. Darinya tersumbur daya, energi, kapasitas, kekuatan, kemampuan, kesanggupan yang muncul karena dari kecerdasan daya bertahan tadi.
Saya teringat dengan Nick Vujicic, seorang motivator hebat. Nick seorang difabel, tetapi punya kecedasan bertahan. Keterbatasan dijadikannya sebagai penggugah. Saya pertama mendengar dan menonton Nick Vujicic di acara motivasi MLM CNI. Saya terharu saat mendengarnya, bagaimana bertahan dan berusaha untuk tak putus asa. Sampai hari ini apa yang disampaikannya masih terus tergiang-giang.
Bukunya diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama dengan judul Life Without Limits: Tanpa Lengan dan Tungkai, Aku Bisa Menaklukkan Dunia. Nick mengatakan, kehidupannya adalah sebuah kesaksian tentang kenyataan bahwa dia tidak memiliki batasan kecuali batasan yang dia buat sendiri. “Hidup tanpa batas berarti mengetahui bahwa Anda selalu memiliki sesuatu untuk diberikan, sesuatu yang mungkin bisa meringankan beban orang lain.”
Jikalau Anda tahu sosok yang saya ceritakan ini, atau pernah menonton, Anda pasti kagum atas inspirasi yang ditunjukkan. Tanpa tangan dan kaki Nick bisa bertahan hidup. Nick menjalani kehidupan serba sulit. Sempat hampir putus asa, tetapi dia punya sikap, tetap bertahan. Dia tak menyerah terhadap keadaan. Tak lagi meratapi kekurangan, namun terus mendaki, ini tipe Climbers. Maka jelaslah Nick memiliki AQ tinggi. Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan kita, siapkah kita menemukan pencerhan dari kesulitan? Mari! Eksplorasikan kesulitan menjadi kecerdasan bertahan.
*)Penulis buku betajuk Sikap Antusias: Saat Kesulitan Menyengat, Bertahanlah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H